Rabu Pekan III Masa Biasa

Bacaan
2 Sam 7: 4-17
Mark 4: 1-20

Renungan
Para murid bingung mendengar perumpamaan Yesus tentang penabur, karena terkesan bahwa orang yang menaburkan benih itu seakan menghambur-hamburkan benih begitu saja. Karena kebingunan itu, ketika Yesus dan para murid-Nya sendirian, mereka bertanya kepada-Nya apa artinya perumpamaan itu. Dan Jawaban Yesus lebih membingungkan lagi: “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya….” di sini Yesus mengutip dari Yesaya 6:9-10: “sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”

Pertanyaannya adalah: apakah Yesus mau supaya hanya sedikit orang yang mengerti tentang rahasia Kerajaan Allah, dkl…. Apakah Yesus mau supaya hanya sedikit orang saja yang diselamatkan?

Saya kira tidak! Yesus mau supaya setiap orang mendengar dan mengerti dan mengikuti ajaran-Nya. Dia tidak mengatakan bahwa Allah mewahyukan misteri Kerajaan-Nya hanya kepada segelintir orang dan sengaja menyembunyikannya bagi orang lain. Allah justru mau supaya semua orang mengerti tentang misteri Kerajaan-Nya. Hal ini nampak jelas dalam tindakan ’menabur benih tadi’. Tindakan Allah yang kesannya sembarangan menaburkan benih di sembarang tempat itu mau menegaskan bahwa tawaran keselamata Allah itu bersifat umum dan bebas. Allah tidak mau memilih orang atau kelompok tertentu saja. Warta keselamatan oti diperuntukan bagi semua orang tanpa memandang suku, bangsa, agama atau warna kulit.

Tetapi Yesus tahu bahwa setiap orang punya kehendak bebas. Hal ini tampak dalam berbagai jenis tanah yang disebut dalam injil hari ini: tanah dipinggir jalan, tanah yang berbatu, tanah di tengah semak duri dan tanah yang baik. Setiap tanah memiliki kemampuan yang berbeda dalam menerima benih yang ditaburkan di atasnya.

Yesus tahu tahu bahwa beberapa orang akan menanggapi Sabda Allah dengan iman sedangkan yang lain akan menutup hati mereka terhadap sabda Allah tersebut. Yesus juga tahu bahwa jika kita menutup telinga kita….tidak mau mendengarkan Dia…maka akan datang waktunya di mana kita tidak akan bisa mendengar Dia sama sekali.

Yes 6: 9-10 “sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”

Dalam Mzm 119: 105 dikatakan “firmanmu adalah pelita bagi langkahku dan terang bagi jalanku”

Kalau kita tidak mampu mendengar dan mengerti firman Allah maka hidup kita akan dibimbing oleh kuasa lain yang akan membimbing kita kepada kebinasaan. Bagaimana supaya kita bisa terhidar dari malapetaka ini, (tidak mampu mendengar suara Allah sama sekali).= bagaimana caranya menjadi tanah yang baik bagi firman Allah? Salah satu caranya adalah melalui pertobatan yang terus menerus.

Banyak orang beranggapan bahwa sacrament rekonsiliasi adalah suatu bentuk penyiksaan diri. Ruang pengakuan bukanlah tempat dimana kita mengutuki diri sendiri tetapi lebih sebagai tempat penyembuhan dan pembaharuan jiwa. Ketika kita berhadapan dengan kasih dan kerahiman Allah, maka kita akan diubah…jika tidak lagi takut akan penghakiman Allah…tetapi kita bergembira karena apa yang telah dilimpahkan kepada kita dari sana: “minyak sukacita dikaruniakan kepada kita sebagai ganti kain berkabung” (Yes 61: 3)

Saya yakin kita semua ini ingin menjadi hati kita sebagai tanah yang baik dan subur. Hanya ada satu orang dalam pengalaman saya sebagai iman yang terang-terangan mengatakan kepada saya, via sms, “biarlah saya disebut sebagai anak yang jahat.” Atau masih ada yang lain? Kita semua ini telah menerima tawaran bebas warta keselamatan Allah itu secara bebas pula pada waktu pembaptisan. Karena itu, tidak ada pilihan lain selain berusaha untuk menjadikan hati kita sebagai tanah yang subur untuk sabda-Nya. Bagaimana caranya? Yaitu melalui bacaan KS setiap hari dan merenungkannya. Membiarkan sabda Allah itu meresap dalam kehidupan kita sehingga hidup kita dalam segala aspeknya, misalnya dalam cara berpikir, cara berkata-kata, cara kita melakukan sesuatu diinspirasikan oleh sabda Allah.

Kita bisa belajar dari bunda Maria yang senantiasa menyimpan dan merenungkan sabda Allah di dalam hatinya.

