Kesulitan, 'teman' Perjalananku

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Cahaya mentari minggu pagi itu sangat cerah. Cerahnya cahaya pagi itu memulihkan kembali tenagaku setelah melakukan banyak pelayanan sehari sebelumnya, seperti memberkati pernikahan seorang satpam gereja, memberkati sebuah warung makan, merayakan Misa di Gereja, dan dilanjutkan Misa Requem untuk umat paroki yang meninggal dunia dan sekaligus mendoakan tiga jenasah lain yang disemayamkan di Rumah Duka Oasis Lestari. Tiba-tiba terasa ada kekuatan baru yang membuatku bersemangat untuk memberikan rekoleksi bagi delapan puluh suami dan istri dari Lingkungan Santa Angela IV, Paroki St. Agustinus – Karawaci di Rumah Retret Cannosian. Rekoleksi bertemakan “Keluarga, Pekerjaan, dan Pelayanan” menambah sukacita sehingga senyuman bahagia terlukis di bibir mereka. Senyuman yang terlontar karena adanya semangat baru untuk berhasil dalam keluarga, pekerjaan, dan pelayanan. Keberhasilan sebagai hasil dari kasih yang memberi dan berkorban. Segala sesuatu pun disyukurinya sebagai anugerah Tuhan.

Sebelum makan siang, aku duduk di luar di samping meja makan sambil meminum secangkir kopi. Tiba-tiba seorang bapak dengan air mata berderai berkata : “Romo, aku akan mensharingkan pengalaman imanku”. Setelah menikah, bapak itu memohon kepada Tuhan agar menganugerahi anak. Tuhan menggembirakan keluarganya dengan kehadiran seorang bayi laki-laki yang sehat dan tampan. Setelah dua bulan kelahirannya, ia terkejut dengan datangnya kabar buruk yang menimpa bayinya. Jantung bayinya itu bocor sejak lahir. Ia mengusahakan kesembuhan bayinya walaupun belum bisa dilaksanakan tindakan operasi jantungnya. Ia sampai sempat mengalami trauma. Ia takut bertemu dengan dokter. Ia takut mendengar bahwa jantung bayinya lebih parah atau ada penyakit-penyakit lain mungkin akan ditemukan. Mujikzat Tuhan diimaninya. Anaknya itu kini berusia lima tahun. Ia bertumbuh sangat sehat dan tidak menampakkan ada kebocoran di jantungnya. Doanya kini : “Tuhan berikanlah kekuatan kepadaku untuk mengalahkan kekuatiran”. Kekuatirannya mulai lenyap dan imannya semakin berkualitas : “Tuhan, Engkau adalah Pemilik kehidupan atas anak tunggalku. Hidup anakku dalam pemeliharan-Mu”. Sekarang ia siap membawa anaknya ke dokter untuk mendapatkan tindakan operasi jantungnya. Hidupnya sekarang bahagia dalam iman karena ia yakin bahwa mujikzat Tuhan pasti terjadi bagi anaknya dan nama-Nya akan semakin dimuliakan melalui anaknya, dirinya, dan istrinya. Yang jelas ia semakin menghargai kehidupan.

Hidup merupakan anugerah Tuhan yang terindah, lebih indah daripada permata. Jalan kehidupan harus dihargai. Penghargaan terhadap hidup mendatangkan kebahagiaan. Kebahagiaan tidak berarti terbebaskan dari kesulitan seperti penyakit, tetapi menghayatinya sebagai jalan meningkatkan mutu imannya. .Kebahagiaan didapatkan dengan menyandarkan diri kepada Tuhan. Menyandarkan diri kepada Tuhan memerlukan hati yang sederhana. Hati yang sederhana adalah hati yang tetap percaya kepada Tuhan di tengah kesulitan. Tidak ada berkat tanpa kesulitan, tidak ada kesembuhan tanpa penyakit, tak ada mukjizat tanpa musibah. Karena itu, jangan pandang kesulitan sebagai kesulitan, tetapi pandanglah kesulitan sebagai karunia yang akan mengubah kehidupan menjadi lebih mulia dan lebih sempurna! Keramik baru menjadi keramik setelah melewati proses pembakaran. Kabahagiaan hidup baru menjadi kebahagiaan setelah mengalami cambukan-cambukan. Jangan jadikan kesulitan sebagai pengganggu kehidupan, tetapi sebagai teman perjalanan sehingga hidup kita senantiasa bahagia! Ingatlah disetiap kesulitan ada rencana Tuhan yang menanti. Tetap setia kepada Tuhan akan memberikan mahkota kehidupan : “Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita ! Sesungguhnya iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati dan aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10). Tuhan memberkati.





Pengetahuan Dasar Iman Katolik

Mengapa Bayi Dibaptis ?

Praktek pembaptisan bayi dalam Gereja Katolik dilakukan sejak abad kedua Masehi. Pada abad kedua itu pasti masih banyak saksi-saksi hidup yang melihat pembaptisan seluruh keluarga yang dilakukan oleh para rasul sebagai sebuah kebiasaan. Contoh: Lidia dibaptis bersama seluruh keluarganya oleh Paulus (Kis 16:15) dan kepala penjara bersama keluarganya memberi diri dibaptis (Kisah Para Rasul 16:33). Ketika ada bayi dalam keluarga, bayi itu tentu dibaptis bersama orangtuanya.

