Senin Pekan Biasa 23
Bacaan
Injil Luk 6: 6-11
Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!" Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?" Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus
Renungan
Menarik kalau kita membayangkan peristiwa Injil hari ini. Pertama, Yesus berada di dalam Bait Allah dengan dikelilingi oleh banyak orang termasuk ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ada maksud jahat yang terselubung dalam diri para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari sabat supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan dia. Tekanannya terletak pada keinginan mereka untuk menjerat dan mempersalahkan Yesus karena tindakan pelayanan-Nya.
Yesus, yang mengetahui pikiran mereka, berdiri dan malahan menantang mereka, kataNya: 'Aku bertanya kepada kamu: manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?'. Yesus mengembalikan masalah kepada inti persoalannya. Mereka semua bungkam dan tak berani menjawab karena memang mereka semua sudah mengetahui jawabannya, mereka tahu apa yang harus mereka katakan dan mereka lakukan dengan pertanyaan Yesus tadi. Mereka diam, karena mereka malu.
Kedua, kepada orang yang sakit, Yesus berkata: 'Bangunlah dan berdirilah di tengah! .... 'Ulurkanlah tanganmu!'. Kita bisa membayangkan perasaan yang berkecamuk dalam batin orang sakit itu. Di hadapannya ada Yesus tetapi ia juga dikelilingi oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi; mereka yang notabene menduduki kursi Musa dan semua orang harus hormat dan tat kepada mereka (bdk Mat 23:2-3). Siapakah Yesus, yang tidak mempunyai posisi dan peran utama dalam struktur masyarakat pada waktu itu? Saat itu, Yesus seakan memberikan pilihan kepada orang sakit itu: manakah yang lebih baik bagi kamu: taat kepadaKu atau taat kepada mereka? kata Yesus kepada orang yang lumpuh tangannya itu. Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Dan ternyata orang itu bisa memilih yan terbaik di dalam hidupnya. Dia memilih Yesus yang mampu menyelamatkan.
Merenungkan pilihan orang sakit ini, kita teringat akan sabda Tuhan: “Aku hendak memuliakan TUHAN selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada. Janganlah percaya kepada para bangsawan, kepada anak manusia yang tidak dapat memberikan keselamatan. Apabila nyawanya melayang, ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya. Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya” (Mzm 146: 2-5).
Kutipan sabda Tuhan ini, kiranya juga mengingatkan kita untuk senantiasa memilih Tuhan di selagi kita masih hidup. Kita mungkin tidak pernah mengalami pergumulan batin sebagaimana yang dialami oleh orang sakit tadi, karena semakin hari kita semakin mengerti bahwa Yesus adalah satu-satunya harapan keselamatan kita.
Meluangkan waktu untuk mengikuti ekaristi, berdoa, atau merenungkan sabda Tuhan merupakan langkah pilihan yang kita buat kepada Yesus. Yang perlu kita kerjakan sekarang adalah agar kita semakin hari semakin setia, karena memang kesempatan untuk semakin mengenal Dia semakin terbuka lebar. Usaha pengenalan dan kesetiaan kita hendaknya meneladan Paulus tentang usaha dan pergumulan dalam mengenal Kristus.
Apa yang bisa kita pelajari dari bacaan Injil hari ini? Marilah kita renungkan sabda Yesus kepada orang sakit tadi: ”Ulurkanlah tanganmu”. Ini merupakan suatu perintah yang biasa. Jika seorang dokter mau periksa tangan kita, dia pun pasti akan berkata: ”tangannya mana?, dengan maksud agar kita mengulurkan tangan kepadanya. Tetapi perintah yang sama pun dapat diberikan kepada kita yang tidak sakit tangan. Berarti ulurkanlah tanganmu untuk membantu orang miskin atau mereka yang membutuhkan. Juga ulurkanlah tanganmu kepada Tuhan, untuk memohon ampun atas segala dosa kita. Supaya kita disembuhkan, maka kita harus mengulurkan tangan. Tuhan telah mengulurkan tangan-Nya untuk menjamah kita dengan kasih-Nya yang menyembuhkan. Semoga kita pada gilirannya juga mengulurkan tangan untuk berbuat baik kepada orang yang membutuhkan bantuan kita. Semoga

Tampilkan postingan dengan label Renungan Harian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan Harian. Tampilkan semua postingan
Jumad Pertama Februari 2010
Bacaan:
Sirach 47:2-11.
Injil Mark 6:14-29
RENUNGAN
Dalam bacaan-bacaan hari ini, kita lihat ada 3 cara manusia bersikap atas dosa. Cara pertama, kita lihat dalam pribadi dan cara Herodias. Herodias terlibat dalam perselingkuhan dengan Herodes. Dia tahu bahwa itu salah, tetapi dia tidak mau bertobat. Ada orang yang menegur dia tentang dosa dan kesalahan yang telah ia lakukan, yaitu Yohanes Pembaptis. Akan tetapi Herodias malah berusaha untuk menyingkirkan Yohanes Pembaptis, supaya hati kecilnya tidak selalu diganggu. Dengan demikian dia mau menunjukkan bahwa apa yang ia lakukan itu benar. Herodias seakan berkata: “saya akan menyngkirkan Yohanes Pembaptis maka tidak ada orang yang akan mengatakan bahwa apa yang saya lakukan ini adalah salah”.
Cara kedua, dapat kita lihat dalam pribadi Herodes. Dia tahu bahwa apa yang ia lakukan itu salah, tetapi ia tidak suka bahwa Yohanes Pembaptis menegur dia. Dia tahu bahwa apa yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis itu benar, tetapi ia tidak mau kalau kebenaran itu mengganggu dia. Ia sungguh menikmati perselingkuhan itu, maka dia tidak mau menggubah cara hidupnya. Hatinya terjebak di antara cinta diri dan kenikmatan.
Saya yakin bahwa di dalam hati dan pikiran Herodes ada pergulatan seperti ini: “apakah saya harus melakukan apa yang benar? Atau saya terus melanjutkan apa yang telah salah saya lakukan selama ini? Saya tahu bahwa sebetulnya saya ingin melakukan apa yang benar.....tetapi saya sungguh menikmati kesalahan yang telah saya lakukan.......”
Dari pergulatan itu, Herodes akhirnya mengambil jalan untuk tetap melakukan dosa sekalipun hal itu tetap mengganggu kesadaran dan suara hatinya. Dan apa yang terjadi di kemudian hari? Kesadaran dan suara hatiya menjadi tumpul sehingga ia tidak lagi peduli dengan apa yang disebut sebagai kebenaran.
Cara ketiga, kita dengar dalam bacaan I tadi yaitu tentang Daud. Daud ingin sekali melayani Tuhan. Kita tahu bahwa Daud telah melakukan banyak kesalahan dan dosa di hadapan Tuhan.
Dalam bacaan hari rabu kemarin dari 2 Sam 24: 2, 9-17; di katakan bahwa Daud mulai menunjukan sikap kurang percaya kepada Allah. Ia tidak percaya bahwa Allah akan memberikan bantuan dalam hal apapun yang ia perlukan termasuk bisa penyediakan pasukan bagi Daud. Daud memerintahkan untuk menghitung berapa jumlah orang yang layak menjadi tentara. Hal ini sebenarnya dilarang oleh Allah karena melakukan hal itu berarti tidak lagi percaya kepada Allah. Akibat dari dosa Daud ini dirasakan oleh seluruh rakyat. Dosa Daud yang sangat memalukan adalah mengambil Betsheba, Istri Uria, untuk dijadikan selirnya.
Tetapi dalam bacaan I tadi kita mendengar bahwa semua dosa dan kesalahan Daud itu diampuni oleh Tuhan? Mengapa? Karena Daud bertobat. Dan setelah bertobat, Daud lebih sungguh-sungguh lagi ingin melayani Tuhan.
Saudara dan saudariku….
Tiga cara bersikap atas dosa yang saya jelaskan tadi, bisa merupakan 3 kemungkinan cara kita pun bersikap atas dosa.