Allah menghedaki buah dari hidup kita. Dan buah yang diharapkan adalah ‘kekudusan’. Memang untuk mencapai kekudusan itu, kita tidak bisa berjuang sendirian. Roh Kudus pasti akan membantu kita tetapi dari pihak kita harus ada kerja sama. Jika tidak ada kerja sama dari kita, maka kita seakan menciptakan batas-batas tertentu. Hati kita seakan tanah yang berbatu. Sikap kerja sama itu bisa kita tunjukan, pertama dalam bentuk rajin dan setia membaca dan merenungkan sabda Tuhan. Kedua, kita harus bertekun dalam doa. Agar kita memperoleh cinta yang mendalam kepada Yesus. Adalah suatu kebohongan kalau orang mengatakan: saya bisa menjadi kudus tanpa harus berdoa. Ketiga, kita harus hidup dalam suatu spiritualitas ‘miskin dalam roh serta penyangkalan diri”. Melalui tiga bentuk kerja sama kita ini, maka saya yakin kita akan menghasilkan buah yang diharapkan Allah dalam hidup kita yaitu kekudusan.

Pertobatan St. Paulus


Bacaan
Kis 22:3-16.
Injil Mark 16:15-18

Dalam bacaan I kita mendengar kisah yang sangat terkenal tentang pertobatan St. Paulus. Ia sedang dalam perjalanan ke kota Damaskus dan tiba-tiba saja, dia melihat cahaya dan mendengar suara Tuhan yang berkata-kata kepadanya. Dari kisah ini, kita bisa mempelajari beberapa hal. Pertama, pertobatan sejati merupakan rahmat dan inisiati dari Allah dan bukannya usaha dan karya kita. Kedua, pertobatan yang sejati adalah hasil dari perjumpaan yang sungguh dengan Allah.

Seringkali orang mengatakan begini: ”Romo....saya pingin sekali anak-anak saya itu bertobat. Atau saya ingin sekali pasangan saya itu bertobat. Tapi kok tiap kali dia melakukan kesalahan yang sama. Mengapa Allah kok tidak mau melakukan sesuatu seperti yang Ia lakukan kepada St. Paulus supaya pasanganku atau anak-anakku bertobat? Mengapa Allah tidak melakukan sesuatu yang luar biasa jika ingin mengatakan kehendak-Nya kepada kita?"

Saudara dan saudariku
Suatu hal yang mesti kita ingat adalah jika Allah ingin Allah mengungkapkan sesuatu secara lebih jelas kepada kita, maka Allah pun menuntut dari kita suatu ’salib’ atau penderitaan. Kita justru berusaha untuk menghindari penderitaan itu sehingga jika Allah ingin menungkapkan sesuatu kepada kita, Dia akan melakukannya secara tersamar atau membutuhkan proses yang cukup lama. Ada seorang suami yang bersumpah dihadapan Istrinya, meletakan tangan di atas KS dan mengatakan ’biar saya disambar petir, kalau memang saya tidak setia kepadamu’. Seminggu kemudian apa yang terjadi? Bukan dia yang disambar petir tetapi tambak (empang) ikannya yang tersambar petir. Semua ikannya mati. Allah memang tidak mau menghukum orang itu. Allah tidak menghendaki kematian orang berdosa tetapi supaya ia bertobat (Bdk Yez 33:9)

Saya tidak mau memperpanjang kisah ini, tetapi sekali lagi, hal yang mesti kita ingat adalah jika Allah ingin melakukan sesuatu secara jelas kepada kita supaya kita bertobat, maka Allah pun menuntut dari kita suatu salib hidup yang cukup berat setelah proses pertobatan itu. Paulus mengalami penderitaan yang sangat berat setelah proses pertobatannya itu.

Kita kembali kepada pertanyaan di atas: ”mengapa Allah tidak melakukan sesuatu yang yang luar biasa jika ingin mengatakan kehendaknya kepada kita? Saya harap kita tidak berkutat pada pertanyaan itu, tetapi baiklah kita mencoba merenungkan berkat-berkat yang telah Allah berikan kepada kita. Dari semua berkat itu, kita bisa melihat bahwa ternyata Allah pun telah melakukan sesuatu kepada kita.

Mengapa hal pertobatan yang radikal semacam itu terjadi atas diri Paulus? Alasannya adalah karena Allah telah memilih dia untuk menjadi rasul bagi bangsa-bangsa kafir. Dan untuk itu butuh sesuatu peristiwa yang luar biasa terjadi atas dirinya supaya ia percaya dan dan bertobat dan tidak akan kembali lagi.

Untuk mengerti hal ini, kita harus melihat latar belakang St. Paulus. Paulus menyebut dirinya sebagai murid Gamaliel, seorang rabi Yahudi yang sangat terkenal bahkan sampai kepada orang-orang Yahudi yang berada di luar Israe. Itu berarti Gamaliel mempunyai reputasi sebagai rabbi yang berstandar international pada waktu itu. Paulus (sebelumnya adalah Saulus) adalah murid terbaik yang dimiliki oleh Gamaliel. Itu berarti dia tahu persis semua ajaran agama Yahudi dan ia mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling tekun dalam mentaati semua ajaran Yahudi. Salah satu ajaran Yahudi adalah bangsa-bangsa di luar Yahudi adalah kafir. Paulus tentu tidak mudah untuk mengubah pandangan ini. Apa yang Allah minta dari Paulus adalah melakukan hal yang sebenarnya sangat bertentangan dengan apa ia lakukan dan apa yang ia pikirkan selama ini. Orang yang sebenarnya ingin memusnakan Injil, malah dipanggil untuk mewartakan Injil. Orang yang selama ini berpikir bahwa bangsa-bangsa lain adalah bangsa kafir, malah dipanggil untuk menjadi rasul bangsa kafir. Karena alasan inilah maka panggilan atau peristiwa pertobatannya terjadi secara ‘menggemparkan’ atau luar biasa.

