Minggu Prapaskah I - Tahun C - 2010

Bacaan
Ulangan 26:4-10
Roma 10:8-13
Lukas 4:1-13

Pengantar
Saudara dan saudariku
Bacaan injil hari ini berbicara tentang cobaan yang dialami oleh Yesus. Dikatakan bahwa: ”setelah setan tidak berhasil menggoda Yesus, ia mengundurkan diri menunggu waktu yang tepat”. Hal ini mengingatkan bahwa hidup kita merupakan suatu perjuangan tanpa henti melawan kejahatan. Dengan rahmat Allah, kita tentu berharap dapat mengalahkan kejahatan. Yesus yang dapat mengalahkan kejahatan memberikan kita kekuatan bahwa kita pun dapat mengalahkan kejahatan itu, terutama kejahatan di dalam diri kita.

Renungan

Saya akan mengawali permenungan kali ini dengan sebuah kisah imajinatif: ada seorang rahib yang amat suci dan terkenal. Dia ingin sekali mengetahui apa yang ada di dalam hati orang dan mencoba melakukan test sejauh mana orang-orang itu itu mengenal diri sendiri. Dia berdiri di depan pintu biara dan ada beberapa orang yang lewat di depannya. Orang pertama yang lewat, dia panggil dan mengundang masuk ke dalam pondoknya. Kemudian rabbi itu bertanya: “Seandainya anda menemukan sebuah dompet dengan jumlah uang yang banyak, kira-kira 2 juta rupiah. Apa yang akan anda lakukan?"

Orang pertama itu menjawab: “Saya pasti akan segera mengembalikan dompet beserta isinya itu kepada pemiliknya. Saya pasti akan bisa menemukan pemilik dompet tersebut karena di dalam dompet itu pasti ada kartu identitas dan alamatnya. Saya pasti akan mencarinya.

Bodoh, kamu”, kata rabbi itu.

Kemudian datanglah orang yang lain. Dengan cara yang sama, Rabbi itu mengundang dia masuk ke dalam pondoknya. Pertanyaan yang sama diajukan: “Seandainya anda menemukan sebuah dompet dengan jumlah uang yang banyak, kira-kira 2 juta rupiah. Apa yang akan anda lakukan?"

Orang kedua itu menjawab: “Saya tidak akan mengembalikan dompet dan uang itu. Saya tidak bodoh untuk membiarkan rejeki yang datang itu berlalu begitu saja”.

Mendengar jawaban orang kedua tadi, rabbi itu menjawab: “bajingan, kamu”.

Kemudian lewatlah orang yang ketiga. Sekali lagi Rabbi itu mengundang dia untuk masuk ke dalam pondoknya. Pertanyaan yang sama diajukan: “Seandainya anda menemukan sebuah dompet dengan jumlah uang yang banyak, kira-kira 2 juta rupiah. Apa yang akan anda lakukan?

Orang ketiga itu menjawab: “Saya bingung tentang apa yang harus saya lakukan dalam situasi seperti itu. Yang pasti, setan pasti akan menggoda saya untuk tidak mengembalikan dompet tersebut. Dapatkah saya mengalahkan godaan si jahat itu? Saya tidak tahu. Tetapi jika Allah memberikan saya rahmat kekuatan untuk mengalahkan bujukan dosa itu, maka saya pasti akan mengembalikan dompet beserta isinya kepada pemiliknya.”

Mendengar jawaban orang ketiga itu, sang Rabbi menjawab: “Kata-katamu sangat indah. Kamu sungguh orang yang bijaksana

Saudara dan saudariku
Rabbi tadi menyebut orang yang pertama: “Bodoh” mengapa? Karena orang itu nampaknya tidak mengenal dirinya sendiri. Orang pertama tadi merasa bahwa dengan kekuatannya sendiri dia dapat mengalahkan godaan atau kejahatan yang ada di dalam dirinya. Setiap kita dapat jatuh ke dalam dosa. Manusia jatuh ke dalam dosa, bukan karena dia lemah, tetapi karena ia merasa bahwa ia kuat.

