Katekese mengenai Masa Paskah
 

Setelah merenungkan “Enam Tema Prapaskah” selama enam minggu, saya mengajak anda untuk mengadakan retret “syukur/sukacita” atas kebangkitan Tuhan selama Masa Paskah secara pribadi. Paskah : Hari Kebangkitan Tuhan. Masa Paskah, yaitu masa yang dahulu dirayakan selama empat puluh hari sejak Minggu Paskah (puncak dari Pekan Suci) hingga hari Kenaikan Tuhan Yesus. Sekarang Masa Paskah secara resmi diperpanjang  hingga lima puluh hari, yaitu sampai dengan hari Pentakosta, yang artinya hari kelima puluh setelah Paskah, dengan terjadinya peristiwa turunnya Roh Kudus. Masa Paskah diperlakukan layaknya Minggu Paskah sehingga dirayakan dengan penuh sukacita.  Masa Paskah : Oktaf Paskah, Minggu Paskah Kedua dan seterusnya sampai dengan Minggu Ketujuh Paskah, yaitu hari Minggu Pentakosta. 
 
1.      Oktaf Paskah
Oktaf Paskah berlangsung selama delapan hari, yaitu dari hari Minggu Paskah sampai dengan hari  Minggu berikutnya. Hari-hari oftaf Paskah merupakan hari-hari yang penuh sukacita. Kita bersukacita karena kemenangan Kristus atas maut dan atas anugerah kehidupan kekal bagi umat yang  baru dibaptis.  Dalam tradisi, para baptisan baru itu mengenakan pakaian putih selama delapan hari sejak Malam Paskah.
Tugas kita : Dalam Minggu ini, kita menyukuri anugerah pembaptisan/iman. 
 
2.      Minggu Paskah Kedua (Dominica in Albis dan Minggu Kerahiman Ilahi)
Minggu Paskah Kedua disebut Dominica in Albis/Minggu Putih karena pada Minggu ini para baptisan baru terakhir mengenakan pakaian putih sebagai simbol baru.  Paus Yohanes Paulus Kedua kemudian menetapkan hari Minggu Oktaf Paskah/hari Minggu Paskah Kedua sebagai hari Minggu Kerahiman Ilahi. Dalam Minggu Kerahiman Ilahi ini, kita merayakan belaskasih Allah yang merupakan jiwa/intisari dari misteri Paskah. Bacaan Injil pada Minggu ini diambil dari Yohanes  20:19:31 di mana Kristus yang telah bangkit menampakkan diri-Nya kepada para murid dengan menunjukkan kepada mereka tangan-Nya dan lambung-Nya. Luka-luka-Nya, khususnya luka pada hati-Nya merupakan sumber dari belaskasihan-Nya kepada umat manusia. Santo Agustinus mengajarkan bahwa hari-hari dalam Minggu Paskah Kedua ini disebut hari-hari yang penuh dengan belaskasihan dan pengampunan.  Belaskasih dan Pengampunan Allah Bapa lewat Putera-Nya jelas dalam undangan Yesus kepada Thomas yang belum percaya bahwa Ia telah bangkit : “Taruhlah jarimu dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-ku...”. Hati Yesus yang tertikam sebagai sumber belaskasihan Allah akhirnya menyakinkan Thomas bahwa Yesus Kristus  sungguh Tuhan dan Allah : “Ya, Tuhanku dan Allahku!”.
Pada hari Minggu Kerahiman Ilahi ini, setiap orang Katolik dapat memperoleh indulgensi penuh. Syaratnya : menerima Sakramen Tobat, menerima Sakramen Tobat, dan berdoa dalam ujud Paus.  Indulgensi  adalah penghapusan dari hukuman akibat dosa. Indugensi ini bisa ditujukan untuk jiwa-jiwa yang berada di api penyucian atau untuk diri kita sendiri, tetapi bukan untuk orang lain yang masih hidup.
Tugas kita pada hari Minggu Kerahiman Ilahi (Seluruh Minggu Paskah Kedua ini) adalah mewujudkan kesaksian iman kita dengan berbelaskasihan tanpa batas kepada sesama seperti belaskasihan Allah kepada manusia. 
 
3.      Minggu Paskah Ketiga (Misericordia Domini)
Tema Minggu Paskah Ketiga adalah Misericordia Domini, yang berarti kasih setia Tuhan. Karena kasih setia-Nya, Tuhan memaafkan kesalahan umat-Nya dan menyanyanginya kembali.
Tugas kita : Berusaha menyanyangi kembali orang-orang yang telah melukai kita.
 
4.      Minggu Paskah Keempat (Minggu Jubilate Domini/Minggu Suka Cita dan Minggu Panggilan)
Pertama menghayati panggilan umum sebagai orang kristiani. Kita dipanggil untuk hidup sebagai saudara-saudari Yesus, sebagai putera dan puteri dari Bapa yang sama untuk membentuk Tubuh Kristus.
 
Panggilan Khusus. Dari tengah umat, ada yang dipanggil untuk menjadi imam dan hidup tertadis/hidup bakti/bruder dan suster. Imam : mendedikasikan dirinya untuk pelayanan-pelayanan sakramen, pewartaan sabda, dan pelayan pastoral.  Hidup tertadis/hidup bakti : mendalami secara khusus pengudusan yang diterima dalam pembaptisan dengan pengikraran ketiga kaul, yaitu kemurnian, ketaatan, dan kemiskinan (menghidupi nasihat injil). 
 
Untuk berdiri teguh dalam panggilan kita, kita pasti akan mengalami berbagai macam pencobaan. Kita harus mensyukuri pencobaan itu sebagai sarana memperkuat kepercayaan kita : “Semuanya ini kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolah aku. Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah” (Yohanes 16:1-2).  Penderitaan ini ibarat emas yang dibakar di dalam api. Hanya dengan api, emas itu menjadi emas murni yang berharga. Kita yang bertahan dalam panggilan kita akhirnya akan mengalami kemenangan, yaitu sukacita setelah melewati dukacita dan tertawa terpingkal-pingkal setelah melewati deraian air mata : “Aku berkata kepadamu : Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita” (Yohanes 16:20). 
 
