Rahasia Kegembiraan Jiwa

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC.

Aku menerima sebuah pesan melalui blackberry yang bernuansa kasih dan perhatian terhadap sesamanya tertanggal 22 Oktober 2011 pukul 11.33 : “Selamat siang Romo. Ada umat lingkungan saya yang berumur tujuh puluh empat tahun terbaring di rumah sakit hampir satu minggu. Ia sudah menderita penyakit levernya selama tiga tahun. Saat ini kondisinya sangat kritis. Apakah Romo bisa mendampingi ibu ini dan memberi kekuatan baginya ?” Pemohonan yang membuat aku malu untuk tidak berangkat melayaninya. Kondisinya sangat lemah dan hampir tidak sadarkan diri. Saudara-saudari kandung dan anak-anaknya mengilinginya dengan wajah-wajah ceria. Ini menandakan bahwa ia sangat dikasihi mereka. Kasih itu pasti membuatnya tidak dikalahkan dengan penyakit yang menggerogotinya. Semua yang hadir malam itu terkejut karena ia tiba-tiba membuka mata dan menangis sesenggukan seperti anak kecil ketika mendengar sebuah lagu pujian yang dilantunkan. Pertama kali aku kira tangisannya itu merupakan ungkapan kesedihannya atas penyakit yang dideritanya. Ternyata tangisan tersebut adalah tangisan kebahagiaan. Kebahagiaannya terungkap dalam perkataannya yang tersendat-sendat, tetapi jelas maksudnya : “Aku dengar semua ….. aku gem…. bi…. ra” . Kata-kata ‘aku gembira’ membuat suasana kamar perawatannya dipenuhi dengan sukacita. Aku takjub bahwa ia mengungkapkan kegembiraan di tengah pergulatan terhadap penyakit yang pelan-pelan menghabiskan tubuhnya. Kasih Tuhan dalam Hosti yang ia terima menjadikan dia tetap gembira di tengah kerapuhan fisiknya. “Terimakasih ibu, engkau telah memberi pencerahan iman secara nyata. Tubuh ini boleh hancur lebur, tetapi kegembiraan jiwa tidak akan pernah lenyap di telan usia ataupun penyakit-penyakit yang menghancurkan keindahan fisik ini karena iman akan Tuhan”, kataku pada diriku sendiri.

Kegembiraan jiwa perlu dipelihara dan dihidupi dengan pelayanan kasih. Pelayanan kasih adalah pelayanan yang dilakukan dengan sukacita karena mendapatkan kesempatan untuk memuliakan Tuhan : “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu (dari roh) seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23). Pelayanan kasih akan mengalirkan pemenuhan kegembiraan dalam jiwa. Pelayanan kasih bukan hanya kata-kata yang menunjukkan kepandaian dan luasnya pengetahuan iman dalam diskusi di group-group blackberry. Kata-kata memang bisa mendatangkan decak kekaguman, tetapi pelayanan kasih tidak berhenti di arena keindahan diskusi. Singsingkanlah lengan baju dan lakukanlah perbuatan kasih, maka jiwa ini akan selalu diberi makanan nutrisi ilahi. Lakukanlan hal-hal kecil dengan cinta yang besar, maka jiwa akan terus memancarkan kegembiraan rohani, baik bagi diri sendiri atau sesama yang dilayani karena selalu dilingkupi dengan kasih : “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya” (Yohanes 14:21).

Dengan melakukan perbuatan kasih, jiwa selalu dibebaskan dari keeegoisan, kekerasan, dan kebengkokan, tetapi selalu diisi dengan ketaatan kepada Tuhan : “Kamu akan Kuberikan hati yang baru , dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat” (bdk. Yeh 36:26). Melatih jiwa dengan perbuatan kasih menghindarkan diri dari lubang kebinasaaan yang digali iblis. Lubang kebinasaan itu namanya ‘penipuan diri’ : “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri” (Yakobus 1:22). Penipuan diri membawa jiwa masuk ke dalam kesengsaraan karena berhadapan dengan teguran suara hati.

Menyambut kesempatan melalukan perbuatan kasih sebagai berkat merupakan sebuah cara untuk terus menyalakan kegembiraan di ruang jiwa. Ada suatu kerinduan untuk semakin memenuhi jiwa dengan kasih. Kegembiran sempurna adalah kebersatuan dengan Tuhan Allah yang adalah Kasih. Kasih merupakan atribut Tuhan Allah : “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yohanes 4;8). Tuhan memberkati



Pengetahuan Dasar Iman Katolik

Sakramen

Arti sakramen : Tanda dan Sarana Keselamatan Allah melalui Kristus yang sekarang dipercayakan kepada Gereja. Unsur-Unsur Sakramen : a) Keselamatan, yaitu hidup bersama Allah; b) Yesus Kristus yang memulihkan kebersamaan manusia dengan Allah yang telah dirusak oleh dosa : “…. Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyai dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10) c) Gereja yang menghadirkan kebersamaan dengan Yesus dalam pengalaman sehari-hari. Ada tujuh sakramen. Dasar dari ketujuh sakramen itu : apa yang dibuat oleh Yesus dalam hidup dan karya-Nya. Ketujuh sakramen itu dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu A. Sakraman inisiasi : 1. Sakramen Baptis, 2. Sakramen Krisma, 3. Sakramen Ekaristi, B. Sakramen Penyembuhan : 4. Sakramen Tobat, 5. Sakramen Pengurapan Orang Sakit, C. Sakramen Penopang Kebersamaan : 6. Sakramen Perkawinan, 7. Sakramen Imamat. Tuhan memberkati (Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC).

