Tampilkan postingan dengan label Renungan Tematis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan Tematis. Tampilkan semua postingan

Renungan Misa Arwah

PERINGATAN 40 HARI Bpk. Paul Ohiwutun

Bacaan: 2 Kor 5:1-10
Injil : Mat 26: 26-29

Dalam misa arwah 7 hari, Pastor Anton meminta beberapa dari kita untuk sharing pengalaman soal kesan yang kita peroleh selagi hidup bersama pak Paul. Pada kesempatan ini, saya tidak akan minta untuk melakukan hal yang sama, tapi saya mengajak kita untuk melihat bahwa ketika kita mengengankan saudara saudari kita yang telah meninggal itu berarti kita menghubungkan kembali diri kita dengan dirinya. Amatlah sangat penting bahwa dalam hidup ini kita mengenangkan kembali orang-orang yang dulu pernah hidup bersama dengan kita. Kita menghubungkan hidup kita dengan hidup mereka. Seiring dengan itu, kesedihan kita pun semakin berkurang. Dan di sinilah kemampuan daya ingat memainkan peranan yang besar. Setiap kali kita mengenang kembali kehidupan orang yang telah meninggal, kita pasti akan merasa sedih.

Sedih atau bahkan sampai menangis bukanlah sesuatu yang buruk. Bahkan dikatakan, itu baik dan bahkan perlu. Kalau kita berusaha untuk menekan perasaan sedih itu maka kita pasti akan merasa sakit.

Kita semua tentu ingin dikenang. Jesus sendiri pun ingin dikenang. Dia meninggalkan bagi kita suatu cara untuk mengenang Dia yaitu melalui Ekaristi. Pada perjamuan malam terakhir Dia bahkan mengatakan : ‘Lakukan ini sebagai peringatan akan Daku’

Dan hal yang menakjubkan dalam hal ini adalah bahwa ketika kita mengenang Yesus dengan cara ini, Dia akan hadir bersama kita. Bukan suatu kehadiran fisik tetapi secara rohani: Suatu kehadiran nyata yang mengatasi ruang dan waktu. Dengan demikian kita bisa masuk dalam suatu relasi dengan dia lebih dalam daripada relasi melalui kehadiran fisik. Kita tidak hanya berkomunikasi dengan Dia tetapi kita bersatu dengan Dia.

Orang-orang yang kita cintai yang telah meninggal dunia, tidak pernah hilang, tidak pernah dipisahkan dari kita. Jika kita mengenang mereka, maka mereka pun hadir bersama dengan kita. Bukan hanya dalam kenangan tetapi sungguh hadir…kita tidak bisa melihat, tetapi kita bisa merasakan.

Pada kesempatan ini, pertama-tama kita diajak untuk bersyukur kepada Allah atas anugerah hidup yang telah Ia berikan kepada almarhum…juga atas anugerah hidup yang telah kita terima melalui dia.

Dari sharing-sharing yang dulu, saya mendapat kesan bahwa kita semua berbangga bahwa dalam hidup ini kita mengenal dan bahkan hidup bersama Pak Paul Saya yakin keluarga pasti sangat berbangga memiliki seorang ayah seperti ini. Namun satu hal yang ingin saya katakan bahwa betapa pun baiknya seorang ayah, cintanya yang pernah kita terima masih merupakan cinta seorang manusia yang terbatas dan tidak sempurna. Kita merindukan sebuah cinta yang sungguh dapat dipercayai, sebuah cinta yang sungguh sempurna, dimana hanya Allah sajalah yang mampu memberikannya. Hanya Allah dapat memberikan apa yang kita rindukan.

Cinta seorang ayah bagi anak-anaknya mengingatkan kita akan cinta Allah. Cinta seorang ayah merupakan refleksi atas cinta Allah. Berulang kali di dalam Injil, Yesus berbicara tentang Allah dengan membandingkan cinta seorang ayah kepada anak-anaknya. Dan ketika Yesus mati, dia mempercayakan roh-Nya kepada Bapa-Nya seperti seorang anak yang menjatuhkan dirinya ke dalam rangkulan sang ayah.