Pertama, ketika kita berdosa, kita bisa saja berkata: “Saya memang telah berdosa, tetapi peduli amat. Malah kita berusaha untuk mencari pembenaran atas dosa itu. Ada banyak orang yang setelah melakukan kesalahan dan dosa, berusaha untuk melakukan pembenaran atas tindakan dosa mereka itu. Sama seperti Herodias tadi.
Kedua, ketika kita berdosa dan ada orang menegur kita, tetapi kita berkata: “anda benar…apa yang saya lakukan ini salah…” Kita mengakui bahwa kita salah tetapi tidak mau berhenti berdosa. Hal ini nampak dalam sikap Herodes.
Ketiga, ketika kita berdosa…ada yang memperingati kita, dan kita pun dengan menyesal berkata: “Anda benar….saya telah berdosa, saya perlu bertobat. Inilah yang dilakukan oleh Daud.
Inilah 3 kemungkinan cara kita dapat bersikap atas dosa. Mau pilih yang mana? Kita mungkin akan menjawab, yang ketiga. Tetapi kalau jujur terhadap diri kita sendiri, maka kita dapat menemukan bahwa ketiga cara bersikap atas dosa ini, juga kita lakukan dalam hidup kita.
Kalau kita lihat tentang dosa yang dilakukan oleh Daud adalah sangat memalukan. Seorang raja berselingkuh. Hari jumad kemarin saya memberi retret kepada anak-anak SMK St. Maria Mediatrix, dan banyak dari mereka adalah non Kristen. Dan kebetulan bacaan I adalah kisah tentang Daud dan Bersyeba. Ketika bacaan I dibawakan, dalam hati, saya merasa malu. Pikiran saya, aduh...bisa-bisa yang non Kristen akan berkata....masa sih KS orang Kristen berisi tentang perselingkuhan? Sekali lagi, sangat memalukan, tetapi semuanya itu diampuni.
Saudara dan saudariku
Jika dosa Daud itu bisa diampuni karena ia jujur mengungkapkannya dan bertobat maka dosa kita pun pasti bisa diampuni, asalkan kita mengungkapkannya dengan jujur dan setelah itu bertobat. Di sinilah pentingnya sakramen rekonsiliasi – yang tidak sangat popular bagi orang Katolik.
Sudah seringkali saya mengatakan dari mimbar sini, apa yang saya kutip dari catatan harian St. Maria Faustina. Dalam suatu penampakan-Nya, Yesus mendesak St. Faustina untuk mengatakan hal ini kepada kita semua: ”Hai pendosa, janganlah engkau takut pada Penyelamatmu. Akulah yang pertama berinisiatif datang kepadamu karena Aku tahu bahwa dengan kekuatanmu sendiri, engkau tak dapat datang kepada-Ku. Anakku...janganlah menjauhkan dirimu dari Bapamu. Jujurlah berbicara dengan Aku. Aku ingin berbicara denganmu tentang pengampunan. Aku ingin mencurahkan rahmat-Nya atas dirimu. Betapa Aku mengasihi jiwamu. Aku telah menuliskan engkau pada telapak tangan-Ku. Namamu terpahat dalam pada luka Hati-Ku. .... Anak-Ku...apakah engkau takut pada Allahmu yang Maharahim? Kekudusan-Ku tidak menghalangi Aku menunjukkan kerahiman-Ku kepadamu. Lihatlah...untukmu Aku telah mendirikan suatu tahta kerahiman di dunia ini – Sakramen Rekonsiliasi – dari sana Aku rindu memasuki hatimu. Engkau bisa datang kepada-Ku setiap saat dan kapanpun engkau mau. Aku ingin berbicara kepadamu. Aku rindu mencurahkan rahmat pengampunan kepadamu....”
Saudara dan saudariku.
Jika kita tidak peduli atas dosa-dosa kita atau mencoba untuk menutupi dosa-dosa itu, maka tidak akan ada pengampunan karena kita belum bertobat. Dosa yang tidak dapat diampuni adalah dosa sikap keras hati yang tidak mau bertobat. Kita menolak untuk menerima kerahiman Allah, maka itu adalah dosa melawan Roh Kudus, dan kita tidak akan diampuni jika kita tidak mau bertobat. Saya kira, tidak begitu banyak orang datang kepada sakramen rekonsiliasi karena kurangnya kesadaran orang untuk bertobat.
Saudara dan saudariku.
Kembali kepada bacaan-bacaan hari ini. Kita bisa bertanya kepada diri sendiri: seberapa dalamkah kita rindu untuk melayani Allah? Apakah hati kita terjebak dalam kenikmatan dosa, sehingga tidak mau bertobat? Atau apakah kita memang tidak mau peduli sama sekali dengan dosa dan salah kita?
Ada begitu banyak orang Katolik yang menggunakan alat kontrasepsi dan tidak mau mengakui bahwa itu adalah dosa. Mereka berusaha untuk mencari pembenaran melalui ilmu pengetahuan dengan mengatakan gereja harus berubah dalam ajaran moralnya. Mereka seperti Herodias yang berusaha untuk mencari pembenaran diri. Atau ada orang yang berusaha mencari pembenaran diri dengan mengatakan ini: ”Pastor juga kan manusia?” Benar itu. Saya mengakui bahwa kami adalah manusia dan tetap manusia. Kami seperti bejana tanah liat yang rapuh yang mudah pecah, tetapi di dalam diri kami terkandung sebuah harta surgawi. St. Yohanes Maria Vianney, pada suatu kesempatan menunjuk kepada Bapa pengakuannya dan mengatakan ini: ”itulah dia, orang yang membukakan pintu surga bagi saya”
Yesus sendiri dalam penampakan kepada St. Maria Faustina, mengatakan: ”yang kamu hadapi di sana bukanlah seorang manusia, tetapi Aku sendirilah yang akan bertindak melalui imam-Ku. Aku akan mencurahkan pintu kerahiman-Ku selebar-lebarnya bagi jiwa yang datang kepada-Ku dengan penuh kepercayaan”. Jadi, jangan berusaha untuk mencari pembenaran diri atas dosa.
Atau ada yang seperti Herodes. Kita tahu bahwa kita telah melakukan dosa, tetapi kita mengakuinya dengan sikap setengah-setengah karena kita sebenarnya tidak mau bertobat.
Ada yang seperti Daud. Dia tahu bahwa dia telah berdosa, tetapi dia bertobat dan dengan sungguh mengarahkan hatinya kepada Allah.
Saudara dan saudariku.
Tak peduli seberapa besarnya dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan, tetapi jika ingin bertobat dan ingin melayani Tuhan dengan sepenuh hati, maka dosa kita pun akan diampuni. Dengan demikian, kita akan semakin mampu memuji dan memuliakan Allah. Kita akhirnya dapat mengakui bahwa hidup kita ini semata-mata karena kasih dan kerahiman dari Allah sehingga kita semakin dapat mencintai-Nya dengan segenap hati, dengan segenap kekuatan dan dengan segenap akal budi kita. Amin.
Sirach 47:2-11.
Injil Mark 6:14-29
RENUNGAN
Dalam bacaan-bacaan hari ini, kita lihat ada 3 cara manusia bersikap atas dosa. Cara pertama, kita lihat dalam pribadi dan cara Herodias. Herodias terlibat dalam perselingkuhan dengan Herodes. Dia tahu bahwa itu salah, tetapi dia tidak mau bertobat. Ada orang yang menegur dia tentang dosa dan kesalahan yang telah ia lakukan, yaitu Yohanes Pembaptis. Akan tetapi Herodias malah berusaha untuk menyingkirkan Yohanes Pembaptis, supaya hati kecilnya tidak selalu diganggu. Dengan demikian dia mau menunjukkan bahwa apa yang ia lakukan itu benar. Herodias seakan berkata: “saya akan menyngkirkan Yohanes Pembaptis maka tidak ada orang yang akan mengatakan bahwa apa yang saya lakukan ini adalah salah”.