Curhat kepada Tuhan

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

“Jumat kelabu”, kataku. Sore itu batinku sudah siap untuk merayakan Misa di salah satu lingkungan di Balaraja. Konsentrasiku menjadi berantakan karena menerima telefon dari seorang ibu : “Romo, tolong datang segera ke lingkungan kami karena seorang anak muda meninggal dunia. Ia meninggal dunia karena kecelakaan dan akan dimakamkan malam ini juga”. Setelah mendapatkan pengganti misa lingkungan, aku meluncur ke rumah duka (rumahnya sendiri). Perjalanan satu setengah jam lamanya sungguh melelahkan. Karena paniknya, aku menerabas lubang-lubang jalanan, sedalam kubangan kerbau. Mobilku pun tergoncang-goncang seperti kapal dihempas ombak di tengah lautan.

Aku terpana melihat air mata kesedihan orang tuanya atas kepergian anaknya yang berusia tiga belas tahun. Anaknya meninggal dunia karena kecelakaan tragis yang berakar dari kemiskinan. Sang ayah bekerja sebagai cleaning service. Gajinya pasti tidak cukup untuk menghidupi ketiga anaknya. Ia sering masih sulit memenuhi kebutuhan pokok, seperti makanan, bagi keluarganya. Anaknya itu harus menempuh jarak berkilo-kilo meter jauhnya untuk pergi ke sekolah. Untuk mengirit biaya transportasi, anak itu mencoba menumpang truk bak terbuka ketika pulang sekolah. Ketika mencoba naik ke bak truk itu, ia terpeleset dan jatuh sehingga tubuhnya terlindas ban kendaraan tersebut. Ia meninggal saat itu juga. Perasaan bersalah dan kehilangan menghantam orangtuanya. Mereka berkali-kali menangis sambil memegangi jenasah anaknya di peti jenasah yang diletakkan di lantai di rumahnya yang kecil dan sederhana. Mereka tidak mempunyai bangku untuk meletakkan jenasah anaknya. Tenggorokanku seakan-akan tersumbat mendengarkan isak tangis mereka sehingga aku tidak mampu mengeluarkan kata dalam homili. Setelah Misa berakhir, aku duduk bersama orang tuanya dan saudara-saudarinya di depan jenasahnya. Aku memegang kedua bahu kedua orangtuanya dan bersama-sama memasangkan sebuah rosario di tangan anaknya itu. Tangisan mereka reda karena merasa ada penghiburan rohani bahwa anaknya pasti masuk surga. Sebelum jenasahnya diberangkatkan ke tempat peristirahatannya, ibunya mengatakan : “Aku tidak tahu apa yang Tuhan mau dengan kejadian ini. Akan tetapi, aku yakin pada saatnya akan dibukakan Tuhan bagiku”.

Kehidupan semakin hari semakin sulit dan menegangkan. “Masihkan kasih Tuhan dapat dikatakan di tengah kejadian-kejadian tragis manusia”, tanyaku. Jawabannya : aku harus berani menghidupkan imanku di tengah kesesakan hidup. Aku tidak akan membatasi kuasa Tuhan. Kesesakan merupakan jalan untuk mengerti kuasa-Nya. Kuasa Tuhan jauh lebih besar daripada kuasa lainnya. Tuhan dapat meredakan kesesakan hidup dalam sekejap, tetapi ia mengijinkannya terjadi agar aku belajar bersikap tenang ditengah ombak penderitaan. Tuhan memberikan kesempatan kepadaku untuk berjalan bersama Yesus di atas ombak-ombak kesesakan agar mencapai kemenangan atasnya. Di dalam penderitaan ada kekuatan yang tersembunyi yang mulai bergejolak. Kekuatan itu adalah kekuatan iman yang tertuju kepada Tuhan Yesus. Tanpa penderitaan, pengalaman akan kemenangan tidak akan pernah terjadi. Justru dalam penderitaan itulah iman akan Tuhan terbentuk. Penderitaan merupakan sebuah pengajaran untuk berdoa secara serius kepada Tuhan. Penderitaan membuat berani curhat kepada Tuhan. Penderitaan menjadi dorongan untuk mencurahkan isi hati kepada Tuhan. Focus kepada Tuhan memberikan kemenangan atas masalah.