Kita adalah anak-anak Allah. Ketika Allah menciptakan kita, Ia menciptakan menurut gambar dan rupa-Nya sendiri. Ketika Allah memandang kita, Allah melihat gambaran diri-Nya di dalam kita yang membuat-Nya selalu mencintai kita.

Seringkali kita diingatkan akan cinta Allah pada peristiwa-peristiwa kematian. Ketika sanak keluarga meninggal, kita merasa tak berdaya, bahwa semuanya itu berada di luar kontrol diri kita. Kita seakan berjalan sendirian. Tetapi...Allah selalu ada dalam situasi apapun. Allah tidak meninggalkan kita dalam situasi seperti ini.

Cinta Allah itu memampukan kita untuk meninggalkan dunia ini menuju suatu dunia yang baru dengan penuh harapan.

Dalam bacaan pertama tadi, rasul Paulus menegaskan kepada umat di Korintus bahwa kita hidup dalam dua dunia yakni dunia yang sekarang dan dunia yang akan datang. Dunia yang sekarang ini bersifat sementara, dunia yang penuh dengan tekanan sosial, politik, keamanan dan karena tidak kekal, hasil buatan manusia maka dunia sekarang ini bisa dibongkar.

Sebaliknya dunia yang akan datang sifatnya kekal, dunia yang penuh dengan kedamaian. Pembangunnya ialah Allah sendiri.

Allah telah memberi kita kunci untuk bisa masuk ke dalam dunia yang akan datang. Namun satu hal yang dituntut dari setiap kita yang mau masuk ke dalamnya adalah Iman, harap dan kasih. Semoga.

Pastor Tonny Blikon, SS.CC

Kesatuan antara Kitab Suci dan Tradisi

Kesatuan antara Kitab Suci dan Tradisi

Saudara dan saudariku.
Tema pengajaran bulan Kitab Suci ini adalah kesatuan antara Kitab Suci dan Tradisi. Dan tokoh ziarah bulan ini adalah St. Matius, penginjil dan St. Hironimus.

Hampir semua denominasi protestan mengatakan bahwa ’hanya Alkitab” adalah sumber iman Kristiani. Tetapi tidak untuk gereja katolik. Memang Gereja katolik juga menerima Kitab Suci sebagai dasar iman tetapi bukan satu-satunya. Karena kita juga mengakui adanya tradisi dan magisterium (hak mengajar) gereja yang tertuang dalam ajaran resmi gereja.

Dalam suatu kesempatan, Bapak Uskup Julius Kardinal pernah menyampaikan keprihatinannya bahwa banyak umat katolik tidak PD kalau berhadapan dengan sesama kita dari protestan kalau mulai membahas soal KS. Lebih lanjut Bapak Uskup menegaskan bahwa sebagai orang katolik, kita harus berbangga karena memiliki banyak kekayaan rohani. Selain KS, kita juga punya tradisi, ajaran resmi gereja dan sakramen-sakramen. Kita orang Katolik melihat KS bukan sebagai satu-satunya aturan normative tetapi KS dilihat sebagai sumber inspirasi.

Saudara dan saudariku.
Ada 3 semboyan reformasi yang dikalukan oleh kaum protestan dalam menentang gereja Katolik: ”Sola fidei, sola gracia, sola scriputra” Berkaitan dengan tema pengajaran minggu ini saya hanya ingin mempersoalkan ’Sola Scriputra’ Artinya; hanya Kitab Suci yang menjadi otoritas kebenaran. Di luar kitab suci, seperti tradisi dan ajaran gereja tidak diterima sebagai kebenaran. Tapi kalau kita teliti, tidak pernah di dalam KS diajarkan bahwa ’Hanya Alkitab saja” lah yang menjadi otoritas tunggal.