Cara kedua, dapat kita lihat dalam pribadi Herodes. Dia tahu bahwa apa yang ia lakukan itu salah, tetapi ia tidak suka bahwa Yohanes Pembaptis menegur dia. Dia tahu bahwa apa yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis itu benar, tetapi ia tidak mau kalau kebenaran itu mengganggu dia. Ia sungguh menikmati perselingkuhan itu, maka dia tidak mau menggubah cara hidupnya. Hatinya terjebak di antara cinta diri dan kenikmatan.
Saya yakin bahwa di dalam hati dan pikiran Herodes ada pergulatan seperti ini: “apakah saya harus melakukan apa yang benar? Atau saya terus melanjutkan apa yang telah salah saya lakukan selama ini? Saya tahu bahwa sebetulnya saya ingin melakukan apa yang benar.....tetapi saya sungguh menikmati kesalahan yang telah saya lakukan.......”
Dari pergulatan itu, Herodes akhirnya mengambil jalan untuk tetap melakukan dosa sekalipun hal itu tetap mengganggu kesadaran dan suara hatinya. Dan apa yang terjadi di kemudian hari? Kesadaran dan suara hatiya menjadi tumpul sehingga ia tidak lagi peduli dengan apa yang disebut sebagai kebenaran.
Cara ketiga, kita dengar dalam bacaan I tadi yaitu tentang Daud. Daud ingin sekali melayani Tuhan. Kita tahu bahwa Daud telah melakukan banyak kesalahan dan dosa di hadapan Tuhan.
Dalam bacaan hari rabu kemarin dari 2 Sam 24: 2, 9-17; di katakan bahwa Daud mulai menunjukan sikap kurang percaya kepada Allah. Ia tidak percaya bahwa Allah akan memberikan bantuan dalam hal apapun yang ia perlukan termasuk bisa penyediakan pasukan bagi Daud. Daud memerintahkan untuk menghitung berapa jumlah orang yang layak menjadi tentara. Hal ini sebenarnya dilarang oleh Allah karena melakukan hal itu berarti tidak lagi percaya kepada Allah. Akibat dari dosa Daud ini dirasakan oleh seluruh rakyat. Dosa Daud yang sangat memalukan adalah mengambil Betsheba, Istri Uria, untuk dijadikan selirnya.
Tetapi dalam bacaan I tadi kita mendengar bahwa semua dosa dan kesalahan Daud itu diampuni oleh Tuhan? Mengapa? Karena Daud bertobat. Dan setelah bertobat, Daud lebih sungguh-sungguh lagi ingin melayani Tuhan.
Saudara dan saudariku….
Tiga cara bersikap atas dosa yang saya jelaskan tadi, bisa merupakan 3 kemungkinan cara kita pun bersikap atas dosa.
Pertama, ketika kita berdosa, kita bisa saja berkata: “Saya memang telah berdosa, tetapi peduli amat. Malah kita berusaha untuk mencari pembenaran atas dosa itu. Ada banyak orang yang setelah melakukan kesalahan dan dosa, berusaha untuk melakukan pembenaran atas tindakan dosa mereka itu. Sama seperti Herodias tadi.
Kedua, ketika kita berdosa dan ada orang menegur kita, tetapi kita berkata: “anda benar…apa yang saya lakukan ini salah…” Kita mengakui bahwa kita salah tetapi tidak mau berhenti berdosa. Hal ini nampak dalam sikap Herodes.
Ketiga, ketika kita berdosa…ada yang memperingati kita, dan kita pun dengan menyesal berkata: “Anda benar….saya telah berdosa, saya perlu bertobat. Inilah yang dilakukan oleh Daud.
Inilah 3 kemungkinan cara kita dapat bersikap atas dosa. Mau pilih yang mana? Kita mungkin akan menjawab, yang ketiga. Tetapi kalau jujur terhadap diri kita sendiri, maka kita dapat menemukan bahwa ketiga cara bersikap atas dosa ini, juga kita lakukan dalam hidup kita.
Kalau kita lihat tentang dosa yang dilakukan oleh Daud adalah sangat memalukan. Seorang raja berselingkuh. Hari jumad kemarin saya memberi retret kepada anak-anak SMK St. Maria Mediatrix, dan banyak dari mereka adalah non Kristen. Dan kebetulan bacaan I adalah kisah tentang Daud dan Bersyeba. Ketika bacaan I dibawakan, dalam hati, saya merasa malu. Pikiran saya, aduh...bisa-bisa yang non Kristen akan berkata....masa sih KS orang Kristen berisi tentang perselingkuhan? Sekali lagi, sangat memalukan, tetapi semuanya itu diampuni.
Saudara dan saudariku
Jika dosa Daud itu bisa diampuni karena ia jujur mengungkapkannya dan bertobat maka dosa kita pun pasti bisa diampuni, asalkan kita mengungkapkannya dengan jujur dan setelah itu bertobat. Di sinilah pentingnya sakramen rekonsiliasi – yang tidak sangat popular bagi orang Katolik.
Sudah seringkali saya mengatakan dari mimbar sini, apa yang saya kutip dari catatan harian St. Maria Faustina. Dalam suatu penampakan-Nya, Yesus mendesak St. Faustina untuk mengatakan hal ini kepada kita semua: ”Hai pendosa, janganlah engkau takut pada Penyelamatmu. Akulah yang pertama berinisiatif datang kepadamu karena Aku tahu bahwa dengan kekuatanmu sendiri, engkau tak dapat datang kepada-Ku. Anakku...janganlah menjauhkan dirimu dari Bapamu. Jujurlah berbicara dengan Aku. Aku ingin berbicara denganmu tentang pengampunan. Aku ingin mencurahkan rahmat-Nya atas dirimu. Betapa Aku mengasihi jiwamu. Aku telah menuliskan engkau pada telapak tangan-Ku. Namamu terpahat dalam pada luka Hati-Ku. .... Anak-Ku...apakah engkau takut pada Allahmu yang Maharahim? Kekudusan-Ku tidak menghalangi Aku menunjukkan kerahiman-Ku kepadamu. Lihatlah...untukmu Aku telah mendirikan suatu tahta kerahiman di dunia ini – Sakramen Rekonsiliasi – dari sana Aku rindu memasuki hatimu. Engkau bisa datang kepada-Ku setiap saat dan kapanpun engkau mau. Aku ingin berbicara kepadamu. Aku rindu mencurahkan rahmat pengampunan kepadamu....”
Saudara dan saudariku.
Jika kita tidak peduli atas dosa-dosa kita atau mencoba untuk menutupi dosa-dosa itu, maka tidak akan ada pengampunan karena kita belum bertobat. Dosa yang tidak dapat diampuni adalah dosa sikap keras hati yang tidak mau bertobat. Kita menolak untuk menerima kerahiman Allah, maka itu adalah dosa melawan Roh Kudus, dan kita tidak akan diampuni jika kita tidak mau bertobat. Saya kira, tidak begitu banyak orang datang kepada sakramen rekonsiliasi karena kurangnya kesadaran orang untuk bertobat.
Saudara dan saudariku.
Kembali kepada bacaan-bacaan hari ini. Kita bisa bertanya kepada diri sendiri: seberapa dalamkah kita rindu untuk melayani Allah? Apakah hati kita terjebak dalam kenikmatan dosa, sehingga tidak mau bertobat? Atau apakah kita memang tidak mau peduli sama sekali dengan dosa dan salah kita?