Orang yang telah mencapai kemenangan akan berbagi kehidupan. Membagikan beras ataupun memasak makanan bagi orang-orang yang berkekurangan merupakan jalan yang aku tempuh untuk membagikan kehidupan itu. Berkat yang diterima akan membuat banyak orang akan bersorak “Halleluya” karena merasakan kebaikan Tuhan. Pengalaman akan kebaikan Tuhan akan membuat orang tidak menyerah terhadap persoalan yang menelikungnya. “Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemulian-Nya” (1 Petrus 4:13). Tuhan memberkati.

Kesempatan Emas

Sharing Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

“Di hatiku ada gambar Allah”. Sebuah kalimat pendek yang penuh dengan kuasa spiritual. Allah menciptakan hatiku sesuai dengan hati-Nya. Hati-Nya dipenuhi dengan kasih. Hatiku pun harus dijiwai dengan kasih. Aku harus memberikan hatiku kepada Allah karena persembahan hati merupakan hak-Nya. Persembahan hati adalah persembahan kasih.

Ketika aku sedang menikmati permenunganku itu, sesesorang menelefonku untuk mendoakan temannya yang sudah tak sadarkan diri di rumah sakit. Aku mencoba menawar kepada Tuhan : “Tuhan, bolehkah aku melaksanakan pelayanan ini dua hari kemudian. Hari ini kan hari Sabtu malam. Aku harus mepersiapkan homili untuk Misa besok pagi di Gerejaku”. Aku memejamkan mataku lebih dalam lagi. Tampaklah Yesus di antara bintang-bintang kecil yang bertebaran. Ia menatapku dengan mata penuh permohonan : “Felix, Gerejamu yang sesungguhnya bukan gedung yang megah di mana setiap hari Minggu dibanjiri dengan ribuan umat. Gerejamu adalah kamar-kamar rumah sakit. Mimbarmu adalah ranjang-ranjang yang ditiduri dengan manusia yang tak berdaya. Teriakan dan tangisan mereka karena sakit, kegelisahan, dan ketakutan merupakan nyanyian pujian bagiKu. Kotbahmu adalah sentuhan tanganmu kepada mereka. Pesan dari renunganmu akan meresap dalam hati mereka karena mereka haus akan kekuatan-Ku lebih daripada banyak umat yang mungkin sekedar kewajiban datang ke Gereja”.

Hari telah larut malam aku menuju ke rumah sakit. Seorang ibu telah menungguku di di depan bangsal kamar-kamar perawatan. Wajahnya tampak lelah. Kelopak matanya membiru karena kurang tidur. Matanya memerah tak bercahaya karena terlalu banyak menumpahkan air mata. Ia telah mencurahkan seluruh tenaganya untuk menjaga suaminya yang sudah koma selama dua setengah bulan. Ia mengalami koma akibat pendarahan otak. Ibu itu merelakan apa yang ada untuk membiayai perawatan suaminya di ICU selama satu bulan. Kini suaminya dirawat di ruang biasa. Ia mengalami kelelahan, fisik, jiwa, dan pikiran. Selain merawat suaminya yang tak berdaya, ia harus juga memperhatikan ketiga anaknya. Pasti batinnya mengalami pertentangan : “Apakah ia harus menghabiskan semua kepunyaannya untuk pengobatannya suaminya, yang penyakitnya hampir tidak dapat disembuhkan, sedangkan ketiga anaknya masih membutuhkan banyak biaya ?” Aku terdiam sejenak setelah menyelami apa yang dipikirkan ibu itu. Aku bertanya kepada Tuhan : “Tuhan, apakah Engkau peduli kepada ibu ini, yang sedang berbeban berat dan jalannya sukar ? Ingatlah Tuhan, ketika suaminya sehat, ia adalah salah satu panitia pembangunan gereja-Mu”. Ternyata perhatian Tuhan kepadanya dapat dirasakannya. Apa yang tak pernah diperhitungkannya, itulah yang disediakan Tuhan baginya. Banyak umat Tuhan membantu menyelesaikan persoalannya. Ia tidak merasa menjadi miskin karena kemiskinan yang sejati bukan karena kehilangan harta benda, tetapi kehilangan kehangatan dan cinta. Ibu itu bahagia sekali ketika suaminya membuka matanya sebentar setelah dua bulan setengah terpejam ketika usai didoakan : “Romo, suamiku membuka matanya. Ia berterimakasih atas doa kita”. Kehangatan dan kasihnya kepada suaminya terasa sekali pada SMSnya tertanggal 19 Oktober 2011 pukul 07.49 : “Selamat pagi Romo. Aku dan anak-anak baik-baik saja. Terimakasih ya mo, beberapa hari yang lalu telah mendoakan suamiku. Aku mau mengabarkan bahwa hari ini suamiku pulang ke rumah. Mudah-mudahan ia merasa lebih hangat, tenang, dan nyaman di tengah keluarga. Mohon dukung doa terus ya mo, agar aku tetap kuat dan tegar. Aku memasrahkan semua ini kepada Tuhan, biarlah semua akan terjadi menurut kehendak-Nya. Aku akan menerima apa yang Tuhan berikan dengan hati yang tabah dan sukacita karena percaya akan penggenapan janji-Nya. Semoga Tuhan memberkati karya dan pelayanan Romo. Amin”. Ternyata kedatanganku di rumah sakit malam itu tercium oleh beberapa orang. Akhirnya, ada lima pasien yang mohon didoakan, yang herannya dua pasien itu belum katolik.