Dasar ajaran Sola Scriptura itu hanya merupakan tafsiran atas 2 Tim 3:16-17 ”Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”.

Tetapi kalau kita teliti, kita bisa lihat bahwa Paulus tidak berkata: ”Hanya Alkitab yang diilhamkan Allah memang bermanfaat”, tetapi ia berkata: ”segala tulisan yang diilhamkan Allah”. Tulisan Para Bapa Gereja yang adalah tradisi yang dibukukan, juga diilhamkan oleh Allah

Berbicara tentang tradisi, Yesus Mat 15, tidak mengutuk semua tradisi tetapi hanya tradisi yang menyimpang.

Juga dalam 2 Tes 2:15: ”Paulus menasihatkan umatnya: ”Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” Ajaran-ajaran yang tidak tertulis inilah yang disebut sebagai tradisi.

Jadi ajaran tentang Sola Scriptura itu tidak ada dasar dalam alkitab. Alkitab tidak pernah mengajar bahwa ia adalah otoritas satu-satunya.

Tradisi adalah ajaran yang tidak ditulis di dalam kitab suci. Mengenai ajaran yang tidak tertulis ini pun disebut dan diakui di dalam Kitab Suci. Misalnya

Kis 2:42 dikatakan bahwa jemaat perdana ”bertekun dalam pengajaran para rasul”. Jadi, jauh sebelum kitab-kitab Injil ditulis kehidupan iman gereja tergantung pada ajaran lisan para pemimpin suci yang ditetapkan oleh Tuhan.

1 Kor 15:3 ”Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci”. Di sini Paulus mengatakan bahwa kebenaran tentang Yesus yang ia terima sendiri telah ia sampaikan (dan ini secara lisan, tentunya)

Yoh 21:25 “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu”. Yohanes mengakui bahwa yang ia tulis hanyalah hal-hal yang paling mendasar untuk keselamatan manusia.

Yoh 16: 12-13 “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku.”. Nah…. Bagaimana Roh Kudus akan membimbing kita kepada seluruh kebenaran, jika kebenaran itu hanya dibatasi oleh tradisi yang sudah dituliskan dalam alkitab”

Bagaimana terjadinya tradisi ini?
Pada waktu Yesus masih hidup, Ia memilih para rasul, supaya mereka menemani-Nya sebagai pemberita kerajaan Allah, lalu sesudah kebangkitan-Nya menjadi saksi-Nya yang resmi sampai ke ujung bumi. Selama Yesus hidup, para rasul mengalami-Nya, tetapi belum memahami-Nya. Setelah dicurahi Roh Kudus, seluruh pengalaman yang sudah mereka miliki sehubungan dengan Yesus dan karya-Nya, mereka renungkan dan olah sedemikian rupa, sehingga mereka:
1. Memahami Yesus;
2. Mampu meneruskannya kepada generasi selanjutnya.
Pengalaman unik para rasul itu, yang kemudian mereka teruskan, disebut Tradisi Apostolik. Iman Gereja sepanjang masa bertumpu pada refleksi atas pengalaman nyata para rasul yang dibimbing oleh Roh Kudus secara istimewa itu. Gereja kristen berlandaskan Tradisi ilahi-rasuli itu. Dalam tahap awalnya, Gereja belum memiliki Perjanjian Baru tertulis.