Ada begitu banyak orang Katolik yang menggunakan alat kontrasepsi dan tidak mau mengakui bahwa itu adalah dosa. Mereka berusaha untuk mencari pembenaran melalui ilmu pengetahuan dengan mengatakan gereja harus berubah dalam ajaran moralnya. Mereka seperti Herodias yang berusaha untuk mencari pembenaran diri. Atau ada orang yang berusaha mencari pembenaran diri dengan mengatakan ini: ”Pastor juga kan manusia?” Benar itu. Saya mengakui bahwa kami adalah manusia dan tetap manusia. Kami seperti bejana tanah liat yang rapuh yang mudah pecah, tetapi di dalam diri kami terkandung sebuah harta surgawi. St. Yohanes Maria Vianney, pada suatu kesempatan menunjuk kepada Bapa pengakuannya dan mengatakan ini: ”itulah dia, orang yang membukakan pintu surga bagi saya”
Yesus sendiri dalam penampakan kepada St. Maria Faustina, mengatakan: ”yang kamu hadapi di sana bukanlah seorang manusia, tetapi Aku sendirilah yang akan bertindak melalui imam-Ku. Aku akan mencurahkan pintu kerahiman-Ku selebar-lebarnya bagi jiwa yang datang kepada-Ku dengan penuh kepercayaan”. Jadi, jangan berusaha untuk mencari pembenaran diri atas dosa.
Atau ada yang seperti Herodes. Kita tahu bahwa kita telah melakukan dosa, tetapi kita mengakuinya dengan sikap setengah-setengah karena kita sebenarnya tidak mau bertobat.
Ada yang seperti Daud. Dia tahu bahwa dia telah berdosa, tetapi dia bertobat dan dengan sungguh mengarahkan hatinya kepada Allah.
Saudara dan saudariku.
Tak peduli seberapa besarnya dosa dan kesalahan yang telah kita lakukan, tetapi jika ingin bertobat dan ingin melayani Tuhan dengan sepenuh hati, maka dosa kita pun akan diampuni. Dengan demikian, kita akan semakin mampu memuji dan memuliakan Allah. Kita akhirnya dapat mengakui bahwa hidup kita ini semata-mata karena kasih dan kerahiman dari Allah sehingga kita semakin dapat mencintai-Nya dengan segenap hati, dengan segenap kekuatan dan dengan segenap akal budi kita. Amin.
Rabu Pekan III Masa Biasa
Bacaan
2 Sam 7: 4-17
Mark 4: 1-20
Renungan
Para murid bingung mendengar perumpamaan Yesus tentang penabur, karena terkesan bahwa orang yang menaburkan benih itu seakan menghambur-hamburkan benih begitu saja. Karena kebingunan itu, ketika Yesus dan para murid-Nya sendirian, mereka bertanya kepada-Nya apa artinya perumpamaan itu. Dan Jawaban Yesus lebih membingungkan lagi: “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya….” di sini Yesus mengutip dari Yesaya 6:9-10: “sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”
Pertanyaannya adalah: apakah Yesus mau supaya hanya sedikit orang yang mengerti tentang rahasia Kerajaan Allah, dkl…. Apakah Yesus mau supaya hanya sedikit orang saja yang diselamatkan?
Saya kira tidak! Yesus mau supaya setiap orang mendengar dan mengerti dan mengikuti ajaran-Nya. Dia tidak mengatakan bahwa Allah mewahyukan misteri Kerajaan-Nya hanya kepada segelintir orang dan sengaja menyembunyikannya bagi orang lain. Allah justru mau supaya semua orang mengerti tentang misteri Kerajaan-Nya. Hal ini nampak jelas dalam tindakan ’menabur benih tadi’. Tindakan Allah yang kesannya sembarangan menaburkan benih di sembarang tempat itu mau menegaskan bahwa tawaran keselamata Allah itu bersifat umum dan bebas. Allah tidak mau memilih orang atau kelompok tertentu saja. Warta keselamatan oti diperuntukan bagi semua orang tanpa memandang suku, bangsa, agama atau warna kulit.
Tetapi Yesus tahu bahwa setiap orang punya kehendak bebas. Hal ini tampak dalam berbagai jenis tanah yang disebut dalam injil hari ini: tanah dipinggir jalan, tanah yang berbatu, tanah di tengah semak duri dan tanah yang baik. Setiap tanah memiliki kemampuan yang berbeda dalam menerima benih yang ditaburkan di atasnya.
Yesus tahu tahu bahwa beberapa orang akan menanggapi Sabda Allah dengan iman sedangkan yang lain akan menutup hati mereka terhadap sabda Allah tersebut. Yesus juga tahu bahwa jika kita menutup telinga kita….tidak mau mendengarkan Dia…maka akan datang waktunya di mana kita tidak akan bisa mendengar Dia sama sekali.
Yes 6: 9-10 “sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”
Dalam Mzm 119: 105 dikatakan “firmanmu adalah pelita bagi langkahku dan terang bagi jalanku”
Kalau kita tidak mampu mendengar dan mengerti firman Allah maka hidup kita akan dibimbing oleh kuasa lain yang akan membimbing kita kepada kebinasaan. Bagaimana supaya kita bisa terhidar dari malapetaka ini, (tidak mampu mendengar suara Allah sama sekali).= bagaimana caranya menjadi tanah yang baik bagi firman Allah? Salah satu caranya adalah melalui pertobatan yang terus menerus.
Banyak orang beranggapan bahwa sacrament rekonsiliasi adalah suatu bentuk penyiksaan diri. Ruang pengakuan bukanlah tempat dimana kita mengutuki diri sendiri tetapi lebih sebagai tempat penyembuhan dan pembaharuan jiwa. Ketika kita berhadapan dengan kasih dan kerahiman Allah, maka kita akan diubah…jika tidak lagi takut akan penghakiman Allah…tetapi kita bergembira karena apa yang telah dilimpahkan kepada kita dari sana: “minyak sukacita dikaruniakan kepada kita sebagai ganti kain berkabung” (Yes 61: 3)
Saya yakin kita semua ini ingin menjadi hati kita sebagai tanah yang baik dan subur. Hanya ada satu orang dalam pengalaman saya sebagai iman yang terang-terangan mengatakan kepada saya, via sms, “biarlah saya disebut sebagai anak yang jahat.” Atau masih ada yang lain? Kita semua ini telah menerima tawaran bebas warta keselamatan Allah itu secara bebas pula pada waktu pembaptisan. Karena itu, tidak ada pilihan lain selain berusaha untuk menjadikan hati kita sebagai tanah yang subur untuk sabda-Nya. Bagaimana caranya? Yaitu melalui bacaan KS setiap hari dan merenungkannya. Membiarkan sabda Allah itu meresap dalam kehidupan kita sehingga hidup kita dalam segala aspeknya, misalnya dalam cara berpikir, cara berkata-kata, cara kita melakukan sesuatu diinspirasikan oleh sabda Allah.
Kita bisa belajar dari bunda Maria yang senantiasa menyimpan dan merenungkan sabda Allah di dalam hatinya.
Allah menghedaki buah dari hidup kita. Dan buah yang diharapkan adalah ‘kekudusan’. Memang untuk mencapai kekudusan itu, kita tidak bisa berjuang sendirian. Roh Kudus pasti akan membantu kita tetapi dari pihak kita harus ada kerja sama. Jika tidak ada kerja sama dari kita, maka kita seakan menciptakan batas-batas tertentu. Hati kita seakan tanah yang berbatu. Sikap kerja sama itu bisa kita tunjukan, pertama dalam bentuk rajin dan setia membaca dan merenungkan sabda Tuhan. Kedua, kita harus bertekun dalam doa. Agar kita memperoleh cinta yang mendalam kepada Yesus. Adalah suatu kebohongan kalau orang mengatakan: saya bisa menjadi kudus tanpa harus berdoa. Ketiga, kita harus hidup dalam suatu spiritualitas ‘miskin dalam roh serta penyangkalan diri”. Melalui tiga bentuk kerja sama kita ini, maka saya yakin kita akan menghasilkan buah yang diharapkan Allah dalam hidup kita yaitu kekudusan.