Para orang tua kini berkewajiban agar mengusahakan bayi-bayi mereka dipermandikan sesegera mungkin setelah kelahirannya. Orang tua selalu ingin memberikan yang terbaik dalam segala hal, termasuk iman, kepada anak-anaknya. Orang tua harus mewariskan imannya yang dipercayai sebagai yang paling benar dan sebagai jalan keselamatan kepada mereka. Tugas orang tua dan dibantu oleh wali permandian adalah terus menerus mengajar iman kepada anak-anak mereka, baik dengan perkataan dan teladan, sehingga iman warisan orangtua itu pada akhirnya menjadi milik mereka sendiri. Bayi pun bisa menerima rahmat keselamatan tanpa harus melakukan apapun sebagai sebuah syarat. Tuhan memberkati. (Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC).

Tugu Iman

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC


Ruangan duka Oasis Lestari dipenuhi dengan umat siang itu, tetapi suasananya begitu hening, tanpa satu katapun terdengar. Hampir semua wajah tertunduk dengan mata memerah karena dilanda kesedihan dan sekaligus keharuan. Seorang bapak yang tidur didalam peti jenasah berbicara banyak tentang ‘kasih dan pengabdian’ ketika ia sudah menghadap Bapa daripada pada waktu ia masih berjiarah di dunia fana. Peti jenasahnya menarik banyak orang untuk tenggelam dalam kenangan yang indah akan kebaikan hidupnya seperti pesannya selagi ia masih hidup agar abunya nanti harap disimpan supaya menjadi tugu iman bagi yang mengenalnya. Tugu iman yang didirikan dengan kedermawanannya terhadap anak-anak terlantar. Ia menghadap Bapa setelah melakukan penggalangan dana untuk pembangunan Gereja Santa Maria Imakulata, Paroki Trinitas, Cengkareng di Gereja Hati Maria Tak Bernoda Tangerang. Ia meninggal dunia dengan masih memakai baju seragam PPG (Panitia Pembangunan Gereja Tuhan) kebanggaannya.

Surga merupakan kerinduan jiwanya. Kerinduan jiwanya itu terungkap dengan kelopak matanya terbuka setelah dua bulan tertutup ketika mendengarkan lagu ‘Jiwaku Terbuka untukMu Tuhan’ dan ketika aku memberikan sebuah rosario kepadanya. Aku yakin jiwanya layak menikmati Gereja Abadi, yaitu surga yang telah dirintisnya di dunia dengan iringan Bunda Maria tercinta. Kebahagiaan surga dilambangkan dengan kegembiraan pesta pengantin. Untuk memasuki perjamuan perkawinan, orang harus mengenakan pakaian pesta. Jenasahnya dikremasi pada tanggal 26 Oktober 2011. Kremasi melambangkan penyucian jiwanya dengan api Roh Kudus. Aku kaget ternyata tanggal 27 Oktober (satu hari setelah kremasi) merupakan ulang tahun (anniversary) perkawinannya yang ke 22 tahun. Setelah disucikan oleh Roh Kudus dengan api cinta Tuhan, ia kini berpesta di surga. Karena itu, amanatnya terhadap istrinya agar tidak menghantarkan jenasahnya ke krematorium supaya ia tidak larut dalam kesedihan. Ia tidak mati, tetapi hidup. Ia hidup secara baru. Kejadian-kejadian rohani yang mengiringi kepergiannya ke surga bukanlah sebuah kebetulan, tetapi karena selama hidupnya dibimbing oleh Roh : “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah kita juga dipimpin oleh Roh (Galatia 5:25). Abunya tidak bisu, tetapi menjadi pewartaan iman bagi semua yang masih berjuang untuk mendapatkan mahkota kemenangan surga. Aku dan anak-anaknya menyanyikan lagu-lagu sambil memegang peti jenasahnya sebagai ungkapan terimakasih dan kebanggaan akan dia karena telah meninggalkan warisan teladan hidup di jalan Tuhan.

Kepergiannya ke Tahta Allah membuat hidup ini menarik karena ada tujuannya. Surga merupakan tujuan hidup : “…. Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia” ( 2Kor 5:1). Semua umat yang setia kepada Tuhan ingin memilikinya. Surga merupakan kata yang indah dan menyejukkan, bukan hanya sekedar di angan-angan, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan seluruh keberadaannya. Surga menjadi sumber penghiburan dan pengharapan sehingga kesulitan yang ada tidak sebanding dengan mahkota kemuliaan yang dianugerahkan bagi yang mampu melewatinya.

Jangan sia-siakan kesempatan hidup ini dengan melakukan sesuatu yang tidak berarti, tetapi kumpulkan sebanyak mungkin harta surgawi : “Buatlah pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dn yang tidak dirusakkan ngengat. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Lukas 12:33-34). Kehidupan surgawi dapat dicapai dengan kesediaan dipimpin oleh Roh. Hidup dalam Roh adalah mengijinkan Sabda Tuhan dan segala kekayaannya diam di dalam kehidupan (Kolose 3:16). Hati dan jiwa perlahan-lahan, tetapi pasti akan sejalan dengan hati dan jiwa Kristus. Hidup di dunia pun telah memancarkan percikan kehidupan surgawi, yaitu penuh dengan ucapan syukur, puji-pujian, dan sukacita (Efesus 5:18-20). Karena itu, arahkanlah senantiasa segala segi kehidupan kepada keindahan surga sehingga hidup ini terasa bermakna dan jangan arahkan hidup ini pada kenikmatan dunia yang hanya membuatnya berantakan dan mendatangkan malapetaka baik sekarang maupun pada akhir jaman. Godaan terbesar bagi orang yang ingin menyucikan diri adalah memanipulasi pelayanan dan kegiatan rohani demi kesenangan diri seperti membangun persahabatan yang tidak asli karena bisa menyiksa dan menghancurkan diri. Maka dari itu hati-hati ! Tuhan memberkati.