Lantas, terhadap orang kedua tadi, sang Rabbi berkata: ”Bajingan, kamu” karena orang itu tidak lagi punya kesadaran akan moralitas yang benar. Dia mempersiapkan diri untuk mengambil atau mencuri sesuatu yang bukan dari dirinya. Dan nampaknya hal itu telah ia lakukan selama itu. untuk orang semacam itu, godaan dilihat sebagai kesempatan untuk memperkaya diri sendiri. Ia hidup dari keringat orang lain. Kalau di paroki kita, bukan orang menemukan uang sebanyak itu, tetapi masuk kamar pastor dan mencurinya. Nah itu lebih kurang ajar lagi.

Sedangkan kepada orang yang ketika sang Rabbi memujinya sebagai orang yang baik dan bijaksana. Mengapa? Karena orang ketiga tadi nampaknya sangat mengenal kelemahan yang ada di dalam dirinya. Dia berharap bahwa ketiga mengalami godaan, dia bisa mengatasi godaan tersebut dengan melakukan hal yang benar. Dan dia tahu, bahwa untuk melakukan hal yang benar, dia tidak bisa mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi dia berharap akan rahmat Allah. Dan karena itu, orang ketiga tadi nampkanya senantiasa mendekatkan dirinya pada Allah untuk memohonkan kekuatan ketika mengalami godaan.

Saudara dan saudariku.
Setiap kita ini lemah dan sangat rentan akan kejahatan. Tidak ada orang yang kuat terhadap godaan atau kejahatan. Ini adalah suatu kebenaran yang mungkin selalu menggusik kita. Saya kira persoalan terbesar orang zaman ini adalah gagal mengenal diri sendiri untuk mengakui kejahatan yang ada di dalam dirinya dan bagaimana menyikapi hal itu.

Kita memang harus melawan kejahatan. Pertama, kejahatan yang ada dalam masyarakat. Kedua, kejahatan yang ada di dalam diri kita sendiri; dan ini adalah usaha yang paling sulit.

Pertama, soal kejahatan yang ada di dalam masyarakat. Salah satu kejahatan yang ada di dalam masyarakat yang menjadi sorotan kita tahun ini adalah kemiskinan. Tema APP kita adalah: ”Mari bekerja sama melawan kemiskinan

Paus Benediktus XVI dalam ensikliknya yang kedua ”Caritas in Veritate” mengatakan bahwa ”semua usaha di bidang ekonomi dan keuangan tidak bisa tidak harus juga mempertimbangkan untuk kebaikan banyak orang, dan tidak untuk diri sendiri.

Selama masa prapaskah ini kita diajak untuk menyangkal diri, berarti kita tidak boleh hanya berpikir untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga memikirkan kesejahteraan orang lain. Kesejahteraan itu tidak berarti terpenuhinya segala kebutuhan kita. Tetapi Paus menegaskan bahwa tidak ada kesejahteraan yang sejati jika masih ada orang lain di sekitar kita yang tidak sejahtera! Karena itu, Bapak Uskup kita tahun ini mengajak kita semua: ”Mari bekerja sama melawan kemiskinan”. Melalui bahan-bahan pendalaman APP, semoga iman kita bertumbuh dalam suatu tindakan yang nyata.

Salah satu tindakan melawan kemiskinan yaitu bermatiraga dengan menyisihkan sebagian dana dari kebutuhan harian kita dengan memasukan untuk kebutuhan orang miskin. Itu kita lakukan melalui amplop Paskah. Akan tetapi umat selalu mengisih amplop paskah itu pada akhir masa prapaskah jika ketua lingkungan mulai mengumpulkannya. Nah ini bukan maksudnya, tetapi dana itu harus disisihkan setiap hari.

Kedua, soal kejahatan yang ada di dalam diri kita sendiri. Setiap kita terlahir dalam keadaan berdosa. Mzm 51: 7 ”Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakan, dalam dosa aku dikandung ibuku.” sehingga melakukan sesuatu yang baik dan benar adalah hal yang tidak mudah. Hal yang paling sulit adalah mengalahkan diri sendiri.

Bacaan Injil hari ini menampilkan kisah tentang godaan yang dialami oleh Yesus. Godaan yang dialami oleh Yesus adalah godaan setiap umat Kristiani sepanjang zaman: yaitu godaan untuk hidup dengan mengandalkan barang-barang materi, godaan untuk mencari kemuliaan sendiri daripada kemuliaan Allah dan godaan untuk tidak beribadah kepada Allah tetapi menyembah kepada kekuatan-kekuatan duniawi atau bahkan kekuatan-kekuatan jahat.