Pelayanan malam itu memberi pesan yang indah. Aku harus berbahagia ketika Tuhan Yesus menggunakan kehadiranku sebagai tanda kepedulian-Nya terhadap isak tangis anak-anak-Nya. Ia bukan Tuhan yang hanya menonton kesusahan umat-Nya, tetapi mengangkat kemuraman dan beban berat mereka melalui seluruh keberadaanku. Permasalahan dan penderitaan sesamaku merupakan kesempatan emas untuk membagikan jamahan kasih-Nya kepada mereka. Aku harus membuang sikap sok sibuk dan tidak peduli sehingga tidak kehilangan banyak kesempatan emas untuk melayani mereka yang membutuhkan kekuatan dari Tuhan : “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Galatia 6:10). Aku yakin bahwa Tuhan akan mendatangkan kelimpahan, yaitu damai sejahtera, bagi yang mau menjadi saluran sentuhan kasih-Nya: : ”Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum” (Amzal 11:25). Tuhan memberkati.

Tangga ke Surga

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC.

Pada suatu malam, aku memimpin pendalaman Kitab Suci di sebuah lingkungan. Aku bertemu dengan seorang ibu, yang adalah ketua lingkungannya. Wajahnya tetap memantulkan kegembiraan dari sanubarinya walaupun ia baru saja berdukacita karena anaknya tercinta telah dipanggil Tuhan. Aku memimpin Misa pelepasan jenasahnya di Rumah Duka Oasis Lestari. Ungkapan kata-kata yang indah tentang puteranya itu sungguh menyentuh hatiku : “Puteraku yang baru saja dipanggil Tuhan sudah membentuk kehidupan rohaniku dan suamiku. Dia adalah malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan Yesus kepada kami. Karena kami sangat mencintainya, kami tidak terus menerus dirundung kesedihan, tetapi semakin tekun dalam pelayanan Tuhan seperti yang ia cita-citakan selama ia masih hidup di dunia ini”

Ia menikah pada tahun 1988 dan dikarunia seorang anak-anak laki pada tahun 1990. Dua tahun kemudian, ia sangat sedih dan sempat marah kepada Tuhan karena ia mengalami keguguran anak kedua yang diimpikannya. Keguguran janinnya disebabkan penyakit ‘Toksoplasma”. Toksoplasma : penyakit yang diakibatkan oleh sebuah parasit yang dapat menyebabkan keguguran dan kecacatan pada janin. Tiga Tahun kemudian, tepatnya tanggal 23 Desember 1993, ia diliputi kegembiraan karena dianugerahi lagi seorang anak laki-laki. Kegembiraan itu hanya dapat dialami selama dua minggu karena dokter memvonis bahwa puteranya itu mengidap kelainan jantung bawaan. Dinding serambi jantungnya tidak ada sehingga jantung sebelah kirinya lebih kecil. Ada penyumbatan saluran peredaran darah dari jantung ke paru-paru. Jantung puteranya itu harus segera dioperasi kalau tidak dioperasi ia hanya bisa bertahan hidup selama dua bulan saja. Ia bertanya kepada Tuhan : “Kenapa hal ini terjadi pada kami ? Salah kami apa ? Kami tidak berbuat jahat terhadap orang lain !”

Lima tahun berlalu, Tuhan masih memberikan kehidupan pada puteranya itu secara ajaib tanpa menjalani operasi. Lagi-lagi terjadi kejadian yang tak dimengertinya. Puteranya itu tiba-tiba jatuh di sekolah. Dokter mengatakan bahwa ia menderita ‘absesrable’ (penimbunan nanah) di otak, bisa tumor, bisa ‘hydrocepallus’ (akumulasi cairan yang berlebihan di otak), bisa cairan biasa yang membesar yang menekan syarafnya sehingga ia menjadi seperti seorang yang menderita ‘stroke’. Ia harus segera menjalani operasi. Kalau ia terlambat menjalani operasi, nyawanya mungkin tidak akan tertolong. “Aduuuuuuuuh…. Tuhan Yesus. Betapa beratnya beban hidup anakku ini ? Aku tak sanggup menanggungnya”, keluhnya. Namun, anaknya itu tidak mengeluh atas setiap penyakit yang ditanggungnya. Ketabahan anaknya itu menguatkannya. Akan tetapi, keinginan anaknya untuk bisa menjadi seperti anak lainnya membuatnya mengelus dada : “Mama aku juga mau main bola basket dan sepak bola seperti koko (kakak) dan teman-temanku”. Ia hanya mengatakan : “Tuhan, sungguh aku tidak sanggup. Biarlah aku yang menderita, tetapi jangan anakku”. Puji Tuhan operasi anaknya berhasil. Ia harus dirawat di rumah sakit selama tiga puluh hari. Selama anaknya dirawat di rumah sakit, ia dan suaminya terus menerus mendoakan doa ‘Bapa Kami’, ‘Salam Maria’, dan Rosario serta tak henti-hentinya menyanyikan lagu-lagu rohani.