Saudara dan saudariku
Mungkin ada yang berpikir begini: “wah…kalau saya pintar…tahu benar tentang Injil serta bertekun dalam mentaati perintah Tuhan seperti Paulus maka pasti hal yang ‘luar biasa’ itu bisa donk terjadi atas diri saya

Saya kira kita tidak usah mengharapkan hal semacam itu, entah hal yang biasa atau luar biasa terjadi atas diri kita atau tidak, itu tidak penting. Yang pasti bahwa kita semua ini dipanggil untuk melayani Allah. Dan hal yang terpenting adalah kita tetap mengarahkan pandangan hati kita kepada Yesus

St. Paulus memiliki pengalaman yang luar bisa, dan kita memiliki Ekaristi. Setiap hari kita datang kepada Yesus. St. Paulus dalam bacaan hari ini mendengar Suara Yesus dan melihat cahaya-Nya. Sedangkan kita menerima Tubuh dan Darah Yesus. Dan saya kira ini merupakan pengalaman yang lebih menggetarkan daripada pengalaman St. Paulus dalam perjalanan ke Damaskus itu. Apa yang Paulus alami bersifat eksternal atau terjadi di luar dirinya, sedangkan apa yang kita alami bersifat internal atau terjadi di dalam diri kita. Pengalaman St. Paulus membuahkan pertobatan di dalam dirinya. Pertobatan Paulus tidak berhenti pada peristiwa itu saja. Selanjutnya, Paulus harus belajar tentang kebenaran Injil dan harus hidup menurut kebenaran itu. Setelah dia mengerti tentan kebenaran Injil, peristiwa Damaskus itu tidak lagi begitu penting bagi dia tetapi yang terpenting adalah pribadi Yesus Kristus sendiri.

Saudara dan saudariku.
Setiap hari kita datang kepada Ekaristi. Saya kira kita tidak lagi membutuhkan pengalaman ‘luar biasa’ sebagaimana yang dialami oleh Paulus karena kita mengalami peristiwa yang lebih luar biasa dari pengalaman Paulus. Peristiwa itu justru terjadi di tengah kita di atas altar ini. Tettapi peristiwa yang luar biasa itu telah menjadi peristiwa yang biasa bagi kita karena kita cendrung tidak memperhatikan atau tidak menyadari hal itu. Jika anda ingin mengalami suatu mujizat, jika anda ingin mengalami suatu tanda, jika anda ingin tahu betapa Tuhan sungguh mencintaimu, maka ketika anda nanti menerima Komuni Kudus, atau ketika anda memandang Yesus yang ada di dalam tabernakel, bukalah hatimu kepada Yesus – maka hal yang luar biasa akan terjadi dalam diri anda – bukan suara, bukan juga cahaya yang anda lihat, tetapi anda akan mengalami suatu perubahan hidup. Dan jika kita telah mengalami suatu perubahan hidup maka kita akan mengalami suatu pertobatan yang sejati dan kita akan semakin mencintai Allah. Inilah mujizat terbesar yang akan terjadi dan yang bisa kita alami. Allah bisa mengubah hati kita yang jahat menjadi hati yang mencintai Dia, sama seperti pengalaman St. Paulus.

Karena itu, saudara dan saudariku….tidak perlulah kita mencari peristiwa luar biasa yang terjadi di luar diri kita, karena dalam perayaan ekaristi ini, kita akan mengalami sesuatu yang lebih dasyat lagi. Mari kita siapkan hati kita, masuk ke dalam keheningan batin dan biarlah Tuhan berbicara kepada kita saat ini. Jika kita bersedia mendengarnya dan mau taat kepada kehendak Allah maka mujizat itu akan terjadi justru di dalam hati kita.

Selasa Pekan II 2010

Bacaan
1 Samuel 16:1-13.
Injil St. Mark 2:23-28.

Renungan
Manusia seringkali menilai orang berdasarkan apa yang bisa terindrai, tetapi Allah menilai berdasarkan apa yang ada di dalam hati orang. Dalam bacaan I tadi kita mendengar kisah tentang Daud yang diurapi menjadi raja atas Israel. Dalam kisah itu kita lihat bagaimana Allah bekerja. Kita mendengar bagaimana kesan nabi Samuel pertama ketika melihat Eliab muncul. Orangnya tinggi, ganteng, dan gagah. Pokoknya penampilan luarnya tidak mengecewakan, sehingga Samuel berpikir: “Sungguh, di hadapan Tuhan sekarang, berdiri yang diurapi-Nya”. Tetapi Tuhan menolak untuk mengurapi Eliab. Tuhan menilai orang bukan karena penampilan luarnya tetapi apa yang ada di dalam hatinya.