Dalam Injil tadi dikatakan bahwa setelah tidak berhasil menggoda Yesus, setan mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang tepat.

Rasul Petrus mengingakan kita: ”Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh..." (1 Pet 5: 8-9).

Nah...bagaimana kita dapat mimiliki iman yang teguh kalau kita tidak pernah berdoa? Orang ketiga dalam kisah imajinatif tadi, dipuji oleh Rabbi sebagai orang yang bijaksana karena dia tahu kelemahannya dan karena itu dia senantiasa berusaha untuk dekat dengan Tuhan agar diberi kekuatan. Demikianpun hendaknya kita. Kita tidak bisa mengandalkan kekuatan kita sendiri.

Saudara dan saudariku
Allah senantiasa ada bersama dengan kita dalam perjuangan dan pergulatan kita melawan kejahatan. Dia akan mau membantu kita jika kita mohon kepadanya. Semoga bersama St. Paulus, kita pun dapat berkata: ”Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Flp 4:13). Amin.


Pastor Tonny Blikon, SS.CC
Paroki Sta. Odilia - Citra Raya - Tangerang

Minggu Biasa V - Tahun C - 2010

Bacaan
Yes 6:1-2,3-8 1 Kor 15:1-11 Luk 5:1-11

Renungan:
Saya akan mengawali permenungan saya atas bacaan-bacaan hari ini dengan sebuah kisah imajinatif. Tetapi sebelum bercerita, saya ingin bertanya: bagaimana perasaanmu kalau saat ini, juga Yesus menampakan diri-Nya kepadamu?

Ada seorang yang bergabung dalam sebuah kelompok koor dalam sebuah paroki. Orang itu memang tidak bisa menyanyi sama sekali. Setiap kali dia menyanyi pasti mengundang orang tertawa karena suaranya memang out of tune. Pada suatu ketika, pemimpin koor mendekati orang itu dan mengatakan “anda lebih baik tidak bergabung dengan koor ini karena anda tidak bisa membaca not dengan tepat”. Tetapi ada beberapa anggota mengusulkan agar orang itu diberi kesempatan lagi untuk berlatih lebih banyak. Jadi ada pro dan kontra di dalam koor itu. Akhirnya pemimpin koor itu datang kepada pastor kepala untuk mengeluh. Dia bahkan mengatakan: “Tolong pastor…minta orang itu supaya jangan bergabung dengan koor kami soalnya suaranya seperti kaleng pecah. Saya akan (mutung) berhenti melatih koor kalau masih ada dia”. Akhirnya pastor itu datang kepada orang tadi dan mengatakan: ”Saudariku yang baik. Saya kira mungkin lebih baik anda tidak lagi bergabung dalam koor ini.” Orang itu kaget mendengar perkataan sang pastor tadi dan balik bertanya: ”mengapa saya harus meninggalkan koor?” Sang Pastor menjawab: ”ada cukup banyak orang mengatakan bahwa anda tidak bisa menyanyi dengan baik. Suaramu cempreng dan sangat mengganggu”. Lantas orang itu menjawab: “Oh…itu tidak apa-apa pastor dibandingkan dengan hal yang satu ini. Ada cukup banyak umat yang mengatakan bahwa “anda tidak bisa berkotbah dengan baik. Setiap kali misa, anda selalu membawa buku kotbah orang lain dan membacanya”. [Kisah ini tidak terjadi di paroki kita, meskipun ada pastor kita yang selalu baca buku kotbah orang lain].

Saudara dan saudariku
Bacaan-bacaan hari ini menunjukkan bahwa Allah bisa menggunakan siapa saja untuk melaksanakan kehendak Ilahi-Nya. Dalam bacaan pertama tadi kita mendengar kisah tentang panggilan nabi Yesaya. Dalam bacaan kedua, tentang panggilan Paulus dan dalam bacaan Injil kita mendengar kisah tentang panggilan Petrus dan rasul-rasul yang lain. Kita lihat bagaimana reaksi orang-orang ini ketika menyadari bahwa mereka tengah berada dalam kemuliaan Allah? Semuanya merasa sebagai orang yang tidak mampu dan pantas di hadapan Allah.

Dalam Yes 6:5, kita baca reaksi Yesaya ketika ia melihat kemuliaan Allah: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam."