Tugas kita :
1.      Melihat perjalanan iman katolik kita serta dukacita dan sukacitanya.
2.      Mendoakan bagi panggilan imamat dan hidup tertadis/hidup bakti. Ketika kita berdoa dengan sungguh-sungguh, panggilan imamat dan hidup tertadis/hidup bakti berkembang.
3.      Berdoa agar kita semakin berkembang dalam iman kepercayaan dan para imam dan biarawan/biarawati semakin bersukacita di dalam panggilannya.
 
4.      Minggu Paskah Kelima (Minggu  Berbuah)
Kita dipanggil untuk terus menerus semakin bersatu dengan Yesus, Sang Pokok Anggur supaya hidup kita membuahkan keselamatan jiwa (Yohanes 15:1-8). Keselamatan jiwa itu tampak dalam buah Roh yang dihasilkan : “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri” (Gal 5:22-23).
Tugas kita : berjuang agar hidup kita dipenuhi dengan buah Roh. 
 
5.      Minggu Paskah Keenam (Minggu Amare/mengasihi).
Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kami; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya; di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh” (Yohanes 15:9-11).  Tinggal di dalam kasih Yesus merupakan sumber dari sukacita yang penuh. Tinggal di dalam kasih Yesus berarti meneladan Dia yang selalu menuruti perintah Bapa-Nya. Meneladan Yesus berari hidup di dalam ketaatan. Ketaatan berisi kerendahan hati. Ketaatan dan kerendahan hati memungkinkan kita melaksanakan perintah Tuhan Yesus, yaitu mengasihi secara total. Mengasihi secara total memberikan sukacita yang penuh. Leher merupakan bagian tubuh yang paling taat dan rendah hati sehingga bisa menyalurkan makanan, minuman, dan udara tanpa menyimpan untuk dirinya sendiri, sedangkan mulut dan tangan masih bisa menyisakan makanan padanya. Kebahagiaan leher adalah menyalurkan dengan jujur semua makanan, minuman, dan udara agar tubuh bisa hidup. Sukacita kita menjadi penuh ketika kita menyalurkan kasih tanpa menyisakan untuk diri kita sendiri sehingga tubuh Kristus bisa hidup.
Tugas : Tindakan kasih apa yang akan kita lakukan agar sesama kita bisa hidup ? 
 
6.      Minggu Paskah Ketujuh (Minggu Pengudusan)
Doa Yesus supaya kita dikuduskan dalam kebenaran sehingga dapat berpartisipasi dalam karya penyelamatan dunia (perutusan) tanpa ditelan dunia, yaitu materialistis  dan hedonistik (mabuk dengan harta benda dan kenikmatan ragawi) : “dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran” (Yohanes 17:19).
Jalan pengudusan : kita mengikuti Novena Roh Kudus yang dimulai setelah hari Raya Kenaikan Tuhan. Dalam Novena  Penantian Roh Kudus, kita mohon Firman Tuhan menguduskan kita, yang berarti menjiwai cara hidup dan bertindak kita. 
 
7.      Minggu Pentakosta
Kekudusan membuat Roh Kudus yang telah kita terima dalam Sakramen Baptis lebih diaktifkan dalam Minggu Pentakosta ini untuk menjadi saksi akan Cinta Allah. Allah telah mencurahkan cinta-Nya kepada kita sehingga kita mampu mencintai. Dalam Minggu Pentakosta, kita mohon Roh Kudus memberi kekuatan dan semangat baru untuk menjadi Saksi Cinta Kristus dalam segala tindakan, perkataan, dan pekerjaan.
Doanya : “Datanglah Roh Maha Kudus, Penuhi Hati umat-Mu, Siramilah hati yang beku... untuk bisa selalu mencintaiMu”.
 
Catatan Penting :
1.      Tema-tema Masa Paskah ini juga bisa dipakai sebagai Seminar Hidup Baru Dalam Roh Kudus  (SHDR) secara pribadi yang panjang, selama lima puluh hari. Sayang sungguh sayang sekarang ini banyak Persekutuan Doa Karismatik Katolik mengurangi  SHBDR yang biasanya sembilan minggu menjadi dua hari. Isi seminar dalam dua hari itu banyak session sehingga seperti arisan orang-orang yang ingin mengisinya. Akibatnya, peserta tidak mempunyai waktu untuk mengendapkannya dan menjadi lelah dengan banyaknya session yang kadang-kadang isinya sama saja. Ingat para Rasul menantikan Roh Kudus dengan berkumpul dan  berdoa selama lima puluh hari, sedangkan kita merasa cukup dua hari persiapan.
2.      Usul saya kalau ada SHBDR, imam hendaknya yang mengambil session Pencurahan Roh Kudus kalau acara itu diadakan dan bukannya oleh awam/pewarta. Imam mengambil bagian dalam imamat uskup pengganti para Rasul.
Selamat menjalani retret syukur atau sukacita. Tuhan memberkati.Pastor Felix Supranto, SS.CC - Paroki Santa Odilia - Citra Raya

Katekese tentang Ekaristi

Dalam rangka tahun Ekaristi, Pastor Felix Supranto, SS.CC rekan sekomunitas saya memberikan sedikit pengajaran singkat tentang misteri Ekaristi dan bagaimana kita bisa berpastisipasi di dalam misteri itu. Beliau sendiri menghendaki agar tulisannya itu dimuat dalam blog saya ini. Semoga melalui pengajaran singkat berikut ini kita dapat dapat lebih menghayati misteri Ekaristi itu.  

Ritus Pembuka Dalam Ekaristi  


Tanda Salib

 Imam memimpin Ritus Pembuka dari kursi pemimpin (selebran) dan bukannya di altar. Kursi pemimpin (imam selebran) melambangkan kedudukan imam sebagai pemimpin umat yang melayani dan pemimpin doa. Imam dari kursi pemimpin memulai Perayaan Ekaristi dengan membuat tanda salib yang berisi seruan Trinitaris : “Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus”. Umat juga membuat tanda salib dan menjawab “Amin”. Tanda salib dengan seruan “Trinitaris” dalam Ritus Pembuka pada Perayaan Ekaristi menunjuk pada pengakuan iman. Pertama : pengakuan bahwa keselamatan terjadi melalui Salib Kristus. Kekuatan dan kemegahan orang kristiani terletak pada Salib Kristus. Kedua : Tanda Salib dengan seruan Trinitaris menunjuk pada inti iman yang diakui dan dinyatakan pada saat pembaptisan.  