Dalam bacaan I tadi, Isai sampai menghadirkan semua anaknya ke hadapan Samuel, tetapi tak satu pun yang dipilih oleh Tuhan. Sampai-sampi Samuel bertanya: “inikah anakmu semuanya”? Masih ada satu yang belum hadir, yaitu dia yang paling muda, belum punya banyak pengalaman, orang yang tidak diperhitungkan di dalam keluarganya, sehingga dia disuruh untuk pergi mengembalakan kambing domba. Tetapi justru dialah ang dipilih oleh Allah.

Manusia seringkali menilai orang berdasarkan apa yang bisa terindrai. Ada orang yang kalau berdiri di depan cermin, membutuhkan waktu yang cukup lama. Tentu ada motivasi supaya penampilannya OK (kelihatannya cantik, cakep, dll). Ada yang sampai bawa cermin ke mana-mana supaya sedikit-sedikit lihat wajahnya, cantik nda ya hari ini? Kurang puas, lihat lagi….dan lagi….. Ini menunjukkan bahwa kita pun tanpa sadar seringkali mengukur orang berdasarkan penampilan luar. Bukan itu yang dilihat Allah. Allah melihat apa yang ada di dalam hati manusia.

Saya teringat akan pengalaman penilaian saya akan teman-teman seangkatan atau adik kelas waktu masih di Seminari Menengah. Ada yang wajahnya tidak terlalu meyakinkan sehingga pernah saya bertanya dalam hati, apakah orang model ini mau jadi imam? Sekarang ada sebagian dari mereka telah menjadi misionaris di Brasil, Afrika, dll. Sekali lagi, Tuhan menilai orang bukan berdasarkan apa yang dilihat oleh mata manusia, tetapi apa yang ada di dalam hati.

Saya yakin kita semua cukup mengenal diri kita sendiri. Dan saya yakin, kita lebih mengenal kekurangan kita daripada kelebihan yang ada di dalam diri kita. Bahwa lebih banyak dosa yang telah kita lakukan daripada kebaikan. Jika demikian, kita mungkin bertanya: mengapa Allah justru memilih saya dan bukannya orang lain?

Allah tidak hanya melihat dosa-dosa kita, tetapi Dia juga melihat kebaikan yang ada di dalam hati kita. Dia melihat potensi diri yang telah Ia letakan di dalam hati kita. Allah tidak melihat keadaan kita sekarang, tetapi keadaan kita nantinya. Allah percaya akan apa yang ada di dalam hati kita. Karena itulah Dia memilih kita. Ini adalah cara kerja Allah dan sangat mengagumkan direnungkan.

Tetapi sayang bahwa Setan pun melihat hal yang sama. Setan juga melihat kebaikan yang Allah letakan di dalam hati kita masing-masing. Dan karena Setan tahu rencana Allah atas diri kita masing-masing maka dia mencoba menyerang kita pada area-area di mana Allah justru mau berkarya melalui kita pada bidang itu.

Kita tentu ingat dosa-dosa yang telah dilakukan oleh Daud. Dia berzinah, dan sengaja membunuh Uria supaya bisa mendapatkan istrinya. Tetapi apa yang Allah katakan tentang Daud? “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.” (Kis 13:22). Nah kalau kita lihat tentang dosa dan kesalahan yang telah dilakukan oleh Daud, kita mungkin bisa bertanya: bagaimana mungkin Allah memuji Daud sampai segitunya? Itu karena Allah tidak hanya melihat kekurangan Daud, tetapi apa yang ada di dalam hati Daud, yaitu bahwa Daud ingin melakukan kehendak Allah dengan sepenuh hati. Dan justru melalui kesalahannya, Daud akhirnya menyadari bahwa Dia hanya berharap pada kekuatan Allah jika ingin melakukan kehendak Allah.

Daud pada awalnya merasa bahwa dia bisa melakukan kehendak Allah dengan kekuatannya sendiri tetapi akhirnya dia menyadari melalui dosa dan kesahannya bahwa dia tidak bisa bersandar pada kekuatan sendiri. Awal dari kejatuhan kita adalah jika kita berpikir bahwa kita bisa berbuat baik atau bisa melakukan kehendak Allah dengan kekuatan kita sendiri. Kita hanya menghadap Tuhan, kalau kita butuh bantuan. Tetapi kalau kita merasa kita bisa melakukan, maka lupa akan Tuhan. Allah kadang membiarkan hal-hal terjelek terjadi dalam diri kita untuk mengajarkan kita untuk rendah hati. Dan kerendahan hati ini merupakan suatu sikap yang penting dan utama dalam melakukan kehendak Allah. Bukan berarti Allah mengendaki kita melakukan dosa, tetapi melalui dosa itu Allah ingin membawa kita kepada sesuatu yang lebih baik.