Beban berat kehidupan itu membuatnya, suaminya, dan puteranya itu semakin mengandalkan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menunjukkan mukjijat-Nya. Setelah tiga puluh hari di rumah sakit, ia diperbolehkan pulang. Dalam perjalanan pulang, puteranya itu tiba-tiba berkata kepada papanya : “Papa cepetan donk dibaptis, masa mau begini terus, setiap kali ke gereja kami menerima komuni, sedangkan papa cuma duduk di kursi. Kapan kita sama-sama menerima Komuni”. Pertanyaan puteranya itu membuatnya rela belajar agama dan dibaptis. Sejak saat itu, ia dan suaminya aktif melayani di lingkungan. Ia akhirya menjadi pengurus lingkungan dan gereja.

Karena sering mengalami sesak nafas, puteranya itu pada tanggal 10 April 2011 dibawa ke rumah sakit. Dokter menyarankan agar ia dibawa ke Malaysia untuk mendapatkan operasi jantung. Puteranya menolaknya : “Aduuuuh…. mama kan sudah berkali-kali aku bilang, mama dan papa tak usah repot-repot mencari penyembuhan. Karena Tuhan Yesus mengijinkan aku sakit, biarlah Dia yang menyembuhkan dan mengurus aku. Mama ..... Mama.... setiap orang itu pasti meninggal dunia, tinggal menunggu waktu saja, tidak ada orang yang akan hidup selamanya, kita tidak tahu kapan kita meninggal dunia, dan tidak usah takut deh….. kalau Yesus bilang kita harus meninggalkan dunia ini, yaaa kita terima saja”. Sejenak ia terdiam karena terkesima dengan kata-katanya yang begitu dalam. Tanggal 29 April 2011 puteranya menghembuskan nafas terakhir pada usia tujuh belas tahun dalam iringan doa ‘Aku Percaya’, ‘Bapa Kami’, dan ‘Salam Maria’.

“Adakah nilai dibalik dukacita ?”, tanyaku. Dibalik duka selalu menanti harta yang tak ternilai dan abadi. Penghiburan Tuhan menjadi nyata justru dalam dukacita. Dukacita merupakan kesempatan berdiam diri dihadapan Tuhan. Berdiam diri membuatku mengenal Tuhan lebih baik melalui pergumulan denganNya dalam doa. Sabda-Nya menjadi penghiburan abadi karena Ia telah berjanji untuk mengakhiri air mata : “Dan Ia akan menghapus segala air mata mereka, dan maut tak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Wahyu 21:4). Surga merupakan suatu tempat sukacita selama-lamanya : “Dan orang yang dibebaskan Tuhan akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, kedukaan dan keluh kesah akan menjauh” (Yesaya 35:10). Karena itu, jangan sia-siakan air mata anda tertumpah di kedalaman makam, tetapi jadikan air mata anda sebuah tangga menuju surga di mana Tuhan rindu untuk memberikan penghiburan sempurna. Tuhan memberkati.

Air mata Tuhan

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Berita kematiannya seratus hari yang lalu sungguh mengejutkanku. Ia menjadi sahabatku ketika aku memberikan Sakramen Perminyakan Suci kepadanya. Saat itu ia akan menjalani pengobatan di Singapore karena penyakit Leukimia yang dideritanya pada usia empat puluh satu tahun. Anak-anaknya masih kecil-kecil. Anak sulungnya berusia sepuluh tahun, anak kedua berusia sembilan tahun, dan yang terkecil empat tahun. Istrinya belum Katolik sehingga anak-anaknya belum dibaptis. Sejak menerima Sakramen Perminyakan Suci, semangat iman katoliknya semakin berkobar. Ia mengajak istri dan anak-anaknya mengikuti Ekaristi setiap hari Minggu. Ia pun yakin bahwa Tuhan akan menyembuhkannya. Istrinya mengusahakan pengobatan yang terbaik baginya agar ia sembuh. Ia rela menjual rumah barunya yang indah di Pantai Indah Kapuk dan menempati sebuah rumah kontrakkan. Baginya rumah dapat dibelinya lagi pada saatnya nanti, tetapi perhatian terhadap suaminya merupakan kesempatan emas yang tak dapat terulang kembali.
Aku pun mempunyai kenangan yang indah tentang dia. Kenangan yang tak akan pernah terlupakan dalam anganku. Ia menemuiku di Gereja Regina Caeli dengan tubuh yang lemah dan kepala sudah botak ketika aku akan pindah satu tahun yang lalu. Ia mengatakan : “Romo, warisanku kepada istri dan anakku adalah iman katolik. Semoga istri dan anak-anakku mau menerima dan meneruskan warisan imanku ini”. Kenangan akan warisan imannya membuat istri dan anak-anaknya menangis tersedu-sedu. Getaran keinginan untuk menerima iman katolik telah menusuk-nusuk jiwa mereka. Isak tangis haru dari sahabat-sahabatnya memenuhi ruang di mana misa berlangsung. Selain umat lingkungan Santo Matius Paroki Regina Caeli-Pantai Indah Kapuk – Jakarta Utara, banyak sahabat-sahabatnya di SMA Ricci dahulu mengikuti Misa untuk mengenang arwahnya. Ia dikenal oleh sahabat-sahabatnya sebagai penolong di dalam kesusahan. Istrinya berbisik kepadaku : “Perkataan terakhir suamiku dan semangatnya untuk hidup memampukan aku dalam membawa anak-anak berhasil dalam iman dan segalanya”.