Pengantar
Setelah menyampaikan “Salam Pembuka”, Imam dapat memberikan pengantar. Tujuan “Pengantar” adalah mengarahkan umat pada inti dan misteri perayaan ini. Namanya saja ‘Pengantar’, maka harus singkat dan padat. Jangan sampai ‘Pengantar’ itu begitu panjang, bahkan seperti homili yang bersambung, sehingga sudah menimbulkan keresahan hati di awal Perayaan Ekaristi. Isi ‘Pengantar’ bisa berupa pesta atau hari raya santo-santa, inti dari bacaan-bacaan saat itu, intensi Misa, atau antifon pembukaan.  

Pernyataan Tobat

‘Tuhan/Kristus, kasihanilah kami’ merupakan bentuk pernyataan tobat dalam Perayaan Ekaristi. ‘Tuhan/Kristus, kasihanilah kami’ digunakan dalam dua cara. Cara pertama melanjutkan “Saya Mengaku” setelah absolusi/pengampunan. Cara kedua : ‘Tuhan/Kristus, kasihanilah kami’ menggantikan ‘Saya Mengaku’ dengan menambahkan ayat yang mendahuluinya. Ayat yang mendahulinya bersifat Kristologis (menyangkut Yesus yang telah jaya dan menjadi raja).

Kata ‘Tuhan’ dan Kristus dalam penyataan tobat itu merupakan ungkapan pujian kepada Tuhan Yesus, sedangkan seruan ‘Kasihanilah Kami’ merupakan permohonan akan belaskasih dan kerahiman-Nya. Sikap anak Tuhan yang baik adalah memuji dan memuliakan-Nya lebih dahulu dan baru kemudian memohon pengampunan-Nya. Belas kasih Tuhan jelas akan dianugerahkan bagi jiwa yang menyesal. Penyesalan atas dosa terungkap dengan menebah dada tiga kali pada waktu mengucapkan ‘saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa’. Menebah dada merupakan ungkapan kesedihan atas dosa-dosa yang telah dilakukannya seperti sikap yang ditunjukkan oleh seorang pemungut cukai yang merasa tidak pantas di hadapan Allah : “Ya, Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Lukas 18:13).

Setelah pernyataan tobat ini, imam mengucapkan rumus absolusi singkat ‘Semoga Allah yang mahakuasa mengasihani kita, mengampuni dosa kita, dan menghantar kita ke hidup yang kekal”. Imam mengucapkan absolusi/pengampunan dengan terkatup, tanpa memberikan berkat salib dan umat tak perlu menandai dirinya karena absolusi ini tidak bermakna sakramental. Tujuan pernyataan tobat dalam Ritus Pembuka ini adalah agar umat merasa pantas mendekati misteri luhur yang akan mempersatukannya dengan Allah dan dengan sesama melalui Sabda dan Tubuh-Darah Kristus. Tuhan memberkati.  

Madah Kemuliaan

Madah “Kemuliaan” akan terasa agung bila dinyanyikan dengan hati. Keagungan itu bisa merasuk ke relung-relung hati sehingga bulu kuduk bisa berdiri khususnya ketika dinyanyikan pada “Malam Natal” dan “Malam Paskah” setelah tidak dimadahkan pada Masa Adven dan Masa Prapaskah.

‘Madah Kemuliaan’ merupakan seruan bagi Allah Tritunggal sehingga ‘Madah Kemuliaan’ mempunyai tiga bagian. Bagi pertama dari ‘Madah Kemuliaan’ ditujukan kepada Allah Bapa : “Kemuliaan kepada Allah di surga dan damai di bumi kepada orang yang berkenan padaNya”.

Bagian pertama ini merupakan seruan pujian para malaikat yang tertulis dalam Injil Lukas 2:14. Tugas para malaikat adalah memuji dan memuliakan Allah setiap saat. Pada bagian ini, kita bersama para malaikat memuji, meluhurkan, menyembah, memuliakan Allah Bapa , dan bersyukur kepadaNya karena telah mengutus Putera-Nya untuk menebus dosa kita agar kita memperoleh kehidupan kekal.

Bagian kedua dari ‘Madah Kemuliaan’ ditujukan kepada Allah Putera yang menghapus dosa dunia, yang duduk di sisi Bapa, yang kudus, Tuhan, dan yang mahatinggi. Seruan pujian kepada Tuhan Yesus Kristus ini diselipkan permohonan ‘kasihanilah kami, kabulkanlah doa kami’ yang mengulangi kembali unsur ‘pujian dan sekaligus permohonan’ dalam pernyataan tobat. Pengulangan/penggandaan unsur pujian dan permohonan ini mau menekankan kemeriahan dan suasana sukacita dalam Misa. Karena mengandung unsur kemeriahan, kita hanya menyanyikan/melambungkan ‘Madah Kemuliaan” ini pada hari Minggu di luar Masa Adven dan Masa Prapaskah, pada pesta dan hari raya, dan dalam perayaan meriah seperti dalam Misa Pentahbisan imam.

Bagian ketiga ditujukan kepada Roh Kudus sambil menyerukan nama Allah Tritunggal : ”... ya Yesus Kristus, bersama dengan Roh Kudus, dalam kemuliaan Allah Bapa. Amin.” Dengan memadahkan ‘Kemuliaan’, Roh Kudus mendorong kita semua, yaitu Gereja, berkumpul untuk memuliakan Allah Bapa, Putera-Nya, dan sekaligus memohon belas kasih-Nya.

Sebagai catatan : 1. Teks ‘Kemuliaan’ ini tidak boleh diganti dengan lagu lain seperti “Mulia, Sembah Raja Mulia.....” 2. Jangan jadikan ‘Madah Kemuliaan’ ini sebagai sebuah dialog antara imam dan umat. ‘Madah kemuliaan’ ini merupakan seruan umat sehingga harus dinyanyikan oleh umat secara bersama-sama atau antara umat dan koor secara bersahutan. Kalau tidak dinyanyikan, ‘Madah Kemuliaan’ ini dilafalkan oleh dua kelompok umat secara bergantian. Tuhan memberkati.  