Dari sini kita bisa belajar bahwa jika ingin melakukan kehendak Allah, maka kita pun harus memohon rahmat kekuatan untuk bisa menjalankan kehendak Allah tersebut. Jika tidak maka kita akan seperti Daud, jatuh dalam berbagai kesalahan dan dosa. Kita juga belajar dari Daud, pentingnya sikap pertobatan.

Jika kita ingin melakukan kehendak Allah dan kita mohonkan kekuatan untuk itu maka Allah pasti akan memberikan rahmat-Nya agar kita mampu menjalankan kehendak-Nya tersebut. Allah akan membuka jalan bagi kita. Hal ini kita lihat dengan jelas dalam bacaan I tadi. Ketika Samuel diminta untuk pergi ke Bethlehem, bagaimana tanggapan Samuel? ”Samuel menjawab Allah: ”bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya maka ia akan membunuh aku” jawaban ini adalah tanggapan manusiawi. Kita cendrung kuatir atau bahkan takut. Kita harus belajar untuk percaya dan berharap kepada Allah dan tidak usah terlalu kuatir akan apa yang sebenarnya tidak ada. Allah akan membantu kita untuk mengatasi semuanya itu. Inilah hal yang mesti kita kembangkan dalam hidup ini.

Filipi 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Mereka Kehabisan Anggur

Homili Minggu Biara II Tahun C_2010
Oleh Pastor Tonny Blikon, SS.CC

Bacaan
Yesaya 62:1-5.
1 Kor 12:4-11
Yoh 2:1-12

Pengantar:

Saudara dan saudariku…..
Hubungan antara Gereja dan Kristus seringkali digambarkan seperti hubungan antara pengantin dan mempelainya. Gereja adalah mempelai Kristus. Kristus datang ke dalam dunia ini agar gereja sebagai mempelainya bersukacita. Hal ini dilukiskan dengan sangat jelas dalam bacaan Injil hari ini tentang perjamuan nikah di Kana. Pada akhir Injil nanti kita akan mendengar petikan Injil sbb: ”Itulah tanda pertama yang dikerjakan Yesus di Kana wilayah Galelia dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya”. Pertanyaannya: percaya apa? Jelas percaya akan Yesus. Tetapi percaya apa mengenai Yesus? Mereka percaya bahwa Yesus adalah pengantin gereja.

Perayaan Ekaristi adalah perjamuan Nikah Anak Domba dimana Kristus adalah Penganti dan Kita (gereja) adalah mempelainya. Karena itu pantaslah kita bersukacita pada pagi hari ini. Kita akan memberi salam satu sama lain, seperti kita memberi ucapan selamat kepada pengantin dan mempelai pada suatu pesta pernikahan.

Salaman

Kita pantas bersukacita karena peristiwa yang akan kita rayakan ini, jauh lebih besar daripada mujizat perubahan air menjadi anggur. Dalam perayaan ini, Yesus datang kepada kita dalam symbol Roti dan anggur. Ia akan memberikan Tubuh dan Darah-Nya kepada kita sebagai makanan rohani yang menguatkan perjalanan peziarahan kita.

Marilah kita mempersiapkan hati kita agar kita layak bagi Kristus.


Homili:

Saudara dan saudariku….
Ketika merenungkan bacaan Injil hari ini, saya teringat akan sebuah pengalaman tahun lalu ketika melakukan penyelidikan kanonik atas sebuah pasangan yang hendak menikah. Selesai melakukan penyelidikan saya bertanya kepada mereka: “kapan anda mau diberkati?” Calon pengantin lalu menjawab: “kami belum bisa pastikan karena masih menunggu berita dari orang tua di Jawa. Orang tua akan mencari dan menentukan tanggal dan hari yang baik untuk pernikahan kami.”

Dalam budaya Jawa, seringkali orang percaya bahwa ada ‘hari-hari baik’ atau hari yang cocok untuk melangsungkan upacara pernikahan. Hal yang sama pun terjadi atas bangsa Yahudi.

Dalam bacaan Injil tadi kita mendengar: “pada hari ketiga (hari Selasa) ada perkawinan di Kana di Galilea.” Orang Yahudi umumnya memilih hari ketiga sebagai hari pernikahan karena menurut para rabi, itulah hari di mana ciptaan mengambil bagian dalam penciptaan (Kej 1;9-13).

Hari Pertama: Terang dan Gelap. Hari Kedua: Bumi dan Langit. Hari Ketiga: Daratan dan Lautan…..lalu Tuhan berfirman: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi."

Sekali lagi hari ketiga selalu dipilih sebagai hari pernikahan karena pada hari itulah ciptaan (daratan) mengambil bagian dalam penciptaan.

Juga satu hal yang mesti kita ketahui bahwa upacara pernikahan Yahudi biasanya berlangsung antara 7-14 hari (Kej 29:27, Hak 14:15). Para undangan biasanya diberitahu pada hari ke berapa ia boleh datang dan sejak saat itu ia boleh tinggal pada sampai pesta selesai. Orang yang diundang pada hari pertama biasanya anggota-anggota keluarga terdekat.