Apa itu Tradisi?
Tradisi ialah "Sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka, dalam terang Roh kebenaran, dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia." (Dei Verbum , no.9) Para Rasul meninggalkan kepada Gereja pemberitaan hidup. Di dalamnya tercakup segala sesuatu yang mereka lakukan dan ajarkan tanpa ditulis, baik sebelum maupun sesudah tersusunnya Perjanjian Baru.
Tradisi mencakup segala sesuatu yang diteruskan oleh para rasul untuk dipelihara sebagai bagian integral iman, antara lain ajaran, persekutuan kasih, ibadah. Semuanya itu merupakan sarana untuk hidup suci dalam iman. Semuanya itu dapat diteruskan, tetapi tidak semuanya dapat diteruskan secara verbal. Vatikan II,
Dei Verbum menerangkaannya sebagai berikut, "Adapun apa yang diteruskan oleh para Rasul mencakup segala sesuatu, yang membantu umat Allah untuk menjalani hidup yang suci dan untuk berkembang dalam imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta ibadahnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, iman seutuhnya." (Dei Verbum, no.8.)

Saudara dan saudariku
Dari uraian mengenai tradisi ini jelaslah bahwa ada kaitan yang erat antara Tradisi dan Kitab Suci. Oleh karena itu, Alkitab harus ditafsirkan dalam konteks dan dalam kesatuan dengan Tradisi. Sulit membayangkan bahwa penafsiran Alkitab itu lepas dari Tradisi, sebab sebelum Alkitab ditulis, Sabda Allah itu sudah lebih dahulu dihayati dalam Tradisi.
________________________________________

Ada banyak tradisi yang tidak diterima oleh gereja sebagai sebuah tulisan suci karena tidak mengungkapkan kebenaran yang ada di dalam kitab suci.

Misalnya Injil Yudas.... Dalam Injil Yudas dikatakan bahwa Yesus tidak mati disalibkan tetapi Yudas Iskariot. Pandangannya mengatakan: Orang yang mati disalib dianggap sebagai orang yang dihukum oleh Allah sehingga Yesus tidak mungkin mati disalibkan. masakan Yesus Putra Allah dibiarkan oleh Allah untuk mati disalibkan? Sehingga pada waktu disalibkan, Yesus dengan kuasanya turun dari salib....dan digantikan dengan Yudas Iskariot..... nah itu pandangan menurut Injil Yudas...yang tentu bertentangan dengan Injil Yohanes. Dalam Yohanes 19:35 ”Dan orang yang melihat hal itu sendiri yang memberikan kesaksian ini dan kesaksiannya benar, dan ia tahu, bahwa ia mengatakan kebenaran, supaya kamu juga percaya”

Yohanes...murid yang dikasihi Tuhan... berdiri di bawah kaki salib Yesus.. Dia yang adalah murid yang terkasih tentu tidak mungkin salah mengenal bahwa yang tergantung di salib itu adalah Yesus, Tuhan dan Gurunya.

Dalam banyak hal, Injil Yudas, bertentangan dengan teks Injil yang kita miliki sekarang sehingga tidak diterima sebagai suatu tradisi gereja.
Ada yang bertanya: Kok kenapa hanya empat Injil? Kan ada Injil Petrus, Injil Barnabas, Injil Thomas dll....

St. Irenius (abad 2) memberikan jawabannya sbb: Hanya ada 4 kitab Injil dan sampai kapan pun tetap 4 tidak akan bertambah apalagi berkurang. Empat itu menunjuk pada 4 titik utama pada kompas penunjuk arah. Gereja menyebar ke seluruh penjuru dunia dengan 4 Injil sebagai 4 pillar utama dan sebagai empat arah mata angin yang bertiup ke mana pun umat hidup. 4 kitab itu sebenarnya merupakan satu Injil yang diinspirasikan oleh Roh Kudus.