Doa Pembuka

‘Doa Pembuka’ merupakan peralihan ke Liturgi Sabda. ‘Doa Pembuka’ dibawakan hanya oleh imam yang memimpin Perayaan Ekaristi dengan suara jelas dan lantang. Imam membawakan ‘Doa Pembuka’ dari kursi imam/kursi pemimpin yang menandakanya sebagai pemimpin umat. Imam mendoakan ‘Doa Pembuka’ dengan merentangkan tangannya. Merentangkan tangan melambangkan Gereja sedang berdoa. Ada tiga unsur dalam kerangka ‘Doa Pembuka’.

1) Ajakan Imam, yaitu ‘Marilah kita berdoa’ yang merupakan terjemahan dari bahasa Latin ‘Oremus’ dan bukannya ‘Marilah berdoa’. ‘Marilah kita berdoa’ menandaskan kesatuan antara imam dan umat dalam doa Gereja ini. Ajakan imam ini akan dijiwai oleh umat ketika imam melakukannya dengan cara yang simpatik, yaitu dengan membuka tangan dan bahkan dengan senyuman yang menawan.

2) Hening dengan ujud doa pribadi. Saat hening merupakan saat imam dan umat menyadari kehadiran Tuhan dan mengungkapkan doa-doa pribadi dalam hati. Imam mendoakan intensi-intensi umat yang mungkin telah dibacakan dalam ‘Pengantar’. Umat menyampaikan ujud pribadi secara singkat, seperti ‘Tuhan, pulihkanlah keluargaku’. Pada saat hening ini, imam mengatupkan kedua telapak tangannya yang menandakan sedang mengumpulkan intensi-intensi pribadi tersebut (Collecta/pengumpulan) dan menyatukannya dengan doa Gereja dalam ‘Doa Pembuka’.

3) Doa Pembuka. Isi dari ‘Doa Pembuka’ : Sapaan kepada Allah Bapa atau Putera (Anaklesis); Kenangan akan misteri/peristiwa sejarah keselamatan (Anamnesis); Permohonan Gereja yang berkaitan dengan keselamatan (Epiklesis);

Konklusi dari ‘Doa Pembuka’ diarahkan kepada Allah Tritunggal dengan pengantaraan Kristus (Doksologi Trinitaris) “Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami, yang hidup dan berkuasa bersama dengan Dikau dan Roh Kudus kini dan sepanjang masa”. Jadi, ‘Penutup Doa Pembuka” bukan “Dalam nama Yesus, kami berdoa dan bersyukur” yang sekarang sedang trend karena yang menjadi pengantara kita kepada Allah Bapa adalah Yesus yang telah bangkit dan mulia dan naman-Nya adalah Kristus. Umat menjawab ‘Amin’ yang berarti menyetujuinya. Dengan demikian, ‘Doa Pembuka’ menjadi doa setiap umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi. Tuhan memberkati.


Liturgi Sabda 


Allah hadir dalam Sabda-Nya sehingga Liturgi Sabda merupakan bagian penting yang pertama dalam Perayaan Ekaristi. Dalam Liturgi Sabda, Allah berbicara dan umat menanggapiNya. Allah berbicara melalui para pelayan (lektor dan diakon/imam) yang memaklumkan Sabda-Nya dalam Bacaan Pertama, Bacaan Kedua, Injil, dan Homili. Umat menanggapiNya dengan bersama-sama mendaraskan Mazmur, menyanyikan Pengantar Injil, mengungkapkan Syahadat, dan menyampaikan Doa Umat.

Karena Allah sendiri yang berbicara dalam Liturgi Sabda, kita harus mempersiapkan diri sebagai ungkapan hormat kepadaNya. Sebelum Misa : Membaca dan merenungkan Bacaan-Bacaan Misa Kudus. Kemudian mengambil satu ayat dan mengulanginya dalam hati. Dengan demikian, seluruh keberadaan kita dipenuhi kerinduan akan Sabda-Nya.

Saat Misa : 1) Kita duduk/berdiri sebagai ungkapan pendengar yang baik yang memperhatikan setiap Sabda yang keluar dari mulut Allah. 2. Berusaha menangkap, paling tidak satu kalimat, pesan Allah dalam homili. Dalam homili imam tidak menyampaikan keinginannya sendiri, tetapi keinginan Allah.

Catatan : Jangan membaca teks Kitab Suci ketika Bacaan- Bacaan sedang berlangsung. Ingat seruan setelah Injil : “Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan....” dan bukannya “Berbahagialah orang yang membaca Sabda Tuhan ...”. Yang terjadi dalam Liturgi Sabda : Allah berbicara dan umat mendengarkanNya.  

Bacaan-Bacaan Dalam Liturgi Sabda Fokus Liturgi Sabda adalah Sabda Allah yang dimaklumkan sehingga tidak bisa dipisahkan dari Bacaan-Bacaan Kitab Suci. Pada hari Minggu dan hari raya terdapat tiga Bacaan yang diwartakan. Bacaan Pertama diambil dari Perjanjian Lama karena berhubungan dengan Injil. Maksudnya : Janji keselamatan dari Allah yang disampaikanNya melalui para nabi telah dipenuhiNya dalam diri Yesus Kristus (Perjanjian Baru). Karena yang berbicara kepada umat adalah Allah sendiri melalui Bacaan-Bacaan dalam Liturgi Sabda, kata-kata “Demikianlah Sabda Tuhan” selalu mengakhiri Bacaan-Bacaan tersebut. Umat menjawab dengan “Syukur kepada Allah” terhadap Bacaan Pertama dan Kedua, sedangkan “Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran, dan hidup kami” untuk Injil yang dibacakan setelah imam menyatakan “Berbahagialah orang yang mendengarkan Sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya”.

Aklamasi “Syukur Kepada Allah” merupakan pengakuan iman akan karya keselamatan Allah yang terjadi dahulu, sekarang, dan selama-lamanya. Aklamasi “Sabda-Mu adalah jalan, kebenaran, dan hidup kami” merupakan pernyataan iman bahwa Sabda Tuhan adalah satu-satunya jalan kehidupan.

Bacaan Pertama dan Kedua dibacakan oleh lektor dan Injil dibacakan oleh Diakon tertahbis. Maksudnya : Imam pemimpin perayaan bukan hanya pewarta Sabda, tetapi juga pendengar Sabda. Mazmur Tanggapan Dalam Liturgi Sabda Mazmur Tanggapan dinyanyikan dalam Ekaristi setelah mendengarkan Bacaan Pertama.