Rasul Paulus mengakui dalam 1 Kor 15: 9: “….aku adalah yang paling hina dari semua rasul, bahkan tidak layak disebut rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah.” Sedangkan Petrus dalam bacaan injil tadi mengatakan: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." (Luk 5:8) (komentar atas perasaan orang)

Saudara dan saudariku
Perasaan tidak pantas di hadapan Allah boleh jadi merupakan suatu tanda jiwa seseorang telah merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Atau perasaan tidak pantas merupakan tanda bahwa jiwa seseorang telah menyadari akan panggilan Tuhan di dalam dirinya. Itulah sebabnya, kerendahan hati merupakan kebajikan utama yang penting dalam menjalankan sebuah panggilan rohani. Kerendahan hati itu tidak sama dengan rendah diri. Orang yang selalu merasa rendah diri, boleh jadi merupakan tanda bahwa orang itu tidak pernah mengalami kehadiran Allah di dalam hidupnya. Atau tidak pernah menyadari panggilan Tuhan di dalam dirinya.

Saudara dan saudariku.
Suatu hal yang pasti adalah ketika kita mengakui keberdosaan dan ketidakpantasan di hadapan Allah, maka Allah akan mengulurkan kasih-Nya, menjamah kita serta memampukan kita untuk menjalankan kehendak Sabda-Nya.

Dalam peristiwa panggilan Yesaya dikatakan bahwa setelah Yesaya mengakui ketidakpantasan dan keberdosaannya di hadapan Allah, Allah justru mengambil inisiatif. Dikatakan bahwa “seorang Serafim terbang mendapatkan dia. Di tangan Serafim itu ada bara api dan menyentuhkan pada mulut Yesaya serta berkata: "Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni." (Yes 6:6-7).

Dalam peristiwa panggilan Petrus dan para murid yang lain, Yesus mengatakan: “Jangan takut, sebab mulai sekarang engkau akan menjala manusia”. Jadi kita bisa melihat bahwa baik Yesaya maupun Petrus dipanggil untuk suatu tugas pelayanan yang suci bukan karena kemampuan yang ada pada diri mereka, melainkan semata karena rahmat dari Allah. Itulah sebabnya, rasul Paulus dapat berkata: “karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang,” (1 Kor 15:10).

Saudara dan saudariku.
Selain kerendahan hati sebagai kebajikan yang utama dalam menjalankan suatu panggilan rohani, dalam ketiga bacaan hari ini, kita bisa melihat adanya kesamaan di antara Yesaya, St. Paulus dan Rasul Petrus dipanggil untuk suatu tugas yang suci, yaitu kesediaan untuk menjalankan tugas itu dan juga bersedia dibimbing oleh Yesus. Dalam panggilan Yesaya, setelah ia mendengar suara yang mengatakan: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Maka jawab Yesaya: "Ini aku, utuslah aku!" (Yes 6:8).

Dalam panggilan rasul Petrus dan murid-murid yang lain, dikatakan bahwa “mereka pun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus” (Luk 5:11). Mereka tidak lagi menoleh ke belakang. Sedangkan rasul Paulus, yang banyak berjerih lelah demi injil, melebihi rasul-rasul yang lain yang telah dipanggil lebih dahulu, mengatakan dengan jujur: “…. bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.” (1 Kor 10:15).

Jadi saudara dan saudariku, perasaan tidak pantas dan tidak layak tidak cukup membuat seseorang dapat menjalankan sebuah tugas perutusan. Tetapi perasaan tidak pantas itu harus diikuti dengan kesediaan diri untuk diutus. Nah…yang sering terjadi di paroki kita, terutama dalam hal pemilihan ketua lingkungan atau seksi-seksi, orang seringkali hanya berhenti pada rasa tidak layak dan pantas. Hanya sampai di situ saja. Mereka tidak mau berlangkah pada tahap yang berikut adalah menyediakan diri. Kalau soal pantas dan tidak pantas, siapa sih yang pantas di hadapan Allah? Tidak ada orang. Yesaya, Paulus dan Petrus mengakui hal itu. Tetapi mereka mau memberi diri bagi tugas perutusan yang dipercayakan kepada mereka. Mereka mau membiarkan diri dibimbing oleh Sabda Tuhan. Dan kita tahu hasilnya: Luar biasa.