Sebenarnya jumlah 4 ini sudah digambarkan dalam pengalaman rohani nabi Yehezkiel (Yez 1:4-10) ”Lalu aku melihat, sungguh, angin badai bertiup dari utara, dan membawa segumpal awan yang besar dengan api yang berkilat-kilat dan awan itu dikelilingi oleh sinar; di dalam, di tengah-tengah api itu kelihatan seperti suasa mengkilat. Dan di tengah-tengah itu juga ada yang menyerupai empat makhluk hidup dan beginilah kelihatannya mereka: mereka menyerupai manusia, tetapi masing-masing mempunyai empat muka dan pada masing-masing ada pula empat sayap. Kaki mereka adalah lurus dan telapak kaki mereka seperti kuku anak lembu; kaki-kaki ini mengkilap seperti tembaga yang baru digosok. Pada keempat sisi mereka di bawah sayap-sayapnya tampak tangan manusia. Mengenai muka dan sayap mereka berempat adalah begini: mereka saling menyentuh dengan sayapnya; mereka tidak berbalik kalau berjalan, masing-masing berjalan lurus ke depan. Muka mereka kelihatan begini: Keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang.
Hal yang sama dilihat oleh Yohanes dalam wahyu 4:7 ”Adapun makhluk yang pertama sama seperti singa, dan makhluk yang kedua sama seperti anak lembu, dan makhluk yang ketiga mempunyai muka seperti muka manusia, dan makhluk yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang”

Keempat Injil yang kita miliki sekarang ini sangat erat kaitan dengan penglihatan-penglihatan kudus ini. Yesus tetap menjadi pusat dari ke-4 injil tersebut.

Lambang ke empat penginjil itu sama dengan lambang binatang-binatang yang digambarkan dalam penglihatan tadi.

Markus dilambangkan dengan singa karena ia mengawali pewartaannya dengan kisah tentang tampilnya Yohanes Pembaptis yang berseru di padang gurun seperti singa yang mengaum-ngaum mencari mangsanya.

Matius dilambangkan dengan suatu makluk serupa seorang manusia yang bersayap. Karena dalam Injilnya dia lebih menekankan Yesus sebagai anak manusia. Istilah ’anak manusia’ ini berakar dalam Dan 7:13-14 ”Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah”. Dalam Mat 25 tentang Pengadilan Terakhir Yesus tampil sebagai raja yang menerima kuasa dari Allah untuk menghakirim dunia.

Lukas dilambangkan dengan seekor anak lembu karena ia mengawali kisah dengan ceritra tentang nabi Zakariah yang mempersembahkan korban di Bait Allah.

Yohanes dilambangkan dengan burung rajawali karena pada awal injilnya dia berbicara tentang kekuasaan dan kemuliaan Sang Sabda yang nampaknya terlalu tinggi untuk dipahami oleh manusia (seperti En avrch/| h=n o` lo,goj( kai. o` lo,goj h=n pro.j to.n qeo,n( kai. qeo.j h=n o` lo,gojÅ Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. (Yoh 1:1).

St. Hironimus berkata: ”Ignorance of the scripture is ignorance of the Christ”

Iman yang tumbuh dari pendengaran dan kemudian menjadi keyakinan



IMAN YANG TUMBUH DARI PENDENGARAN (PEWARTAAN) DAN KEMUDIAN MENJADI KEYAKINAN
Pst. Tonny Blikon, SS.CC


Saudara dan saudariku….
Untuk mengisi Tahun Imam ini, Bapak Uskup telah memberikan ijin kepada para Pastor seluruh keuskupan Agung Jakarta untuk setiap minggu pertama dalam bulan memberikan kotbah dalam bentuk pengajaran. Hal ini muncul dari keprihatinan yang mendalam dari Bapak Uskup karena ada begitu banyak umat yang tidak tahu akan KS, Tradisi dan ajaran Gereja. Dalam suatu pertemuan bersama para imam sedekenat, Bapa Uskup mengungkapkan keprihatinan ini dan dia mengatakan dengan nada kelakar: “Saya Uskup Agung Jakarta memberi ijin untuk melanggar tata aturan liturgy…..saya sadar betul akan pelanggaran ini, tetapi ini saya lakukan karena keprihatinan yang mendalam”.