Tradisi ini mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi sejak jaman dahulu. Makna “Mazmur Tanggapan” dalam Liturgi Sabda : Tanggapan umat atas Sabda Allah yang baru saja diwartakan. Tanggapan umat ini berupa pujian atas karya-karya keselamatan Allah sejak dunia dijadikan sampai sekarang. Karya keselamatan Allah ini memuncak dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Karena jawaban ini berupa pujian atas karya keselamatan Allah, Mazmur Tanggapan harus bersumber pada Kitab Suci, khususnya Mazmur. Karena itu, mengganti Mazmur Tanggapan dengan lagu antar bacaaan tidaklah tepat seperti menggantikannya dengan lagu “Firman-Mu Plita bagi kakiku......” atau lagu dalam Puji Syukur no. 366 “Firman Allah yang tersurat....”: sebab lagu itu belum tentu nyambung dengan isi Bacaan saat itu.

Namanya antar Bacaan, maka sifatnya hanyalah selingan. Kalau lagu itu sifatnya selingan, lagu itu menjadi kurang penting. Padahal, Mazmur Tanggapan merupakan bagian penting dari Liturgi Sabda dalam Perayaan Ekaristi sehingga tidak bisa dihilangkan atau diganti lagu lain. Karena hakekat dari sebuah Mazmur adalah sebuah nyanyian, Mazmur Tanggapan seharusnya dinyanyikan sekurang-kurangnya pada antifon ulangannya. Mazmur Tanggapan dinyanyikan di mimbar sabda oleh petugas/pemazmur dan bukan solis dari paduan suara. Kalau pemazmur tidak ada, solis dari paduan suara dapat mengambil peranannya. Kalau pemazmur dan solis dari paduan suara tidak ada, lektor boleh menyanyikan Mazmur Tanggapan itu. Kalau pemazmur, solis, dan lektor tidak ada, imam pemimpin/selebran dapat mengambil tugas ini.  

Bait Pengantar Injil
Bait Pengantar Injil berupa satu perikop yang berkaitan dengan isi Injil yang akan diwartakan. Bait Penganjar Injil didahului dengan nyanyian antifon “Alleluya” di luar Masa Prapaskah dan Masa Prapaskah “Terpujilah Kristus Tuhan, Sang Raja kemuliaan kekal” yang diikuti oleh seluruh umat, dilanjutkan dengan menyanyikan perikop, dan diakhiri dengan mengulangi antifon. Alleluya berasal dari bahasa Ibrani HALLELU-YAH yang berarti “Terpujilah Yahwe/Tuhan. Seruan “Alleluya” dalam antifon Bait Pengantar Injil ditujukan kepada Tuhan yang bangkit. Alleluya merupakan ungkapan pujian kepada Tuhan yang bangkit sehingga antifon “Alleluya” dalam Bait Pengantar Injil di luar Masa Prapaskah tidak boleh diganti dengan lagu apapun yang dianggap keren seperti ‘Sing Alleluya to the Lord’.

Karena merupakan ungkapan sukacita atas Tuhan yang bangkit, Bait Pengantar Injil harus dinyanyikan. Jika tidak dinyanyikan, Bait Pengantar Injil ditiadakan. Ketika ‘Bait Pengantar Injil’ dinyanyikan, umat berdiri. Berdiri di sini merupakan sikap hormat kepada Kristus yang hadir dan berbicara melalui Injil. Berdiri juga merupakan ungkapan kesiapsediaan untuk menyambut Tuhan Yang akan bersabda dalam Injil-Nya. Homili Homili merupakan bagian tak terpisahkan dari Liturgi Sabda. Homili merupakan penjelasan dari Bacaan-Bacaan Kitab Suci yang baru saja diwartakan dan aplikasinya, yaitu bagaimana mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Homili merupakan tugas istimewa imam atau diakon tertahbis, bukan prodiakon loh. Homili dilarang dilakukan oleh umat, seperti para pewarta yang mungkin lebih canggih daripada para imam atau diakon, atau diganti dengan kesaksian pasangan suami – istri. Dengan menerima tahbisan, imam atau diakon menerima tugas mewartakan.  

Syahadat/Pengakuan Iman/Credo Syahadat/
Aku Percaya merupakan tanggapan umat terhadap Bacaan-Bacaan yang baru saja diwartakan dan dijelaskan dalam homili. Ada dua rumusan syahadat : Syahadat singkat yang disebut Syahadat Para Rasul dan Syahadat Nikea – Konstantinopel. Pada saat ini, saya mengajak anda untuk memahami Syahadat Para Rasul. Syahadat Para Rasul sudah ada sejak abad kedua, yang pertama kalinya dimaksudkan untuk para calon baptis. Syahadat Para Rasul ini dinyatakan pada Hari Minggu dan Hari Raya. Dengan melafalkan atau menyanyikan syahadat, umat mengingat kembali dan mengakui pokok-pokok iman Katolik sebelum merayakannya dalam Liturgi Ekaristi. Syahadat Para Rasul mempunyai tiga bagian pokok. Ketiga bagian pokok iman itu : 1). Pribadi pertama, yaitu Allah Bapa dan tentang karya penciptaan-Nya yang mengagumkan; 2). Pribadi kedua, yaitu Yesus Kristus dan tentang rahasia penebusan-Nya kepada manusia; 3). Pribadi ketiga, yaitu Roh Kudus, pangkal dan sumber pengudusan kita.

Tiga Bagian Pokok itu dibagi menjadi dua belas artikel. Dua belas artikel melambangkan dua belas Rasul. Dua belas rasul melambangkan seluruh iman katolik. Pribadi Pertama Allah dan Karya Penciptaan :
1) Aku percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumi; Artinya : Segala sesuatu yang kita lihat - bumi, langit, lautan -adalah karunia Tuhan bagi kita Pribadi Kedua : Yesus Kristus/Karya Penebusan.
2) dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita, Artinya : Kita percaya bahwa karunia Tuhan yang terbesar bagi kita adalah Yesus Kristus, Putra Tunggal-Nya, yang datang ke dunia untuk menjadi sahabat dan saudara kita.
 3) yang dikandung dari Roh Kudus (Membungkukan Badan)
4) dilahirkan oleh Perawan Maria (Membungkukan Badan). Artinya : Yesus dilahirkan di Betlehem, dikuduskan dari Roh Kudus, dan Maria adalah bunda-Nya.
5) yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan; Artinya : Yesus, yang demikian baik, dijatuhi hukuman mati,disalibkan oleh Pontius Pilatus, seorang hakim Romawi yang kejam, dan segalanya tampak tak berarti lagi ketika jenasah-Nya dibaringkan dalam makam, tetapi, ternyata tidak demikian!
6) yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati; yang naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa; dari situ la akan datang, mengadili orang yang hidup dan mati. Artinya :  Kita percaya Tuhan membangkitkan Yesus dari antara orang mati.  Pada hari Minggu Paskah, sahabat-sahabat-Nya melihat Yesus hidup kembali.  dan semua sahabat-sahabat-Nya itu bersukacita dan bernyanyi - Alleluia! Pribadi Ketiga : Roh Kudus/Pangkal dan sumber pengudusan kita.
7) Aku percaya akan Roh Kudus,
8) Gereja Katolik yang kudus,
9) persekutuan para kudus,
10) pengampunan dosa,
11) kebangkitan badan,
12) kehidupan kekal. Amin.