Hal ini dapat kita lihat dalam bacaan Injil tadi. Petrus dan rasul-rasul yang lain telah bekerja sepanjang malam tetapi tidak mendapatkan seekor ikan pun. Mereka bekerja keras dengan mengandalkan kemampuan dan kemahiran mereka. Tetapi ternyata tidak sesekor pun yang mereka tangkap. Seakan-akan tidak ada sesekor ikan pun yang hidup di dalam danau itu. Lantas, pada pagi hari mereka berjumpa dengan Yesus. Yesus menyuruh Petrus untuk melemparkan jalanya. Sesuatu yang aneh sebetulnya.

Bagi yang suka mancing di laut pasti tahu bahwa waktu yang tepat untuk mancing adalah pada malam hari. ini. Sebagai seorang nelayan, Petrus pasti tahu bahwa pagi atau siang hari merupakan saat yang tidak tepat untuk menebarkan jala. Tetapi Petrus tetap saya melakukan apa yang Yesus perintahkan. Ia berkata: ”...tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga". Ini adalah suatu lompatan iman. Petrus berani melakukan apa yang berada di luar pemikiran manusia. Dan memang hasilnya luar biasa.

Saudara dan saudariku…
Hari-hari ini dalam paroki kita, ketika masa kepengurusan Dewan Harian dan seksi-seksinya hampir berakhir, Allah terus bertanya kepada setiap kita: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?”. Tuhan masih terus membutuhkan orang-orang yang bersedia diutus seperti Yesaya untuk mewartakan Sabda Allah di kalangan sendiri. Atau seperti Paulus, yang diutus untuk mewartakan kabar sukacita kepada segala bangsa. Atau seperti Petrus, yang memberi kesaksian tentang Yesus di tempat ia berkarya, kepada rekan-rekan kerjanya agar mereka pun mengenal dan mengikuti Yesus.

Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?”. Jika anda merasa pantas, maka ketahuilah bahwa Allah dapat menggunakan anda. Hanya saja, anda harus mengambil konseskuensi dari tugas perutusan itu dengan menjawab: ”Ini aku, utuslah aku”. Tuhan memang tahu bahwa anda dan saya tidak mampu dan tidak pantas, tetapi dia akan memberikan kita kemampuan untuk menjalankan tugas perutusan kita sebagaimana ia lakukan kepada Yesaya, St. Paulus dan St. Petrus. Amin.

Jumad Pertama Februari 2010

Bacaan:
Sirach 47:2-11.
Injil Mark 6:14-29

RENUNGAN
Dalam bacaan-bacaan hari ini, kita lihat ada 3 cara manusia bersikap atas dosa. Cara pertama, kita lihat dalam pribadi dan cara Herodias. Herodias terlibat dalam perselingkuhan dengan Herodes. Dia tahu bahwa itu salah, tetapi dia tidak mau bertobat. Ada orang yang menegur dia tentang dosa dan kesalahan yang telah ia lakukan, yaitu Yohanes Pembaptis. Akan tetapi Herodias malah berusaha untuk menyingkirkan Yohanes Pembaptis, supaya hati kecilnya tidak selalu diganggu. Dengan demikian dia mau menunjukkan bahwa apa yang ia lakukan itu benar. Herodias seakan berkata: “saya akan menyngkirkan Yohanes Pembaptis maka tidak ada orang yang akan mengatakan bahwa apa yang saya lakukan ini adalah salah”.

Cara kedua, dapat kita lihat dalam pribadi Herodes. Dia tahu bahwa apa yang ia lakukan itu salah, tetapi ia tidak suka bahwa Yohanes Pembaptis menegur dia. Dia tahu bahwa apa yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis itu benar, tetapi ia tidak mau kalau kebenaran itu mengganggu dia. Ia sungguh menikmati perselingkuhan itu, maka dia tidak mau menggubah cara hidupnya. Hatinya terjebak di antara cinta diri dan kenikmatan.

Saya yakin bahwa di dalam hati dan pikiran Herodes ada pergulatan seperti ini: “apakah saya harus melakukan apa yang benar? Atau saya terus melanjutkan apa yang telah salah saya lakukan selama ini? Saya tahu bahwa sebetulnya saya ingin melakukan apa yang benar.....tetapi saya sungguh menikmati kesalahan yang telah saya lakukan.......”

Dari pergulatan itu, Herodes akhirnya mengambil jalan untuk tetap melakukan dosa sekalipun hal itu tetap mengganggu kesadaran dan suara hatinya. Dan apa yang terjadi di kemudian hari? Kesadaran dan suara hatiya menjadi tumpul sehingga ia tidak lagi peduli dengan apa yang disebut sebagai kebenaran.