2 Sam 7: 4-17
Mark 4: 1-20
Renungan
Para murid bingung mendengar perumpamaan Yesus tentang penabur, karena terkesan bahwa orang yang menaburkan benih itu seakan menghambur-hamburkan benih begitu saja. Karena kebingunan itu, ketika Yesus dan para murid-Nya sendirian, mereka bertanya kepada-Nya apa artinya perumpamaan itu. Dan Jawaban Yesus lebih membingungkan lagi: “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya….” di sini Yesus mengutip dari Yesaya 6:9-10: “sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”
Pertanyaannya adalah: apakah Yesus mau supaya hanya sedikit orang yang mengerti tentang rahasia Kerajaan Allah, dkl…. Apakah Yesus mau supaya hanya sedikit orang saja yang diselamatkan?
Saya kira tidak! Yesus mau supaya setiap orang mendengar dan mengerti dan mengikuti ajaran-Nya. Dia tidak mengatakan bahwa Allah mewahyukan misteri Kerajaan-Nya hanya kepada segelintir orang dan sengaja menyembunyikannya bagi orang lain. Allah justru mau supaya semua orang mengerti tentang misteri Kerajaan-Nya. Hal ini nampak jelas dalam tindakan ’menabur benih tadi’. Tindakan Allah yang kesannya sembarangan menaburkan benih di sembarang tempat itu mau menegaskan bahwa tawaran keselamata Allah itu bersifat umum dan bebas. Allah tidak mau memilih orang atau kelompok tertentu saja. Warta keselamatan oti diperuntukan bagi semua orang tanpa memandang suku, bangsa, agama atau warna kulit.
Tetapi Yesus tahu bahwa setiap orang punya kehendak bebas. Hal ini tampak dalam berbagai jenis tanah yang disebut dalam injil hari ini: tanah dipinggir jalan, tanah yang berbatu, tanah di tengah semak duri dan tanah yang baik. Setiap tanah memiliki kemampuan yang berbeda dalam menerima benih yang ditaburkan di atasnya.
Yesus tahu tahu bahwa beberapa orang akan menanggapi Sabda Allah dengan iman sedangkan yang lain akan menutup hati mereka terhadap sabda Allah tersebut. Yesus juga tahu bahwa jika kita menutup telinga kita….tidak mau mendengarkan Dia…maka akan datang waktunya di mana kita tidak akan bisa mendengar Dia sama sekali.
Yes 6: 9-10 “sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun”
Dalam Mzm 119: 105 dikatakan “firmanmu adalah pelita bagi langkahku dan terang bagi jalanku”
Kalau kita tidak mampu mendengar dan mengerti firman Allah maka hidup kita akan dibimbing oleh kuasa lain yang akan membimbing kita kepada kebinasaan. Bagaimana supaya kita bisa terhidar dari malapetaka ini, (tidak mampu mendengar suara Allah sama sekali).= bagaimana caranya menjadi tanah yang baik bagi firman Allah? Salah satu caranya adalah melalui pertobatan yang terus menerus.
Banyak orang beranggapan bahwa sacrament rekonsiliasi adalah suatu bentuk penyiksaan diri. Ruang pengakuan bukanlah tempat dimana kita mengutuki diri sendiri tetapi lebih sebagai tempat penyembuhan dan pembaharuan jiwa. Ketika kita berhadapan dengan kasih dan kerahiman Allah, maka kita akan diubah…jika tidak lagi takut akan penghakiman Allah…tetapi kita bergembira karena apa yang telah dilimpahkan kepada kita dari sana: “minyak sukacita dikaruniakan kepada kita sebagai ganti kain berkabung” (Yes 61: 3)
Saya yakin kita semua ini ingin menjadi hati kita sebagai tanah yang baik dan subur. Hanya ada satu orang dalam pengalaman saya sebagai iman yang terang-terangan mengatakan kepada saya, via sms, “biarlah saya disebut sebagai anak yang jahat.” Atau masih ada yang lain? Kita semua ini telah menerima tawaran bebas warta keselamatan Allah itu secara bebas pula pada waktu pembaptisan. Karena itu, tidak ada pilihan lain selain berusaha untuk menjadikan hati kita sebagai tanah yang subur untuk sabda-Nya. Bagaimana caranya? Yaitu melalui bacaan KS setiap hari dan merenungkannya. Membiarkan sabda Allah itu meresap dalam kehidupan kita sehingga hidup kita dalam segala aspeknya, misalnya dalam cara berpikir, cara berkata-kata, cara kita melakukan sesuatu diinspirasikan oleh sabda Allah.
Kita bisa belajar dari bunda Maria yang senantiasa menyimpan dan merenungkan sabda Allah di dalam hatinya.
Allah menghedaki buah dari hidup kita. Dan buah yang diharapkan adalah ‘kekudusan’. Memang untuk mencapai kekudusan itu, kita tidak bisa berjuang sendirian. Roh Kudus pasti akan membantu kita tetapi dari pihak kita harus ada kerja sama. Jika tidak ada kerja sama dari kita, maka kita seakan menciptakan batas-batas tertentu. Hati kita seakan tanah yang berbatu. Sikap kerja sama itu bisa kita tunjukan, pertama dalam bentuk rajin dan setia membaca dan merenungkan sabda Tuhan. Kedua, kita harus bertekun dalam doa. Agar kita memperoleh cinta yang mendalam kepada Yesus. Adalah suatu kebohongan kalau orang mengatakan: saya bisa menjadi kudus tanpa harus berdoa. Ketiga, kita harus hidup dalam suatu spiritualitas ‘miskin dalam roh serta penyangkalan diri”. Melalui tiga bentuk kerja sama kita ini, maka saya yakin kita akan menghasilkan buah yang diharapkan Allah dalam hidup kita yaitu kekudusan.
Selasa Pekan II 2010
Bacaan
1 Samuel 16:1-13.
Injil St. Mark 2:23-28.
Renungan
Manusia seringkali menilai orang berdasarkan apa yang bisa terindrai, tetapi Allah menilai berdasarkan apa yang ada di dalam hati orang. Dalam bacaan I tadi kita mendengar kisah tentang Daud yang diurapi menjadi raja atas Israel. Dalam kisah itu kita lihat bagaimana Allah bekerja. Kita mendengar bagaimana kesan nabi Samuel pertama ketika melihat Eliab muncul. Orangnya tinggi, ganteng, dan gagah. Pokoknya penampilan luarnya tidak mengecewakan, sehingga Samuel berpikir: “Sungguh, di hadapan Tuhan sekarang, berdiri yang diurapi-Nya”. Tetapi Tuhan menolak untuk mengurapi Eliab. Tuhan menilai orang bukan karena penampilan luarnya tetapi apa yang ada di dalam hatinya.
Dalam bacaan I tadi, Isai sampai menghadirkan semua anaknya ke hadapan Samuel, tetapi tak satu pun yang dipilih oleh Tuhan. Sampai-sampi Samuel bertanya: “inikah anakmu semuanya”? Masih ada satu yang belum hadir, yaitu dia yang paling muda, belum punya banyak pengalaman, orang yang tidak diperhitungkan di dalam keluarganya, sehingga dia disuruh untuk pergi mengembalakan kambing domba. Tetapi justru dialah ang dipilih oleh Allah.
Manusia seringkali menilai orang berdasarkan apa yang bisa terindrai. Ada orang yang kalau berdiri di depan cermin, membutuhkan waktu yang cukup lama. Tentu ada motivasi supaya penampilannya OK (kelihatannya cantik, cakep, dll). Ada yang sampai bawa cermin ke mana-mana supaya sedikit-sedikit lihat wajahnya, cantik nda ya hari ini? Kurang puas, lihat lagi….dan lagi….. Ini menunjukkan bahwa kita pun tanpa sadar seringkali mengukur orang berdasarkan penampilan luar. Bukan itu yang dilihat Allah. Allah melihat apa yang ada di dalam hati manusia.