 Artinya :
  • Roh Kudus memberi hidup pada kita dan pada semua sahabat-sahabat Yesus, yang adalah Gereja-Nya. 
  • Roh Kudus mengampuni dosa-dosa kita.
  • Roh Kudus memberi kita harapan akan kehidupan yang tak berkesudahan. Dengan memahami pengakuan iman ini, kita sudah mengerti Iman Katolik sehingga pengakuan iman/syahadat/credo yang sama mempersatukan umat, yaitu kita semua.  

Doa Umat

Doa Umat mengakhiri Liturgi Sabda. Dalam Doa Umat, kita berdoa bersama-sama secara resmi agar kita sungguh menjadi serupa dengan Tubuh Kristus, pembawa damai, perlindungan bagi mereka yang tidak mempunyai rumah, penyembuh bagi mereka yang sakit, makanan bagi mereka yang lapar. Doa Umat ditujukan untuk kepentingan umum, yaitu kepentingan Gereja dan Dunia, dan bukannya untuk kepentingan sendiri. Urutan Doa Umat : Doa Bagi Gereja, khususnya para pemimpin Gereja; Doa bagi para pemimpin masyarakat dan keselamatan dunia; Doa bagi orang-orang yang sedang menderita; Doa bagi jemaat setempat (paroki, stasi, wilayah, lingkungan). Karena bersifat resmi dan umum, tidaklah tepat mendoakan intensi Misa atau doa yang bersifat pribadi seperti marilah kita berdoa agar Pastor Felix disembuhkan dari penyakit diabetesnya dalam Doa Umat ini hanya agar pemintanya merasa puas.

Sangat tidak diperkenankan menggantikan Doa Umat dengan mengajak umat bersama-sama melontarkan doanya masing-masing sehingga ruangan tempat Misa terasa riuh. Intensi Misa dan doa untuk kepentingan pribadi dinyatakan dalam hati pada saat hening dalam Doa Pembuka dan pada saat teduh setelah menerima komuni. Agar peminta intesi lega, imam bisa membacakannya pada saat Pengantar.  


Liturgi Ekaristi


Doa Syukur Agung
Doa Syukur Agung merupakan jantung/puncak dari Liturgi Ekaristi sehingga aturannya sangat rinci dan ketat karena misteri Penebusan Tuhan Yesus akan dihadirkan di altar.

Doa Syukur Agung memiliki bagian-bagiannya, yaitu

a) Prefasi.


Doa Syukur Agung dimulai dengan prefasi. Prefasi berasal dari bahasa Latin yang berarti berada dihadapan hadirat Tuhan. Dalam Prefasi, kita dibawa kehadirat/kehadapan Tuhan sehingga prefasi diawali dengan dialog pembuka antara imam dan umat. Pertama-tama imam menyapa kita : “Tuhan bersamamu/Tuhan besertamu” dan umat menjawab : “Dan bersama rohmu/dan sertamu juga”. Kemudian imam menanyakan apakah kita sudah siap menuju perjamuan di altar dan menyerahkan diri kepada Tuhan dengan mengatakan/menyanyikan : “Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan”, Kita menajwab bahwa kita sudah siap : “Sudah kita arahkan”. Setelah itu, imam mengajak kita bersyukur kepada Tuhan : “Marilah bersyukur kepada Tuhan Allah kita”. Kita menjawab: “Sudah layak dan sepantasnya”. Setelah dialog pembuka, imam mengucapkan/menyanyikan doa yang isinya memuliakan dan mengucap syukur kepada Allah Bapa melalui Kristus dalam Roh Kudus atas penciptaan, penebusan, dan pengudusan-Nya. Dalam prefasi, kita, yang merupakan Gereja di dunia atau Gereja yang masih berjuang, disatukan dalam satu madah pujian bersama dengan Gereja di Surga/Gereja atau umat Allah yang telah jaya, para malaikat, dan para kudus. Prefasi diakhiri dengan Madah/seruan/aklamasi “Kudus” atau “Sanctus”. Aklamasi “Kudus” kemungkinan sudah ada sejak jaman para rasul. Aklamasi “Kudus” diilhami penglihatan Yesaya atas para Malaikat Serafin menyembah dan memuliakan Tuhan yang duduk di atas tahta-Nya dengan seruan : “Para Serafin berdiri di sebelah atas-Nya , masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya : ‘Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya” (Yesaya 6:2-3). Karena merupakan madah pujian, aklamasi “Kudus” seharusnya dinyanyikan. Menyanyikan “Kudus” merupakan ungkapan kegembiraan yang luar biasa atas perbuatan ajaib Allah bagi umat-Nya. Sikap dalam Prefasi adalah Berdiri.

 b) Doa Syukur Agung.