Cara ketiga, kita dengar dalam bacaan I tadi yaitu tentang Daud. Daud ingin sekali melayani Tuhan. Kita tahu bahwa Daud telah melakukan banyak kesalahan dan dosa di hadapan Tuhan.

Dalam bacaan hari rabu kemarin dari 2 Sam 24: 2, 9-17; di katakan bahwa Daud mulai menunjukan sikap kurang percaya kepada Allah. Ia tidak percaya bahwa Allah akan memberikan bantuan dalam hal apapun yang ia perlukan termasuk bisa penyediakan pasukan bagi Daud. Daud memerintahkan untuk menghitung berapa jumlah orang yang layak menjadi tentara. Hal ini sebenarnya dilarang oleh Allah karena melakukan hal itu berarti tidak lagi percaya kepada Allah. Akibat dari dosa Daud ini dirasakan oleh seluruh rakyat. Dosa Daud yang sangat memalukan adalah mengambil Betsheba, Istri Uria, untuk dijadikan selirnya.

Tetapi dalam bacaan I tadi kita mendengar bahwa semua dosa dan kesalahan Daud itu diampuni oleh Tuhan? Mengapa? Karena Daud bertobat. Dan setelah bertobat, Daud lebih sungguh-sungguh lagi ingin melayani Tuhan.

Saudara dan saudariku….
Tiga cara bersikap atas dosa yang saya jelaskan tadi, bisa merupakan 3 kemungkinan cara kita pun bersikap atas dosa.

Pertama, ketika kita berdosa, kita bisa saja berkata: “Saya memang telah berdosa, tetapi peduli amat. Malah kita berusaha untuk mencari pembenaran atas dosa itu. Ada banyak orang yang setelah melakukan kesalahan dan dosa, berusaha untuk melakukan pembenaran atas tindakan dosa mereka itu. Sama seperti Herodias tadi.

Kedua, ketika kita berdosa dan ada orang menegur kita, tetapi kita berkata: “anda benar…apa yang saya lakukan ini salah…” Kita mengakui bahwa kita salah tetapi tidak mau berhenti berdosa. Hal ini nampak dalam sikap Herodes.

Ketiga, ketika kita berdosa…ada yang memperingati kita, dan kita pun dengan menyesal berkata: “Anda benar….saya telah berdosa, saya perlu bertobat. Inilah yang dilakukan oleh Daud.

Inilah 3 kemungkinan cara kita dapat bersikap atas dosa. Mau pilih yang mana? Kita mungkin akan menjawab, yang ketiga. Tetapi kalau jujur terhadap diri kita sendiri, maka kita dapat menemukan bahwa ketiga cara bersikap atas dosa ini, juga kita lakukan dalam hidup kita.

Kalau kita lihat tentang dosa yang dilakukan oleh Daud adalah sangat memalukan. Seorang raja berselingkuh. Hari jumad kemarin saya memberi retret kepada anak-anak SMK St. Maria Mediatrix, dan banyak dari mereka adalah non Kristen. Dan kebetulan bacaan I adalah kisah tentang Daud dan Bersyeba. Ketika bacaan I dibawakan, dalam hati, saya merasa malu. Pikiran saya, aduh...bisa-bisa yang non Kristen akan berkata....masa sih KS orang Kristen berisi tentang perselingkuhan? Sekali lagi, sangat memalukan, tetapi semuanya itu diampuni.

Saudara dan saudariku
Jika dosa Daud itu bisa diampuni karena ia jujur mengungkapkannya dan bertobat maka dosa kita pun pasti bisa diampuni, asalkan kita mengungkapkannya dengan jujur dan setelah itu bertobat. Di sinilah pentingnya sakramen rekonsiliasi – yang tidak sangat popular bagi orang Katolik.