Aku sempat kecewa dengan Tuhan. “Dia yang sanggup memelekkan mata orang buta, mentahirkan orang kusta dan membuat orang lumpuh berjalan tidak mau menyembuhkan orang yang baik ini, orang yang suka membantu dalam keuangan orang terbelit masalah finansial ? Mengapa Dia tega membiarkan seorang pendoa dan dekat dengan-Nya tinggal di rumah kontrakkan dan mengembuskan nafasnya terakhir di sana pada usia empat tiga tahun ?”, kataku kepada Tuhan. Kubur menutup pandanganku kepada kehadiran Tuhan. Syukurlah bahwa Roh Allah menyadarkan aku bahwa kematian menantang imanku. Kesembuhan bukan satu-satunya cara Allah menghadirkan diri-Nya. Di tengah kedukaan karena kematian, Tuhan Yesus menyatakan diri-Nya sebagai pemberi hidup : “Akulah kebangkitan dan hidup; berangsiapa percaya kepadaku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya” (Yohanes 11:25). Sang Pemberi hidup itu mempunyai perasaan empati yang mendalam sehingga ia menangis karena merasakan penderitaan orang-orang yang dikasihi-Nya. Tuhan Yesus menangis atas kematian Lazarus, sahabat-Nya, yang telah terbaring empat hari di makam. Tuhan yang dibutuhkan bukan hanya Tuhan yang penuh kuasa, tetapi Tuhan yang dapat merasakan setiap tetesan air mata dan penderitaan umat-Nya. Tuhan yang dapat mengalami seluruh kesedihan, kegelisahan, ketakutan, dan kedukaan anak-anak-Nya. Kehadiran Tuhan memberikan pengiburan dan sekaligus menumbuhkan pengharapan bagi orang-orang yang berada dalam detik-detik kematian. Orang-orang yang tak berpengharapan seperti tulang-tulang kering yang berserakan dalam penglihatan Nabi Yehezkiel (Yehezkiel 37). Tuhan Allah memintanya untuk menubuatkan bahwa tulang-tulang kering itu akan dihidupkan kembali. Allah memulihkan kehidupan dan membangkitkan harapan yang telah pudar.

Tulang-tulang kering itu berserakan lebih banyak di depan mata daripada di rumah-rumah kenangan. Banyak di antara anak-anak Tuhan telah kehilangan semangat dan gairah hidup sehingga berjalan tanpa makna dan pengharapan. Banyak di antara mereka meninggalkan Tuhan dan juga ada yang mengakhiri kehidupannya sebelum garisnya tiba. Hidupkanlah tulang-tulang kering itu melalui kehadiran di tengah-tengah mereka dengan membawa iman. Menangislah sebagai tanda empati untuk meneguhkan mereka sehingga mereka tidak mengasihani diri sendiri dan melihat diri sendiri sebagai yang paling malang di dunia ini. Mohonkanlah mulut ini dipenuhi dengan kata-kata yang bermakna. Perkataan yang bermakna mengandung kuasa untuk menyalakan api yang hampir pudar. Dengan demikian, kekuatiran tidak dibiarkan menang atas iman : “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban” (2 Kor 1:7). Tuhan memberkati

Nuansa Cinta

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC.