Yesus dan para murid-Nya diundang juga ke pesta perkawinan itu. Injil tidak menyebutkan pada hari ke berapa mereka datang. Tetapi Injil mencatat bahwa ketika Yesus dan para murid-nya tiba, Maria telah ada di situ. Nampaknya Maria datang ke pesta itu pada hari pertama. Itu berarti bahwa Maria punya hubungan dekat dengan pengantin dan ia dipercayai sebagai pengawas persediaan makanan dan minuman.

Dalam pesta pernikahan itu, terjadilah suatu musibah yaitu mereka kehabisan anggur. Dalam Perjanjian Lama, ’anggur’ seringkali digunakan sebagai simbol berkat Allah bagi umat-Nya.

Dalam Kitab nabi Hosea, kita mendengar keluhaan Allah atas umat Israel yang telah meninggalkan Allah dan beribadah kepada baal, sehingga Allah pun akan meninggalkan Israel. Hal ini dapat kita lihat dalam Hosea 2: 7-8) Allah berkata: ”Tetapi dia tidak insaf bahwa Akulah yang memberi kepadanya gandum, anggur dan minyak, dan yang memperbanyak bagi dia perak dan emas yang dibuat mereka menjadi patung Baal. Sebab itu Aku akan mengambil kembali gandum-Ku pada masanya dan anggur-Ku pada musimnya,....

Lebih lanjut nabi Hosea menulis: ”Janganlah bersukacita, hai Israel! Janganlah bersorak-sorak seperti bangsa-bangsa! Sebab engkau telah berzinah dengan meninggalkan Allahmu, ... Tempat pengirikan gandum dan tempat pemerasan anggur tidak akan memberi mereka makan, dan anggur akan mengecewakan mereka.” (Hosea 9:1-2).

Tetapi dalam kitab nabi Yoel, sang nabi melihat bahwa masa itu akan berakhir. Allah akan kembali mencurahkan berkat-Nya bagi Israel: “Pada waktu itu akan terjadi, bahwa gunung-gunung akan meniriskan anggur baru...”(Yoel 3:18).

Kutipan dari kitab nabi Yoel ini ingin saya kaitkan dengan peristiwa Injil hari ini.

Jadi pada masa Perjanjian Lama dikatakan bahwa jika umat meninggalkan Allah, maka mereka akan kekurangan anggur. Mereka akan kekurangan berkat. Tetapi pada saat Yesus datang ”gunung-gunung seakan meniriskan anggur baru.” Yesus menyediakan anggur yang paling baik. Ia menyediakannya dalam kelimpahan.

Saudara dan saudariku
Ketika Yesus lahir sebagai seorang manusia, terjadilah apa yang disebut sebagai ’pernikahan antara surga dan dunia; antara Allah dan manusia. Gagasan ini nampak jelas dalam bacaan I kita hari ini: ”Engkau tidak akan disebut lagi ’yang ditinggalkan suamimu’, dan negerimu tidak akan disebut lagi ’yang sunyi’ tetapi engkau akan dinamai ’yang berkenan kepada-KU’ dan negrimu ’yang bersuami’, sebab Tuhan telah berkenan kepadamu, dan negerimu akan bersuami. Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang harinya seorang memplelai melihat pengantinya perempuan, demikian Allahmu akan girang hati atasmu”.

Saudara dan saudariku
Kita kembali kepada Injil hari ini. Kehabisan anggur merupakan malapetaka yang besar bagi pengantin dan mempelai dalam bacaan Injil tadi. Pesta pernikahan itu akan kehilangan daya sukacita. Para tamu tidak lagi bersukacita. Mereka akan pulang sambil mengolok-olok pasangan itu. pengantin pasti merasa malu. Dalam hari-hari selanjutnya mereka pasti akan menjadi buah bibir / gossip masyarakat. Maria menyadari akan adanya bahaya ini, karena itu ia datang kepada Yesus dan berkata: ”mereka kehabisan anggur”.

Saudara dan saudariku
Cepat atau lambat, apa yang terjadi di Kana itu akan terjadi di dalam setiap bentuk panggilan hidup. Entah sebagai imam, biarawan dan biarawati ataupun dalam setiap bahtera perkawinan: Mereka kehabisan anggur. Apakah arti semuanya itu? Saya mengajak kita fokus hanya pada hidup perkawinan.

Hampir setiap perkawinan dimulai dengan suatu harapan yang tinggi. Setiap perkawinan dimulai dengan sebuah pesta. Pada saat itu kedua mempelai diayubahagiakan oleh keluarga, sahabat kenalan yang menunjukan perhatian dan cinta mereka dengan bunga-bunga serta berbagai macam hadiah. Setelah semuanya itu selesai mereka mungkin punya rencana untuk berbulan madu dengan penuh harapan serta mimpi-mimpi yang indah. Saat itu ‘anggur sukacita’ masih terus mengalir.