Sudah seringkali saya mengatakan dari mimbar sini, apa yang saya kutip dari catatan harian St. Maria Faustina. Dalam suatu penampakan-Nya, Yesus mendesak St. Faustina untuk mengatakan hal ini kepada kita semua: ”Hai pendosa, janganlah engkau takut pada Penyelamatmu. Akulah yang pertama berinisiatif datang kepadamu karena Aku tahu bahwa dengan kekuatanmu sendiri, engkau tak dapat datang kepada-Ku. Anakku...janganlah menjauhkan dirimu dari Bapamu. Jujurlah berbicara dengan Aku. Aku ingin berbicara denganmu tentang pengampunan. Aku ingin mencurahkan rahmat-Nya atas dirimu. Betapa Aku mengasihi jiwamu. Aku telah menuliskan engkau pada telapak tangan-Ku. Namamu terpahat dalam pada luka Hati-Ku. .... Anak-Ku...apakah engkau takut pada Allahmu yang Maharahim? Kekudusan-Ku tidak menghalangi Aku menunjukkan kerahiman-Ku kepadamu. Lihatlah...untukmu Aku telah mendirikan suatu tahta kerahiman di dunia ini – Sakramen Rekonsiliasi – dari sana Aku rindu memasuki hatimu. Engkau bisa datang kepada-Ku setiap saat dan kapanpun engkau mau. Aku ingin berbicara kepadamu. Aku rindu mencurahkan rahmat pengampunan kepadamu....”

Saudara dan saudariku.
Jika kita tidak peduli atas dosa-dosa kita atau mencoba untuk menutupi dosa-dosa itu, maka tidak akan ada pengampunan karena kita belum bertobat. Dosa yang tidak dapat diampuni adalah dosa sikap keras hati yang tidak mau bertobat. Kita menolak untuk menerima kerahiman Allah, maka itu adalah dosa melawan Roh Kudus, dan kita tidak akan diampuni jika kita tidak mau bertobat. Saya kira, tidak begitu banyak orang datang kepada sakramen rekonsiliasi karena kurangnya kesadaran orang untuk bertobat.

Saudara dan saudariku.
Kembali kepada bacaan-bacaan hari ini. Kita bisa bertanya kepada diri sendiri: seberapa dalamkah kita rindu untuk melayani Allah? Apakah hati kita terjebak dalam kenikmatan dosa, sehingga tidak mau bertobat? Atau apakah kita memang tidak mau peduli sama sekali dengan dosa dan salah kita?

Ada begitu banyak orang Katolik yang menggunakan alat kontrasepsi dan tidak mau mengakui bahwa itu adalah dosa. Mereka berusaha untuk mencari pembenaran melalui ilmu pengetahuan dengan mengatakan gereja harus berubah dalam ajaran moralnya. Mereka seperti Herodias yang berusaha untuk mencari pembenaran diri. Atau ada orang yang berusaha mencari pembenaran diri dengan mengatakan ini: ”Pastor juga kan manusia?” Benar itu. Saya mengakui bahwa kami adalah manusia dan tetap manusia. Kami seperti bejana tanah liat yang rapuh yang mudah pecah, tetapi di dalam diri kami terkandung sebuah harta surgawi. St. Yohanes Maria Vianney, pada suatu kesempatan menunjuk kepada Bapa pengakuannya dan mengatakan ini: ”itulah dia, orang yang membukakan pintu surga bagi saya”

Yesus sendiri dalam penampakan kepada St. Maria Faustina, mengatakan: ”yang kamu hadapi di sana bukanlah seorang manusia, tetapi Aku sendirilah yang akan bertindak melalui imam-Ku. Aku akan mencurahkan pintu kerahiman-Ku selebar-lebarnya bagi jiwa yang datang kepada-Ku dengan penuh kepercayaan”. Jadi, jangan berusaha untuk mencari pembenaran diri atas dosa.

Atau ada yang seperti Herodes. Kita tahu bahwa kita telah melakukan dosa, tetapi kita mengakuinya dengan sikap setengah-setengah karena kita sebenarnya tidak mau bertobat.

Ada yang seperti Daud. Dia tahu bahwa dia telah berdosa, tetapi dia bertobat dan dengan sungguh mengarahkan hatinya kepada Allah.

Saudara dan saudariku.
Tak peduli seberapa besarnya dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan, tetapi jika ingin bertobat dan ingin melayani Tuhan dengan sepenuh hati, maka dosa kita pun akan diampuni. Dengan demikian, kita akan semakin mampu memuji dan memuliakan Allah. Kita akhirnya dapat mengakui bahwa hidup kita ini semata-mata karena kasih dan kerahiman dari Allah sehingga kita semakin dapat mencintai-Nya dengan segenap hati, dengan segenap kekuatan dan dengan segenap akal budi kita. Amin.