Berkaitan dengan itu, Bapa Uskup telah memberikan tema-tema pengajaran yang harus disampaikan kepada umat. Dengan mengambil Tokoh ziarah bulan ini, yaitu St. Thomas rasul, tema yang ditawarkan adalah adalah ”Iman yang tumbuh dari pendengaran (pewartaan) dan kemudian menjadi keyakinan”

Saya berusaha untuk setia kepada Bapa Uskup dengan menjalankan apa yang ia minta karena itu, renungan pada hari bukanlah sebuah homily dalam arti yang sebenarnya tetapi lebih merupakan sebuah pengajaran.

Saudara dan saudariku...
Dalam kehidupan rohani, mendengar adalah suatu sikap yang amat sangat penting. Bahkan dalam Alkitab dicatat bahwa mendengarkan adalah lebih baik daripada korban sembelihan. "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.” (1Sam 15:22). Juga dalam Mzm 40: 7 "engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, ttapi Engkau telah membuka telingaku, korban bakar dan korban penghapus dosa tidak Kau tuntut"

Shema Israel diawali dengan seruan: ”Dengarlah hai israel....... TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! (Ul 6;4).

Pendengaran sangat berpengaruh pada kehidupan kita. Apa yang kita dengarkan bisa mempengaruhi kejiwaan kita. Misalnya.... anak-anak kecil bisa berkata kotor karena ia sering mendengarkan perkataan kotor di dalam keluarga maupun di lingkungan.

Berkaitan dengan mendengar ini, ada satu lagu wajib di sekolah kita: ”Hati-hati gunakan matamu....hati-hati gunakan matamu.....Allah bapa di surga melihat ke bawa, hati-hati gunakan matamu.....(telinga....)”.

Singkatnya dalam lagu itu diingatkan untuk menggunakan organ-organ tubuh dengan hati-hati.....

Saya secara pribadi tidak terlalu setuju dengan lagu itu, karena seakan-akan mengajarkan kepada anak bahwa Allah itu seperti seorang pengawas...atau polisi yang sembunyi di suatu perempatan sambil mengawas kendaraan yang lewat. Jika ada kesalahan langsung dicegat. Padahal Allah kita adalah Allah yang Maharahim.

Tetapi bagi saya lagu itu cukup menarik untuk dijadikan titik acuan. ”Hati-hati gunakan telingamu....” Kita diingatkan untuk hati-hati mengarahkan telinga pada ’Apa’ yang patut didengar. Karena itu, walaupun lagu ini sebenarnya cocok untuk anak-anak sekolah minggu tetapi saya kira patut dinyanyikan oleh setiap orang untuk mengingatkan penggunaan telinga yang benar sesuai dengan kehendak Allah. Dalam liturgi Baptis....ada pengurapan telinga...dengan mengatakan Effata....

Berkaitan dengan mendengar maka betapa pentingnya telinga itu. Tidak peduli bagaimana bentuk telinganya..besar, kecil, tebal, tipis....yang penting bisa mendengar dengan baik dan dipakai dengan baik.

Yesus sendiri pernah mengatakan: ”Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar”. (Mat 13:16)

Melalui ayat ini, rupa-rupanya ada orang yang tidak berbahagia walaupun memiliki telinga.

Dalam ayat sebelumnya, Mat 13:15 berbunyi: ”Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; ...” Yesus menegur suatu kelompok masyarakat yang tidak berbahagia walaupun memiliki telinga.

Oleh karena itu, Yesus pada kesempatan yang lain juga mengatakan: ”Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar” (Mat 11;15).

Apa yang perlu didengar? Yang perlu didengar adalah firman Kristus. Rasul Paulus dalam Rom 10: 17, berkata: ”Iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus.”

Karena itu, secara liturgis tidak tepat kalau dalam perayaan ekaristi, umat memiliki teks bacaan-bacaan mingguan, sehingga ketika firman itu disampaikan dari mimbar ini, umat kelihatannya tidak mau mendengarkan tetapi sibuk membaca masing-masing.

”Iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus”

Ada yang iseng tanya: Bagaimana dengan membaca firman Tuhan, apakah tidak menimbulkan iman? Bisa! Kalau mau baca, bacalah dengan bersuara sehingga telinga kita mendengar apa yang kita baca dan dengan demikian maka iman kita tumbuh dari pembacaan itu.

Ada yang lebih iseng lagi tanya: Bagaimana kalau baca dalam hati? Apakah tidak menimbulkan iman? Bisa! Memang Tuhan dapat berbicara kepada kita dalam hati kita memalui suara roh di dalam diri kita, sehingga dapat menimbulkan iman....tetapi itu mengandaikan bahwa ’telinga batin’ / antene batin kita peka untuk mendengarkan suara Allah itu.

Juga ketika kita membaca Alkitab...kita tidak membaca seperti membaca surat kabar....tetapi awalilah setiap pembacaan KS dengan doa. Mohon bantuan Roh Kudus untuk membimbingmu. Membaca KS hendaknya seperti membaca sebuah surat cinta...(KS = Surat cinta dari Allah) hati dan perasaan kita terlibat di dalammnya.... sehingga terjadi komunikasi yang hidup, karena firman itu berbicara kepada kita...sehingga bisa menimbulkan iman.

Saudara dan saudariku
Kita kembali pada teks Rom 10: 17 tadi: ”Iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus. (Ergo fides ex auditu, auditus autem per verbum Christi ) ( ara ’h pistiz ’ex akohz ’h de akoh dia rematoz cristou )

Dalam ayat ini, Paulus memperlihatkan posisi penting telinga bagi manusia. Pendengaran macam apakah yang dimaksudkan oleh Paulus?

Kata benda ’pendengaran’ (Yunani -= akoe) berasal dari kata kerja akouw = mendengar). Dalam kata mendengar ini berarti ada kehadiran seorang pribadi yang kepadanya kita mendengar dan mempertimbangkan apa yang sedang disampaikan dalam upaya untuk memahami. Jadi mendengar dalam pandangan Paulus adalah berarti memahami apa yang didengar itu.

• Iman timbul dari pendengaran
Dalam ayat ini terdapat hubungan yang erat antar telinga sebagai organ pendengar dengan iman serta firman Kristus. Dkl. Hubungan antara pendengaran dengan apa yang didengar dan apa yang dihasilkan oleh pendengaran itu.

• Dan pendengaran oleh firman Tuhan
kata ‘oleh’ di sini (Yunani = dia) bisa berarti: ”berdasarkan pada”

Itu berarti: iman timbul dari proses penggunaan telinga dengan sungguh-sungguh untuk mendengarkan firman yang diberitakan oleh Kristus. Memaksimalkan penggunaan telinga berarti juga membuka jalan pada iman. Namun penting diingat bahwa ’apa yang didengar’ menurut Paulus yang menjadi sumber tumbuhnya iman adalah ’firman Kristus” itu sudah jelas. Bukan mendengarkan gossip.

Saudara dan saudariku...
Berkaitan dengan iman, terjemahan dari kata Yunani pistis (pistis) yang secara umum berarti ’kepercayaan”. Tetapi di sini Paulus memakainya dalam penggunaan yang khas kristiani. Yang ia maksudkan dengan iman itu adalah penerimaan akan pemberitaan. Dan pemberitaan itu tidak lain adalah rematos Kristou (Firman Kristus).

Iman itu ada kaitannya dengan pengetahuan. St. Bonaventura mengungkapkannya dengan sangat baik : ”Fides quarrens intelectum est”. Iman itu mencari pembenarannya melalui akal budi. Pembenaran akal budi itu melalui apa yang terindari....

Berkaitan dengan ini, kita lihat tokoh ziarah kita bulan ini: St. Thomas rasul. Rasul Thomas, pertama tidak percaya akan pemberitaan para rasul yang lain bahwa Yesus telah bangkit. Ia ingin fakta yang bisa terindrai...(lihat, raba). Dan pada akhirnya Yesus berkata: "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."