Saya teringat akan pengalaman penilaian saya akan teman-teman seangkatan atau adik kelas waktu masih di Seminari Menengah. Ada yang wajahnya tidak terlalu meyakinkan sehingga pernah saya bertanya dalam hati, apakah orang model ini mau jadi imam? Sekarang ada sebagian dari mereka telah menjadi misionaris di Brasil, Afrika, dll. Sekali lagi, Tuhan menilai orang bukan berdasarkan apa yang dilihat oleh mata manusia, tetapi apa yang ada di dalam hati.
Saya yakin kita semua cukup mengenal diri kita sendiri. Dan saya yakin, kita lebih mengenal kekurangan kita daripada kelebihan yang ada di dalam diri kita. Bahwa lebih banyak dosa yang telah kita lakukan daripada kebaikan. Jika demikian, kita mungkin bertanya: mengapa Allah justru memilih saya dan bukannya orang lain?
Allah tidak hanya melihat dosa-dosa kita, tetapi Dia juga melihat kebaikan yang ada di dalam hati kita. Dia melihat potensi diri yang telah Ia letakan di dalam hati kita. Allah tidak melihat keadaan kita sekarang, tetapi keadaan kita nantinya. Allah percaya akan apa yang ada di dalam hati kita. Karena itulah Dia memilih kita. Ini adalah cara kerja Allah dan sangat mengagumkan direnungkan.
Tetapi sayang bahwa Setan pun melihat hal yang sama. Setan juga melihat kebaikan yang Allah letakan di dalam hati kita masing-masing. Dan karena Setan tahu rencana Allah atas diri kita masing-masing maka dia mencoba menyerang kita pada area-area di mana Allah justru mau berkarya melalui kita pada bidang itu.
Kita tentu ingat dosa-dosa yang telah dilakukan oleh Daud. Dia berzinah, dan sengaja membunuh Uria supaya bisa mendapatkan istrinya. Tetapi apa yang Allah katakan tentang Daud? “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.” (Kis 13:22). Nah kalau kita lihat tentang dosa dan kesalahan yang telah dilakukan oleh Daud, kita mungkin bisa bertanya: bagaimana mungkin Allah memuji Daud sampai segitunya? Itu karena Allah tidak hanya melihat kekurangan Daud, tetapi apa yang ada di dalam hati Daud, yaitu bahwa Daud ingin melakukan kehendak Allah dengan sepenuh hati. Dan justru melalui kesalahannya, Daud akhirnya menyadari bahwa Dia hanya berharap pada kekuatan Allah jika ingin melakukan kehendak Allah.
Daud pada awalnya merasa bahwa dia bisa melakukan kehendak Allah dengan kekuatannya sendiri tetapi akhirnya dia menyadari melalui dosa dan kesahannya bahwa dia tidak bisa bersandar pada kekuatan sendiri. Awal dari kejatuhan kita adalah jika kita berpikir bahwa kita bisa berbuat baik atau bisa melakukan kehendak Allah dengan kekuatan kita sendiri. Kita hanya menghadap Tuhan, kalau kita butuh bantuan. Tetapi kalau kita merasa kita bisa melakukan, maka lupa akan Tuhan. Allah kadang membiarkan hal-hal terjelek terjadi dalam diri kita untuk mengajarkan kita untuk rendah hati. Dan kerendahan hati ini merupakan suatu sikap yang penting dan utama dalam melakukan kehendak Allah. Bukan berarti Allah mengendaki kita melakukan dosa, tetapi melalui dosa itu Allah ingin membawa kita kepada sesuatu yang lebih baik.
Dari sini kita bisa belajar bahwa jika ingin melakukan kehendak Allah, maka kita pun harus memohon rahmat kekuatan untuk bisa menjalankan kehendak Allah tersebut. Jika tidak maka kita akan seperti Daud, jatuh dalam berbagai kesalahan dan dosa. Kita juga belajar dari Daud, pentingnya sikap pertobatan.
Jika kita ingin melakukan kehendak Allah dan kita mohonkan kekuatan untuk itu maka Allah pasti akan memberikan rahmat-Nya agar kita mampu menjalankan kehendak-Nya tersebut. Allah akan membuka jalan bagi kita. Hal ini kita lihat dengan jelas dalam bacaan I tadi. Ketika Samuel diminta untuk pergi ke Bethlehem, bagaimana tanggapan Samuel? ”Samuel menjawab Allah: ”bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya maka ia akan membunuh aku” jawaban ini adalah tanggapan manusiawi. Kita cendrung kuatir atau bahkan takut. Kita harus belajar untuk percaya dan berharap kepada Allah dan tidak usah terlalu kuatir akan apa yang sebenarnya tidak ada. Allah akan membantu kita untuk mengatasi semuanya itu. Inilah hal yang mesti kita kembangkan dalam hidup ini.
Filipi 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
1 Samuel 16:1-13.
Injil St. Mark 2:23-28.
Renungan
Manusia seringkali menilai orang berdasarkan apa yang bisa terindrai, tetapi Allah menilai berdasarkan apa yang ada di dalam hati orang. Dalam bacaan I tadi kita mendengar kisah tentang Daud yang diurapi menjadi raja atas Israel. Dalam kisah itu kita lihat bagaimana Allah bekerja. Kita mendengar bagaimana kesan nabi Samuel pertama ketika melihat Eliab muncul. Orangnya tinggi, ganteng, dan gagah. Pokoknya penampilan luarnya tidak mengecewakan, sehingga Samuel berpikir: “Sungguh, di hadapan Tuhan sekarang, berdiri yang diurapi-Nya”. Tetapi Tuhan menolak untuk mengurapi Eliab. Tuhan menilai orang bukan karena penampilan luarnya tetapi apa yang ada di dalam hatinya.
Dalam bacaan I tadi, Isai sampai menghadirkan semua anaknya ke hadapan Samuel, tetapi tak satu pun yang dipilih oleh Tuhan. Sampai-sampi Samuel bertanya: “inikah anakmu semuanya”? Masih ada satu yang belum hadir, yaitu dia yang paling muda, belum punya banyak pengalaman, orang yang tidak diperhitungkan di dalam keluarganya, sehingga dia disuruh untuk pergi mengembalakan kambing domba. Tetapi justru dialah ang dipilih oleh Allah.
Manusia seringkali menilai orang berdasarkan apa yang bisa terindrai. Ada orang yang kalau berdiri di depan cermin, membutuhkan waktu yang cukup lama. Tentu ada motivasi supaya penampilannya OK (kelihatannya cantik, cakep, dll). Ada yang sampai bawa cermin ke mana-mana supaya sedikit-sedikit lihat wajahnya, cantik nda ya hari ini? Kurang puas, lihat lagi….dan lagi….. Ini menunjukkan bahwa kita pun tanpa sadar seringkali mengukur orang berdasarkan penampilan luar. Bukan itu yang dilihat Allah. Allah melihat apa yang ada di dalam hati manusia.
Saya teringat akan pengalaman penilaian saya akan teman-teman seangkatan atau adik kelas waktu masih di Seminari Menengah. Ada yang wajahnya tidak terlalu meyakinkan sehingga pernah saya bertanya dalam hati, apakah orang model ini mau jadi imam? Sekarang ada sebagian dari mereka telah menjadi misionaris di Brasil, Afrika, dll. Sekali lagi, Tuhan menilai orang bukan berdasarkan apa yang dilihat oleh mata manusia, tetapi apa yang ada di dalam hati.
Saya yakin kita semua cukup mengenal diri kita sendiri. Dan saya yakin, kita lebih mengenal kekurangan kita daripada kelebihan yang ada di dalam diri kita. Bahwa lebih banyak dosa yang telah kita lakukan daripada kebaikan. Jika demikian, kita mungkin bertanya: mengapa Allah justru memilih saya dan bukannya orang lain?
Allah tidak hanya melihat dosa-dosa kita, tetapi Dia juga melihat kebaikan yang ada di dalam hati kita. Dia melihat potensi diri yang telah Ia letakan di dalam hati kita. Allah tidak melihat keadaan kita sekarang, tetapi keadaan kita nantinya. Allah percaya akan apa yang ada di dalam hati kita. Karena itulah Dia memilih kita. Ini adalah cara kerja Allah dan sangat mengagumkan direnungkan.