Setelah kembali berbulan madu, mereka memulai suatu hidup yang sesungguhnya: membentuk sebuah rumah tangga dan belajar untuk hidup bersama.

Pada awalnya mereka menemukan kebahagiaan karena merasa ditemani satu sama lain. Sang suami merasa bahagia karena ditemani oleh sang istri sedangkan sang istri merasa aman karena sang suami ada di sampingnya. Awal-awalnya tampak bahwa harapan dan mimpi-mimpi indah mereka selama ini telah terpenuhi. Anggur sukacita masih terus mengalir.

Tetapi… lama kelamaan, tak dapat dihindari bahwa munculnya masalah-masalah. Saat itu, ketegangan mulai timbul. Kekurangan-kekurangan di dalam setiap pribadi mulai nampak jelas. Mereka lantas menemukan bahwa ternyata mereka tidak menikah dengan seorang malaikat tetapi dengan seorang pribadi manusia yang terluka akibat dosa dan ke-ego-an. Mereka mulai kuatir akan kekurangan yang mereka temukan dalam diri satu sama lain. Bulan madu telah berlalu. Anggur sukacita telah habis.
Lantas apa yang harus dibuat? Banyak orang panic kalau hal itu terjadi dan memutuskan untuk lari. Tidak ada usaha dari mereka untuk membuat situasi kembali bahagia. Mereka tidak mau buat apa-apa. Mereka menyerah dan mengatakan: kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena itu lebih baik kita berpisah saja.

Kalau orang berpikiran demikian maka orang itu sangat egois. Pasangan yang bertindak demikian hanya mementingkan diri sendiri. Mereka telah mengambil semua yang yang baik yang ada pada pasangannya dan mulai mencari kebahagiaan di tempat yang lain tanpa adanya usaha dan kerja keras.

Saudara dan saudariku.
Ada banyak faktor mengapa orang mengalami ’kekurangan anggur’ dalam hidup perkawinan. Lantas pertanyaannya adalah siapakah yang menghabiskan ’anggur sukacita’ dalam keluargamu?

Teks Injil hari ini memberikan jawaban bahwa undangan datang lebih banyak dari yang disangka dan mereka tinggal lebih lama dari yang diharapkan. Ada 6 tempayan yang disediakan untuk upacara pembasuhan. 1 tempayan isinya sekitar 100 liter. Kalau 1 orang menghabiskan 1 liter air untuk membasuh ritual pembasuhan kaki, maka diperkirakan ada sekitar 600 orang atau lebih yang diundang.

Dalam kehidupan keluarga sekarang ini, Siapakah yang menghabiskan ”anggur sukacita” dalam keluargamu? Saya akan menjawab dengan kisah, dengan harapan semua bisa memahami.

Ada seorang Bapa datang kepada Pendeta dan bercerita: ”Ada orang yang tak diundang yang datang ke rumah kami dan manghabiskan anggur perkawinan kami. Istri saya yang salah. Dia tidak menutup pintu rumah. Sebaliknya, ia mempersilakan tamu tak diundang itu masuk. Dan mereka minum anggur itu sampai habis, ketika saya keluar bekerja.” Suami yang malang itu dengan suara yang rendah karena malu melanjutkan: ”Sejak saat itu, saya tidak pernah diberi minum anggur lagi oleh istri saya.”

Pendeta itu merasa kasihan suami tadi dan memutuskan untuk mereka bertiga bicara bersama. Apa yang ia dengar? Sang Istri berkata: ”Suami saya yang salah. Dia selalu tinggal lama-lama di kantor. Pulang kerja selalu larut malam. Setiap kali pulang kadang saya melihat bekas lipstik di kancing baju nomor 3. Dia tidak pernah memberi salam. Saya sudah mencoba berkali-kali dengna kata-kata manis, tetapi tidak mendapat jawaban. Selesai makan dia langsung membaca koran atau nonton TV. Pendeta pasti tahu bahwa wanita selalu ingin diperhatikan, disapa dengan lembut, dibelai. Ia tidak pernah lagi melakukan hal itu, karena itu ia pantas mendapatkan akibatnya.”

Saudara dan saudari
Hadirnya orang ketiga dalam pesta perkawinan anda atau kesibukan anda pada hal-hal lain yang menyita waktu sehingga anda tidak punya waktu untuk pasangan bisa membuat anggur sukacita dalam hidup perkawinan anda habis. Sukacita menjadi hilang.

Ingat saudara dan saudariku. Virus yang merusak ciptaan Allah masuk melalui kehidupan keluarga. Dan Allah melakukan pekerjaan ciptaan baru dengan cara memulihkan sukacita dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga.