Perjalananku subuh itu dibalut dengan kesedihan. Aku akan menghantar seorang pemuda berusia tiga puluh lima tahun menuju tempat istirahatnya yang kekal dengan mempersembahkan Ekaristi baginya. Kenangan akan kebersamaan dengannya di kamarnya tiga hari sebelumnya telah menguatkan iman, tetapi sekaligus membuatku merasa kehilangan. Ia mengatakan kepadaku dengan mantapnya : “Satu-satunya kerinduanku adalah menghadap Bapa. Tuhan Yesus telah menyediakan tempat yang indah. Yang ada di sana hanyalah kebahagiaan. Rasa sakit akan hilang dengan sendirinya”. Aku dengan berat hati harus menyampaikan pesannya kepada kakak perempuan yang dicintainya dalam perjalanan mengambil mobilku di halaman katedral. Pesannya sangat sederhana bahwa ia jangan menumpahkan air mata kesedihan karena ia sudah bahagia. Ia mengucapkan rasa terimakasih atas kebaikan dan perhatiannya. Ia akan meminta Allah Bapa untuk melindunginya

Kisah kematiannya memang mengharukan. Nuansa cinta tidak hilang dengan adanya peti jenasah dan lagu-lagu duka. Sebelum meninggalkan dunia, ia bertunangan dengan seorang gadis yang baik sekali. Mereka telah berpacaran cukup lama. Segala persiapan pernikahan sudah dilakukannya. Tanggal pernikahan gereja telah ditentukan, tetapi terpaksa ditunda karena ia tiba-tiba tak berdaya dan hanya bisa berbaring di ranjangnya. Gadis pujaannya merawatnya dengan terus-menerus berpengharapan dan berdoa agar ia cepat pulih kembali seperti sediakala. Ia ingin menggandeng tangannya untuk menuju altar Tuhan tempat mereka akan mengikrarkan janji setia sampai akhir hayat. Bukannya kesembuhan yang didengarnya, tetapi kematiannya yang begitu cepat menghantam jiwanya. Keinginan untuk lebih lama merawatnya telah dihentikan oleh Sang Sumber Kehidupan. Deraian air matanya membasahi peti jenasahnya selama Misa untuk mengiringi jiwanya ke surga. Misa pun terasa menyedihkan. Aku menopangkan tanganku di atas kepalanya dan meletakkan tangannya di atas peti jenasah calon suaminya seperti memberkati pernikahan mereka. Hatinya terasa hampa, perih, dan pilu. Ia memandangku dengan air mata memenuhi pipinya : “Romo, pujaan hatiku telah pergi. Ia tak mungkin kembali. Mampukah aku melewati kepedihan dan kesunyian ini ?” Aku tak mampu mengatakan apa-apa selain menganggukkan kepala sebagai tanda mengerti akan kehancuran hatinya. Ia kemudian menaburkan bunga sambil berkata : “Sayang, pergilah ke tempat kudus Tuhan dengan cintaku yang suci dan cintamu pun menemaniku sehingga aku tidak sepi menjalani kehidupanku ini”. Kemudian ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Pengalaman cintanya membuka mataku terhadap mutiara cinta yang memantulkan cahaya kemurnian di antara krisis kasih yang sejati di dalam panggung kehidupan. Kehidupan ini seperti berada di kolam Bethesda, tempat berkumpulnya banyak luka. Mereka berada di Bethesda untuk mendapatkan anugerah penyembuhan dari Tuhan sesuai dengan arti namanya. Kata ‘Betheda’ berasal dari bahasa Aram, yaitu ‘Beth’ yang berarti rumah dan ‘Hesda’ yang berarti anugerah. Bethesda berarti Rumah Anugerah. Kehilangan orang yang dicintai merupakan luka yang paling menyakitkan. Kehilangan bukan hanya karena kematian, tetapi karena diabaikan dan dilupakan. Luka-luka itu begitu parah sehingga yang menanggungnya tidak mampu berjalan menuju gelombang berkat Tuhan yang dikepakkan oleh malaikat-Nya. Berkat Tuhan itulah yang membuat hati masih memiliki sebutir sisa pengharapan. Kedatangan Tuhan Yesus di kolam Bethesda, di tengah-tengah luka, merupakan berkat yang paling istimewa. Luka itu mungkin sudah terlalu lama seperti seorang yang menderita sakit tiga puluh tahun dan terbaring di lantai. Tuhan Yesus datang dan menawarkan penyembuhan bagi hati yang terluka : “Maukah engkau sembuh ?” (Yohanes 5:6). Kedatangan Tuhan sering tertutup dengan luka-luka yang menganga. Kedatangan Tuhan hanya dapat dilihat dengan kekudusan : “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan” (Ibrani 12:14). Kekudusan berarti mau menyerahkan luka-luka kepada Tuhan. Menyerahkan luka-luka membuatnya bangkit dan berjalan kearah Sang Pencipta. Jadikanlah luka sebagai pendorong kehidupan. Anggaplah luka-luka sebagai tabungan rohani untuk mengalami lebih banyak kehadiran Tuhan. Semoga anda dan hamba mampu menghadirkan penyembuhan Tuhan di kolam Bethesda yang nyata dan penuh luka, yaitu pada wajah-wajah keriput di panti werda, hati yang haus akan kasih di panti asuhan atau penitipan anak, dan mata yang menahan sakit di rumah sakit. Tuhan memberkati.