Tetapi sayang bahwa Setan pun melihat hal yang sama. Setan juga melihat kebaikan yang Allah letakan di dalam hati kita masing-masing. Dan karena Setan tahu rencana Allah atas diri kita masing-masing maka dia mencoba menyerang kita pada area-area di mana Allah justru mau berkarya melalui kita pada bidang itu.
Kita tentu ingat dosa-dosa yang telah dilakukan oleh Daud. Dia berzinah, dan sengaja membunuh Uria supaya bisa mendapatkan istrinya. Tetapi apa yang Allah katakan tentang Daud? “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.” (Kis 13:22). Nah kalau kita lihat tentang dosa dan kesalahan yang telah dilakukan oleh Daud, kita mungkin bisa bertanya: bagaimana mungkin Allah memuji Daud sampai segitunya? Itu karena Allah tidak hanya melihat kekurangan Daud, tetapi apa yang ada di dalam hati Daud, yaitu bahwa Daud ingin melakukan kehendak Allah dengan sepenuh hati. Dan justru melalui kesalahannya, Daud akhirnya menyadari bahwa Dia hanya berharap pada kekuatan Allah jika ingin melakukan kehendak Allah.
Daud pada awalnya merasa bahwa dia bisa melakukan kehendak Allah dengan kekuatannya sendiri tetapi akhirnya dia menyadari melalui dosa dan kesahannya bahwa dia tidak bisa bersandar pada kekuatan sendiri. Awal dari kejatuhan kita adalah jika kita berpikir bahwa kita bisa berbuat baik atau bisa melakukan kehendak Allah dengan kekuatan kita sendiri. Kita hanya menghadap Tuhan, kalau kita butuh bantuan. Tetapi kalau kita merasa kita bisa melakukan, maka lupa akan Tuhan. Allah kadang membiarkan hal-hal terjelek terjadi dalam diri kita untuk mengajarkan kita untuk rendah hati. Dan kerendahan hati ini merupakan suatu sikap yang penting dan utama dalam melakukan kehendak Allah. Bukan berarti Allah mengendaki kita melakukan dosa, tetapi melalui dosa itu Allah ingin membawa kita kepada sesuatu yang lebih baik.
Dari sini kita bisa belajar bahwa jika ingin melakukan kehendak Allah, maka kita pun harus memohon rahmat kekuatan untuk bisa menjalankan kehendak Allah tersebut. Jika tidak maka kita akan seperti Daud, jatuh dalam berbagai kesalahan dan dosa. Kita juga belajar dari Daud, pentingnya sikap pertobatan.
Jika kita ingin melakukan kehendak Allah dan kita mohonkan kekuatan untuk itu maka Allah pasti akan memberikan rahmat-Nya agar kita mampu menjalankan kehendak-Nya tersebut. Allah akan membuka jalan bagi kita. Hal ini kita lihat dengan jelas dalam bacaan I tadi. Ketika Samuel diminta untuk pergi ke Bethlehem, bagaimana tanggapan Samuel? ”Samuel menjawab Allah: ”bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya maka ia akan membunuh aku” jawaban ini adalah tanggapan manusiawi. Kita cendrung kuatir atau bahkan takut. Kita harus belajar untuk percaya dan berharap kepada Allah dan tidak usah terlalu kuatir akan apa yang sebenarnya tidak ada. Allah akan membantu kita untuk mengatasi semuanya itu. Inilah hal yang mesti kita kembangkan dalam hidup ini.
Filipi 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
BELAJAR UNTUK MENDENGARKAN
" ... Barang siapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barang siapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barang siapa menolak Aku, ia akan menolak Dia yang mmengutus Aku. " ( Luk. 10 : 16 )
Mendengarkan merupakan pekerjaan atau keutamaan yang paling sulit. Karena itu, banyak orang tidak mampu menjadi 'pendengar' yang baik.
" Barang siapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku ", sabda Yesus. Jika kita tidak mampu mendengarkan sesama kita, kita akan mengalami kesulitan besar untuk mendengarkan suara dan bisikan Tuhan yang bergema di dalam hati kita. Karena itu, hendaklah kita senantiasa meningkatkan dan memperdalam keutamaan 'mendengarkan' dalam kehidupan kita sehari - hari.
Dalam rangka memperdalam dan meningkatkan keutamaan mendengarkan, pertama - tama kita harus dengan rendah hati 'mendengarkan' kata - kata atau tindakan orang lain. kedua, yang kita perdengarkan atau katakan itu hendknya sesuatu yang baik, sehingga bermanfaat bagi diri kita sendiri dan sesama. Mendengarkan atau menyampaikan sesuatu yang baik merupakan wahana untuk dapat mendengarkan 'suara atau bisikan Tuhan' dalam kehidupan kita sehari - hari. Pendengar yang baik dapat menjadi penyembuh bagi sesamanya. Sudahkah aku menjadi pendengar yang baik dalam kehidupanku sehari - hari?
( ry )
Mendengarkan merupakan pekerjaan atau keutamaan yang paling sulit. Karena itu, banyak orang tidak mampu menjadi 'pendengar' yang baik.
" Barang siapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku ", sabda Yesus. Jika kita tidak mampu mendengarkan sesama kita, kita akan mengalami kesulitan besar untuk mendengarkan suara dan bisikan Tuhan yang bergema di dalam hati kita. Karena itu, hendaklah kita senantiasa meningkatkan dan memperdalam keutamaan 'mendengarkan' dalam kehidupan kita sehari - hari.
Dalam rangka memperdalam dan meningkatkan keutamaan mendengarkan, pertama - tama kita harus dengan rendah hati 'mendengarkan' kata - kata atau tindakan orang lain. kedua, yang kita perdengarkan atau katakan itu hendknya sesuatu yang baik, sehingga bermanfaat bagi diri kita sendiri dan sesama. Mendengarkan atau menyampaikan sesuatu yang baik merupakan wahana untuk dapat mendengarkan 'suara atau bisikan Tuhan' dalam kehidupan kita sehari - hari. Pendengar yang baik dapat menjadi penyembuh bagi sesamanya. Sudahkah aku menjadi pendengar yang baik dalam kehidupanku sehari - hari?
( ry )
PELAYANAN
" Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. karena itu mintalah kepada Tuan uang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja - pekerja untuk tuaian itu " ... ( Luk. 10 : 2 )
Beberapa waktu yang lalu komunitas kami mengadakan retret. Dan yang melayani kami adalah para misionaris dimana mereka hidup fulltime untuk melayani Tuhan. Selama retret berlangsung, saya selalu berpikir dalam hati saya... seandainya saya memiliki pelayanan fulltime seperti mereka, mungkin lebih banyak yang bisa saya lakukan. Mungkin hidup saya akan lebih bermanfaat. Mungkin banyak jiwa yang bisa diselamatkan. Mungkin begini... mungkin begitu... ada banyak kemungkinan yang terpikir dalam benak saya.
Pada akhir retret, kami secara pribadi maju untuk didoakan. Pada saat didoakan, pendoa tersebut mengatakan bahwa Tuhan memanggil saya untuk melayani di dalam keluarga dan di lingkungan kantor tempat saya bekerja. Hal ini menyadarkan saya bahwa untuk melayani Tuhan tidak selalu harus menjadi fulltimer. Dimana pun kita bisa melayani Tuhan. Dimanapun kita bisa menjadi berkat dan memberkati orang lain. Fulltime untuk Tuhan itu baik dan luar biasa. Tapi tanpa menjadi fulltimer pun, kita tetap bisa melayani Tuhan. ( ry )
Beberapa waktu yang lalu komunitas kami mengadakan retret. Dan yang melayani kami adalah para misionaris dimana mereka hidup fulltime untuk melayani Tuhan. Selama retret berlangsung, saya selalu berpikir dalam hati saya... seandainya saya memiliki pelayanan fulltime seperti mereka, mungkin lebih banyak yang bisa saya lakukan. Mungkin hidup saya akan lebih bermanfaat. Mungkin banyak jiwa yang bisa diselamatkan. Mungkin begini... mungkin begitu... ada banyak kemungkinan yang terpikir dalam benak saya.