Doa Syukur Agung terdiri dari beberapa bagian penting, antara lain:
  1. Epiklesis, yaitu doa mohon turunnya kuasa Roh Kudus agar mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Umat tidak usah membuat tanda salib ketika imam memberkati atas roti dan anggur.
  2. Doa Konsekrasi/Kisah Institusi. Doa Konsekrasi ini merupakan kata-kata Yesus sendiri dalam Perjamuan Malam Terakhir. Dengan kata-kata konsekrasi, roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Karena itu, kita sebaiknya memandang Tubuh dan Darah Kristus yang diangkat oleh imam dengan sikap menyembahNya sambil mengulangi dalam hati pernyataan iman Santo Thomas: “Ya, Tuhanku dan Allahku”. Ketika Imam berlutut, kita bisa berdoa : “Tuhan, terimakasih karena Engkau telah mengasihiku dengan memberikan nyawa-Mu kepadaku”.
  3. Aklamasi/Seruan Anamnesis. Seruan anamnesis merupakan tanggapan atas terjadinya mukjizat perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang baru saja terjadi di altar dengan ajakan kepada umat oleh imam agar mewartakan misteri iman. Umat pun mengenang/anamnesis akan sangsara, wafat, dan kebangkitan Kristus serta mengingat bahwa Kristus akan datang kembali dengan kemuliaan-Nya.
  4. Doa Kurban atau Doa Persembahan. Gereja mempersembahkan kepada Allah Bapa persembahan Kristus yang mendamaikan kita denganNya. Imam juga berdoa agar yang menerima Tubuh dan Darah Kristus dipenuhi dengan rahmat dan berkat”.
  5. Doa Permohonan. Permohonan yang paling pokok adalah berdoa untuk persatuan. Kita juga berdoa untuk Paus, uskup setempat, semua anggota Gereja baik yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia, dan diri kita sendiri supaya kelak boleh datang ke perjamuan surga.
  6. Doksologi. Pada saat mengangkat roti dan anggur yang telah dikonsekrasi, imam bersama dengan para kudus di surga mengangkat suara dan berdoa demi kemuliaan Allah Bapa dalam nama Kristus : “Dengan pengantaraan Kristus,....”. Umat menjawab “Amin” yang berarti persetujuan serta partisipasinya dalam seluruh rangkaian doa Ekaristi.

Catatan : Doa Syukur yang resmi ada empat, yaitu Doa Syukur I, II, III, IV. Sikap dalam Doa Syukur : Berlutut atau Berdiri.

Komuni Kudus 

 a. Doa Bapa Kami dan Doa Damai 
Doa Bapa Kami merupakan persiapan menyambut Komuni. Dalam Doa Bapa Kami, kita mendoakan dengan kata-kata yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri.

Ada hubungan yang erat antara Doa Bapa Kami dan Komuni. Dalam Doa Bapa Kami ada permohonan “Berilah kami rejeki pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Rejeki bagi orang beriman adalah Roti Ekaristis, yaitu Tubuh Kristus.

Permohonan pengampunan dan damai merupakan persiapan yang paling pantas untuk menyambutNya sehingga Doa Bapa Kami berhubungan erat dengan “Doa Damai”. Pengampunan merupakan tindakan yang membangun persekutuan persaudaraan dalam damai. Dalam “Doa Damai”, kita mempunyai niat untuk mengampuni orang yang menyakiti kita dan meminta ampun kepada orang yang telah kita sakiti hatinya.

Saat itu ingatlah siapa-siapa yang membutuhkan pengampunan kita dan kepada siapa saja kita harus meminta pengampunan. Dalam komuni, kita menyambut Tubuh Kristus yang sama sehingga kita dipersatukan dengan Dia dan sesama. Karena itu, setelah “Doa Damai”, kita bisa mendoakan doa dari Santo Fransiskus Asisi : “Tuhan, jadikanlah daku pembawa damai”. Kita kemudian memberikan ‘salam damai’ dengan saling berjabatan tangan kepada orang-orang di sekeliling kita sebagai tanda persekutuan dan pengampunan sebelum menerima komuni.

b. Pemecahan Hosti dan Persiapan Komuni 
Imam memecahkan Hosti diiringi dengan seruan “Anak Domba Allah”. Gambaran “Anak Domba Allah melambangkan sengsara dan kemenangan Kristus sebab Dia adalah “Anak Domba Paskah yang baru. Ketika imam memecahkan sepotong kecil Hosti (fermentum) dan memasukkannya ke dalam piala anggur, ia berdoa dalam hati : “Semoga pencampuran Tubuh dan Darah Tuhan kita Yesus Kristus ini memberikan kehidupan abadi kepada kita semua yang akan menyambut-Nya”. Makna pencampuran (commixtio) adalah persatuan Tubuh dan Darah-Nya serta persatuan kurban. Setelah memecahkan Hosti, imam memperlihatkanNya kepada umat dan mengundang untuk datang ke dalam meja perjamuan : “Inilah Anak Domba Allah Yang Menghapus Dosa Dunia. Berbahagialah kita yang diundang dalam perjamuan Tuhan”. Bersama imam, umat menjawab : "Ya Tuhan, saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh." Jawaban umat itu diambil dari ungkapan iman perwira yang memohon Tuhan Yesus menyembuhkan hambanya : "Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh (Mat 8:8). Setelah imam meletakkan kembali Hosti di altar, kita bisa berdoa dalam hati : “Semoga Tuhan melihat iman dalam hatiku sehingga mengabulkan permohonanku”. Kita kemudian menyampaikan kepada Tuhan keinginan pribadi kita. Kita yakin bahwa Tuhan memperhatikan keinginan kita : “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya” (Mat 8:13). Sebelum menyambut Komuni Kudus, kita berdoa seperti perempuan yang mengalami pendarahan selama dua belas tahun : "Asal kujamah saja jubahNya, aku akan sembuh". Dalam komuni Kudus nanti, kita menjamah Yesus dan Yesus menjamah jiwa kita.

c. Komuni 
Ketika kita menyambut Komuni, kita bersatu dengan Kristus yang Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur baru saja kita santap. Santa Thereisa dari Avilla mengatakan bahwa saat kita menerima komuni, Malaikat Pelindung menyembah kita karena Tuhan Yesus dan kemulian-Nya telah bersatu dengan kita. Tugas para malaikat adalah menyembah dan memuliakan Tuhan senantiasa. Doa saat menunggu atau berjalan menuju altar : “Tuhan, ini aku, datang menyambutMu…” atau “Tuhan, mari masuklah ke dalam hatiku…” Pada saat menerima Tubuh Kristus, kita mengatakan : “Amin”. Artinya : Bersyukur telah menyambut Tamu Agung yang masuk ke dalam diri kita , bersatu dengan tubuh dan jiwa kita! Setelah menerima Komuni Kudus, kita memasuki “Saat Teduh/Saat Hening” untuk berbicara dari hati ke hati dengan Tuhan. Pertama kita menyembah Tuhan Yesus yang bertahta di hati kita dengan berdoa : “Engkaulah Tuhanku, Engkaulah Rajaku, aku menyembahMu, Tuhan. Aku mengasihi Engkau.” Setelah menyembah Tuhan Yesus, kita menyampaikan keadaan kita dan menyampaikan keinginan kita kepada Tuhan. Kedua : Bersyukur kepada Tuhan sebab Ia telah datang dan masuk dalam diri kita melalui Komuni Kudus. Ketiga kita mohon ampun untuk semua dosa dan kesalahan kita : “Tuhan, ajarilah aku untuk menghindari dosa demi kasihku kepada-Mu.” Keempat kita mohon kepada Tuhan agar Ia menguduskan kita dan semua manusia serta agar kita dapat mengasihi. Kelima kita berdoa agar Tuhan Yesus dapat dikenal dan dikasihi oleh sebanyak mungkin orang.