Untuk masa sekarang iman kita akan Yesus memang tidak bisa kita buktikan berdasarkan apa yang terindrai tetapi bisa melalui pengetahuan. Pengetahuan tentang Allah akan memperkuat iman dan kepercayaan kita kepada Allah. Pengetahuan yang bertambah tentang Alkibat akan meningkatkan iman kita. Karena itu penting untuk membaca dan mempelajari buku-buku teologi atau komentar tentang kitab suci.

DV 25 ”Gereja mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, supaya dengan sering kali membaca kitab-kitab Ilahi agar memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus Kristus. St. Hironimus mengatakan: ”Ignorance of the scripture is ignorance of Christ”

Selain itu pada masa kini, firman Kristus itu disampaikan melalui homili oleh karena itu ketika homili disampaikan di situ ada kesempatan untuk timbulnya iman bagi orang yang mau mendengar.

Tetapi seringkali saya mengamati bahwa ketika homily di sampaikan, banyak yang tertidur. Memang saya akui bahwa tidak semua homily menarik....apalagi kalau yang membawakan hanya membaca homili orang lain. Sehingga tidak ada daya yang menggerakan dari dalam dirinya. Kalau sudah tidak ada daya yang menggerakan dari dalam dirinya, bagaimana bisa mengharapkan kalau homili itu bisa menggerakan orang lain, atau membangkitkan iman?

Suatu ketika, setelah misa ada umat yang datang kepada salah pastor dan berkata: ”Pastor kotbah tadi itu bagus tetapi kok sama dengan kotbah sabtu kemarin di paroki tetangga?

Saya tidak mau meneruskan kisah ini, tetapi saudara-saudariku.... bagaimana pun homili itu disampaikan, itu tetap homili yang berusaha untuk mengaplikasikan sabda Allah dalam kehidupan kita. Karena itu, bukalaha telinga, perhatikan dan dengarkanlah sabda Allah itu.

Berkaitan dengan sabda Allah, baik Konsili Vatikan II maupun Katekismus Gereja Katolik mengatakan bahwa gereja selalu menghormati Sabda Tuhan sama seperti ia menghormati Tubuh Kristus.

Saya kutip DV 21 ” Kitab-kitab Ilahi seperti juga Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja, yang – terutama dalam Liturgi Suci – tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada umat beriman……

Katekismus Gereja Katolik #103: Dari sebab itu Gereja selalu menghormati Kitab-kitab Suci sama seperti Tubuh Kristus sendiri. Gereja tak putus-putusnya menyajikan kepada umat beriman roti kehidupan yang Gereja terima baik dari meja Sabda Allah, maupun dari meja Tubuh Kristus

St. Hironimus “Jika Anda menerima Tubuh Tuhan dengan penuh hormat dan hikmat, menjaga jangan sampai ada remah-remah jatuh ke lantai dan hilang, maka dengan sikap yang sama hendaknya anda juga menerima Sabda Tuhan jangan biarkan satu kata pun jatuh dan hilang begitu saja.”
Iman yang timbul dari pendengaran itu akan membawa orang kepada Allah.

Saudara dan saudariku.
Melalui pengajaran yang sederhana ini, saya ingin mengajak kita untuk lebih memakai telinga kita untuk mendengarkan firman Tuhan daripada mendengarkan perkataan-perkataan manusia yang sering memperdaya sesamanya dan bahkan menyesatkan seperti gossip, kabar-kabari, silet. Inilah yang diperingatkan oleh Rasul Paulus kepada umat di Kolose: ”Hal ini kukatakan, supaya jangan ada yang memperdayakan kamu dengan kata-kata yang indah” (Kol 2:4).

Ya Tuhan...tolonglah kami untuk lebih mengarahkan telinga kami kepada firman-Mu agar iman kami semakin bertumbuh di dalam Engkau.