Pada hari ketiga dalam penciptaan pertama, Allah menjadikan daratan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Dunia menjadi taman yang subur. Banyak tananaman tumbuh, salah satu diantaranya adalah pohon anggur. Tetapi buahnya yang dihasilkan rasanya masam, kecut dan tidak baik. Dalam Yesaya 5:1-2, kita baca: ”Aku hendak menyanyikan nyanyian tentang kekasihku, nyanyian kekasihku tentang kebun anggurnya: Kekasihku itu mempunyai kebun anggur di lereng bukit yang subur. Ia mencangkulnya dan membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur pilihan; ia mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya dan menggali lobang tempat memeras anggur; lalu dinantinya supaya kebun itu menghasilkan buah anggur yang baik, tetapi yang dihasilkannya ialah buah anggur yang asam.” Anggur dari ciptaan pertama sudah rusak karena dosa. Anggur itu kemudian merusak hidup manusia. Dikatakan bahwa Nuh mabuk karena anggur. Sukacita keluarga segera berubah menjadi dukacita. Suami-istri saling menuduh dan mempersalahkan. Adam menuduh Hawa, Hawa mempersalahkan ular.

Pekerjaan pemulihan itu terjadi pada ’hari ketiga’, yaitu pada pesta pernikahan di Kana. Hari ketiga menurut Injil-injil adalah hari kebangkitan. Dunia diperbaharui melalui kebangkitan Yesus; dan itu dikatakan pada hari ketiga. Jadi dengan mengatakan ’pada hari ketiga’ penginjil Yohanes mau mengajak kita masuk dalam karya penyelamatan Allah untuk dunia.

Saudara dan saudariku....
Yesus hadir dalam setiap bahtera hidup perkawinan. Dia mengingin agar keluarga sebagai gereja kecil bersukacia dalam hidup perkawinan. Paus Yoh. Paulus II (alm) pernah mengatakan ini kepada setiap pasangan keluarga: ”Percayalah akan kekuaran rahmat sakramen yang Yesus berikan pada hari pernikahanmu. Rahmat itu memperteguh ikatan perkawinan, dan membantumu untuk mengatasi segala persoalan dalam hidup bersama. Orang-orang yang menikah harus percaya bahwa rahmat sakramen pernikahan itu menjadikan mereka kudus. Melalui hidup perkawinanmu, kalian dipanggil untuk memberi kesaksian tentang cinta Kristus

Saudara dan saudariku
Menarik kalau kita melihat peranan Maria dalam peristiwa injil tadi. Yesus melakukan tanda-Nya yang pertama karena campur tangan Maria. Itu jelas. Karena itu saudara dan saudariku....dalam hidup berkeluarga, berdoa rosario secara bersama-sama merupakan senjata yang ampuh agar anggur sukacita terus mengalir dalam hidup perkawinan anda.

St. Yohanes Maria Vianey, pernah mengatakan seperti ini: “dihadapan tahta Puteranya, Maria senantiasa memohon seakan berkata begini: Lihatlah Puteraku, seperti di Kana, mereka kehabisan anggur: anggur damai jiwa, anggur hidup abadi, anggur kasih Ilahi dalam jiwa mereka, anggur sukacita. Ya Puteraku, hendaklah tergeraklah hatimu” Maria selalu waspada, penuh perhatian terhadap kesengsaraan kita, ia berjaga, ia berdoa, ia menjadi pengantara.

Saudara dan saudariku....
Mujizat yang terjadi di Kana merupakan pemenuhan akan ramalan nabi Yoel tadi: “Pada waktu itu akan terjadi, bahwa gunung-gunung akan meniriskan anggur baru...”(Yoel 3:18).

Dalam Yesus, Allah kembali berelasi dengan kita manusia. Dalam Yesus Allah kembali mencurahkan berkat-Nya yang melimpah bagi kita. Yesus mengadakan perjanjian baru antara Allah dan manusia dengan menumpahkan Darah-Nya bagi kita. Peristiwa itu kita kenangkan, kita rayakan dan kita hadirkan kembali dalam ekaristi ini. Dan Maria selalu ada dalam setiap perayaan Ekaristi. Dia senantiasa memohon kemurahan hati Puteranya bagi kita.

Saya akan mengakhiri renungan ini dengan doa yang seringkali kita doakan pada akhir rosario.

Salam ya ratu, bunda yang rahim, kehidupan penghibur dan pengharapan kami, salam. Kami orang buangan, anak hawa, berseru kepadamu. Kepadamu kami mohon dengan keluh kesah di lembah kedukaan ini. Maka tunjukanlah kepada kami, hai pembicara kami, wajahmu yang manis. Dan sesudah pembuangan ini, tunjukanlah kepada kami, Yesus Buah Tubuhmu yang terpuji. Ya Perawan yang murah hati. Penuh kasih sayang dan manis.

Doakanlah kami ya santa bunda Allah.
Supaya kami dalam menikmati janji Kristus
.

Marilah berdoa:
Ya Allah, Putera-Mu tunggul telah memperoleh pahala bahagia kekal bagi kami dengan hidup, kamtian serta kebangkitan-Nya. Semoga kami, dalam merenungkan peristiwa-peristiwa itu dalam doa Rosario Suci Santa Perawan Maria, dapat menelada isinya dan menerima yang dijanjikan-nya, karena Kristus Tuhan kami. Amin.