Catatan :
1. Banyak umat bertanya berapa kali diperbolehkan menerima Komuni Kudus dalam sehari ? Menurut Hukum Gereja, kita diperbolehkan menerima Komuni Kudus dua kali dalam satu hari demi kepentingan khusus seperti menghadiri Misa Perkawinan atau Misa Pemakaman. Syaratnya : mengikuti Misa secara penuh (dari Lagu Pembukaan sampai dengan Lagu Penutup).
2. Lagu Komuni berfungsi mengiringi perarakan umat menyambut Tubuh (dan Darah) Kristus. Perarakan melambangkan kegembiraan rohani sehingga perarakan itu berfungsi sebagai ungkapan syukur dan persatuan persaudaraan (comunio) di antara umat. Sifat Lagu Komuni adalah ungkapan sukacita karena persekutuan dalam Tubuh dan Darah Kristus seperti lagu “Tuhan Kau Satukan Kami” dalam Puji Syukur No. 428. Lagu-Lagu Karismatik bisa dinyanyikan asalkan memenuhi kriteria fungsi Lagu Komuni. Karena fungsinya mengiringi penyambutan Tubuh dan Darah Kristus, Lagu Komuni selesai ketika semua umat sudah menerima Komuni. Karena itu, Lagu Komuni tidak cocok baru dinyanyikan ketika semua umat sudah kembali ke tempat duduk.

d. Doa Sesudah Komuni

Liturgi Ekaristi diakhiri dengan “Doa Sesudah Komuni”. Imam menyatukan semua doa kita dalam “Doa Sesudah Komuni” dan kita menjawab “Amin”. Isi “Doa Sesudah Komuni” : bersyukur atas Ekaristi yang telah dirayakan, mohon berkat agar kita dapat bertekun dalam perutusan kita, dan mohon agar kita nantinya diperkenankan mengikuti perjamuan penuh di surga.


Ritus Penutup


Fungsi “Ritus Penutup” adalah mengakhiri seluruh rangkaian Ekaristi dan sekaligus menghantar umat untuk menjalankan perutusannya sehari-hari, yaitu menyucikan dunia di mana ia hidup. Inti dari Ritus Penutup adalah “Berkat” dan “Pengutusan”. Sebelum berkat dan pengutusan, petugas menyampaikan beberapa pengumuman penting.  

1. Pengumuman
Pengumuman merupakan penyampaian kegiatan-kegiatan umat dalam rangka pengutusannya. Pengumuman harus singkat, jangan panjang bahkan melebihi homili. Yang perlu diumumkan adalah hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama (bukan kegiatan per komunitas/organisasi) dan rencana-rencana pernikahan.  

2. Berkat dan Pengutusan
Berkat Pengutusan dimulai dengan sapaan imam kepada umat “Tuhan sertamu” dan umat menjawab “Dan sertamu juga”. Imam kemudian memberkati umat dengan menyebut Nama Allah Tritunggal “Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus”. Makna dari dialog salam “Tuhan sertamu.... Dan sertamu juga” adalah kehadiran dan penyertaan Allah merupakan berkat yang sesungguhnya, bagi umat untuk menjalankan pengutusannya dalam dunia nyata. Jadi, kita diberkati untuk diutus. Bentuk pengutusan itu bisa sebuah perjuangan: 

a. Bertumbuh di dalam iman. Bertumbuh di dalam iman dapat dilakukan dengan memperkenalkan Perayaan Ekaristi sejak kanak-anak sehingga perlu berpartisipasi aktif dalam Bina Iman Anak dan Bina Iman Remaja. Kita bisa mengadakan perlombaan koor lagu-lagu dalam Perayaan Ekaristi bagi anak dan remaja. Kita bisa mengadakan Perayaan Natal/Paskah bagi anak-anak yang belajar di sekolah non Katolik. Kita mendukung terbentuknya paguyuban para pendidik Katolik karena mereka memegang peranan penting dalam pertumbuhan iman anak dan remaja.

b. Bertumbuh di dalam persaudaraan. Kita hadir dalam peristiwa suka dan duka baik saudara-saudari seiman maupun masyarakat di sekitar kita. c. Pelayanan kasih. Kita bisa melakukan kegiatan untuk meningkatkan kehidupan. Banyak masyarakat/umat yang tidak mendapatkan pekerjaan sehingga perlu bersama orang yang berkehendak baik membuka kursus salon sebagai contohnya. Banyak anak-anak tidak mendapatkan bimbingan belajar dari orangtuanya karena orangtuanya bekerja di luar kota sehingga kita bisa aktif dalam kegiatan BIMBEL (bimbingan belajar). Dengan melakukan pengutusan ini, pengharapan yang mungkin telah redup akan bernyala lagi.

3. Perarakan Keluar
Setelah memberi hormat kepada altar (bukan pada tabernakel), imam dan pelayan meninggalkan ruang altar diiringi lagu penutup. Makna perarakan ini adalah kita pulang dan meninggalkan Gereja dengan membawa misi bersama, yaitu memaknai kehidupan sehari-hari dengan Ekaristi. Sebagai contoh : Memikul salib kita sehari-hari dimaknai dengan roti yang terpecah dan memberikan cinta kasih kepada orang miskin dimaknai dengan anggur yang tercurah.

Catatan : Lagu Penutup harus bersifat memberi gairah dan semanta kepada umat agar dapat menjalankan perutusan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari dengan gembira. Tuhan memberkati.