Terpukau

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Cahaya matahari terbenam sore itu tampak sangat indah. Cahaya itu menghantarkan aku pada kekaguman akan kebesaran Sang Pencipta. Aku pandang cahaya itu : “Tuhan, apakah mukzijat-Mu masih terjadi di dunia ini ?” Banyak umat sudah menghabiskan segalanya untuk mendapatkan kesembuhan dan sekarang tak berdaya. Satu-satunya harapannya adalah mukjizat dari Tuhan. Sayang….. sungguh …… sayang harapan mereka akan mukjizat dari Tuhan sering ditertawakan dan bahkan dianggap takhayul oleh beberapa orang yang seharusnya menyampaikan Kabar Gembira.

Tuhan menunjukkan kepadaku bahwa Ia masih melakukan mukjizat-Nya melalui sebuah sharing dalam pertemuan Kitab Suci di sebuah lingkungan yang aku ikuti. Semua mata tertuju pada sepasang suami-istri yang menyampaikan kesaksian akan pertolongan Tuhan. Pada tanggal 06 Juni 2007, perut sang suami membesar hampir menyerupai usia kandungan sembilan bulan karena ada masalah dengan pankreasnya. Pengobatan medis tidak mendatangkan kemajuan pada kesehatannya. Ia banyak berdiam diri karena menahan rasa sakitnya. Istrinya terus menangis melihat keadaan suaminya. Dalam kesedihannya, ia berdoa memohon kesembuhan dari Tuhan bagi suaminya melalui perantaraaan Santo Antonius Padua. Roh Kudus memberikan kekuatan baginya untuk bertanya kepada suaminya karena suaminya belum Katolik : “Apakah papa percaya bahwa Tuhan Yesus bisa menyembuhkan papa ?” Suaminya menjawabnya dengan satu kata : “Ya” dengan diikuti anggukan kepala yang lemah. Hari itu juga ia menerima permandian dengan nama Antonius. Keesokan harinya ia tiba-tiba koma selama dua setengah bulan di ruang ICU. Ia sering menyanyikan lagu-lagu rohani di telinganya. Walaupun dirinya sendiri dalam keadaan kesulitan karena membutuhkan banyak biaya bagi suaminya, ia rela membantu seorang ibu dari desa menebus obat bagi suaminya yang tak sadarkan diri akibat kecelakaan lalu lintas. Ketika ia menolong sesamanya walaupun di tengah kesulitannya, pertolongan Tuhan justru datang kepadanya. Seorang professor, specialist pankreas, dari Swiss, yang tak mungkin didatangkan walaupun dibayar dengan banyak uang, tiba-tiba datang untuk menangani penyakit suaminya. Profesor itu melakukan operasi untuk mengangkat nanah yang sudah mengeras dalam perutnya. Nanah yang mengeras itu telah menganggu kerja paru-paru dan organ perut lainnya. Keadaan suaminya pun berangsur-angsur membaik. Ketika keadaan suaminya itu mulai membaik, ia pada bulan Oktober 2007 dinyatakan terkena kanker rahim. Ia menjalani operasi pengangkatan kanker dan kemoterapi selama enam kali. Satu tahun kemudian, tepatnya bulan Desember 2008, kanker itu telah menyebar ke usus besar. Ia menjalani kembali operasi dan kemoterapi selama enam kali. Walaupun lelah menghadapi penyakitnya dan penyakit suaminya, ia menemukan pengalaman iman : “Penyakit yang ditanggungnya dan dialami oleh suaminya merupakan kesempatan untuk mempersembahkan kesetiaannya kepada Tuhan. Tuhan pasti akan menjawab doa orang yang percaya dan setia kepadaNya”. Sekarang mereka sudah sehat. Mereka mengungkapkan rasa syukurnya dengan rajin ke gereja, rajin mengikuti Persekutuan Doa Karismatik di Gereja St. Andreas Kim Tae Gon Kelapa Gading, rajin mendengarkan Oase Rohani Katolik di radio Cakrawala setiap pagi, dan juga mendoakan orang sakit ketika sedang berkunjung ke rumah sakit.

Aku mendapatkan teladan iman dari ibu itu. Tetap ingat Tuhan walaupun hidupku sudah hampir pada dasar jurang kematian. Ketika aku sudah tidak mempunyai apa-apa dan siapa-siapa untuk menolongku, aku harus bersyukur bahwa masih mempunyai iman. Yesus bisa dan mau menolongku. Semakin sulit kehidupan dan semakin banyak problema merupakan kesempatan untuk semakin mempersembahkan kesetiaan kepada Tuhan. Kesetiaan mendatangkan hadiah manis dari Tuhan, yaitu merasakan kebaikan-Nya : “Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu. Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat, Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali” (Mazmur 103:3-5). Jangan terpaku pada penderitaan atau persoalan pelik yang hanya akan menambah berat beban kehidupan, tetapi terpukaulah pada kebaikan Tuhan, maka pertolongan-Nya yang ajaib menjadi nyata : “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau” (Mazmur 16:2).