Pada akhir retret, kami secara pribadi maju untuk didoakan. Pada saat didoakan, pendoa tersebut mengatakan bahwa Tuhan memanggil saya untuk melayani di dalam keluarga dan di lingkungan kantor tempat saya bekerja. Hal ini menyadarkan saya bahwa untuk melayani Tuhan tidak selalu harus menjadi fulltimer. Dimana pun kita bisa melayani Tuhan. Dimanapun kita bisa menjadi berkat dan memberkati orang lain. Fulltime untuk Tuhan itu baik dan luar biasa. Tapi tanpa menjadi fulltimer pun, kita tetap bisa melayani Tuhan. ( ry )
PILIHLAH YANG LEMAH SEPERTI YANG DIBUAT TUHAN
" SEDANGKAN BARANGSIAPA MERENDAHKAN DIRI DAN MENJADI SEPERTI ANAK KECIL INI, DIALAH YANG TERBESAR DALAM KERAJAAN SORGA " ... ( Mat. 18 : 4 )
Satu kali saya membimbing sekelompok anak SD kelas 3 sampai dengan kelas 6 untuk mengikuti kegiatan rohani. Saya adalah kakak pendamping mereka. saya tinggal bersama mereka selama tiga malam. Pengalaman yang menyadarkan saya betapa pentingnya untuk menjadi 'anak kecil' di hadapan Yesus...
Seorang anak kecil selalu mempunyai kepercayaan. Saya ingat ketika saya berjalan bersama kelompok saya menyusuri jalan setapak dalam satu permainan outbond, salah satu diantara mereka menarik tangan saya dan dengan mata tak berdosa memandang saya dan berkata, " Kak... Saya haus! " Dia tidak peduli kenyataan bahwa kami sedang berada di luar ruangan dan kami tidak membawa air minum. Dia hanya tahu bahwa dia merasa haus dan mengharapkan saya menyediakan minuman yang dia perlukan. Belum selesai saya mencari jalan keluarnya, seorang anak lain menarik tangan saya yang satunya lagi dan juga dengan tatapan mata polos berkata, " Kak... Saya mau pipis. "
Menjadi seorang anak kecil di hadapan Tuhan berarti menjadi orang yang tidak memiliki apapun sehingga kita percaya bahwa Tuhan selalu menjadi penolong kita, pelindung kita dan penopang hidup kita. Sama seperti kedua anak kecil tadi.Tahukah anda menjadi manusia yang lemah di hadapan Tuhan itu bukan hal yang memalukan? Karena Tuhan akan memilih manusia lemah dibandingkan manusia yang kuat. Lemah tetapi memiliki iman yang kuat dan kepercayaan yang tinggi kepada Tuhan. Karena hanya Tuhan- lah sumber kekuatan kita dan hanya kepada Dia - lah kita bersandar.
Banyak diantara kita menyangka bahwa sesama kita yang berkekurangan fisik adalah manusia lemah, tak berdaya dan tidak bisa berbuat apa - apa. tetapi Tuhan berkata lain. Tuhan memakai sesama kita yang berkekurangan fisik itu lebih dahsyat daripada kita. Mengapa?? Karena Tuhan tahu bahwa mereka menyandarkan dan menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Tuhan. Tetapi kita tidak!! Kita masih menggunakan kekuatan kita sendiri dan percaya bahwa kita mampu melakukan apapun dengan kekuatan kita. TUHAN TIDAK MENYUKAI ITU!!
Atau mungkin kita seringkali menyepelekan anak kecil. Ketika mereka meminta sesuatu kepada kita, kita kerap kali marah atau bahkan tidak sabar dan sering tidak menghiraukan mereka. Karena kita menganggap mereka lemah, mereka tidak bisa berbuat apapun seperti orang dewasa. Tetapi Tuhan lebih menyukai kita menjadi seperti anak kecil yang polos, selalu meminta apapun kepada Tuhan. Itulah yang Tuhan harapkan dari kita.
Menjadi seorang anak kecil di hadapan Tuhan adalah menarik tangan Tuhan, memandang mata - Nya, dan mengungkapkan kebutuhan kita dengan penuh kepercayaan bahwa Bap kita di surga tahu kita membutuhkan semuanya itu. Maka marilah kita bersama - sama memperbaharui hati, sikap, sifat dan perbuatan kita untuk Tuhan. Jadilah yang lemah tapi memiliki Iman yang kuat dan teguh. Karena Tuhan akan memilih yang lemah diantara yang kuat.
Amin. ( ry )
Satu kali saya membimbing sekelompok anak SD kelas 3 sampai dengan kelas 6 untuk mengikuti kegiatan rohani. Saya adalah kakak pendamping mereka. saya tinggal bersama mereka selama tiga malam. Pengalaman yang menyadarkan saya betapa pentingnya untuk menjadi 'anak kecil' di hadapan Yesus...
Seorang anak kecil selalu mempunyai kepercayaan. Saya ingat ketika saya berjalan bersama kelompok saya menyusuri jalan setapak dalam satu permainan outbond, salah satu diantara mereka menarik tangan saya dan dengan mata tak berdosa memandang saya dan berkata, " Kak... Saya haus! " Dia tidak peduli kenyataan bahwa kami sedang berada di luar ruangan dan kami tidak membawa air minum. Dia hanya tahu bahwa dia merasa haus dan mengharapkan saya menyediakan minuman yang dia perlukan. Belum selesai saya mencari jalan keluarnya, seorang anak lain menarik tangan saya yang satunya lagi dan juga dengan tatapan mata polos berkata, " Kak... Saya mau pipis. "
Menjadi seorang anak kecil di hadapan Tuhan berarti menjadi orang yang tidak memiliki apapun sehingga kita percaya bahwa Tuhan selalu menjadi penolong kita, pelindung kita dan penopang hidup kita. Sama seperti kedua anak kecil tadi.Tahukah anda menjadi manusia yang lemah di hadapan Tuhan itu bukan hal yang memalukan? Karena Tuhan akan memilih manusia lemah dibandingkan manusia yang kuat. Lemah tetapi memiliki iman yang kuat dan kepercayaan yang tinggi kepada Tuhan. Karena hanya Tuhan- lah sumber kekuatan kita dan hanya kepada Dia - lah kita bersandar.
Banyak diantara kita menyangka bahwa sesama kita yang berkekurangan fisik adalah manusia lemah, tak berdaya dan tidak bisa berbuat apa - apa. tetapi Tuhan berkata lain. Tuhan memakai sesama kita yang berkekurangan fisik itu lebih dahsyat daripada kita. Mengapa?? Karena Tuhan tahu bahwa mereka menyandarkan dan menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Tuhan. Tetapi kita tidak!! Kita masih menggunakan kekuatan kita sendiri dan percaya bahwa kita mampu melakukan apapun dengan kekuatan kita. TUHAN TIDAK MENYUKAI ITU!!
Atau mungkin kita seringkali menyepelekan anak kecil. Ketika mereka meminta sesuatu kepada kita, kita kerap kali marah atau bahkan tidak sabar dan sering tidak menghiraukan mereka. Karena kita menganggap mereka lemah, mereka tidak bisa berbuat apapun seperti orang dewasa. Tetapi Tuhan lebih menyukai kita menjadi seperti anak kecil yang polos, selalu meminta apapun kepada Tuhan. Itulah yang Tuhan harapkan dari kita.
Menjadi seorang anak kecil di hadapan Tuhan adalah menarik tangan Tuhan, memandang mata - Nya, dan mengungkapkan kebutuhan kita dengan penuh kepercayaan bahwa Bap kita di surga tahu kita membutuhkan semuanya itu. Maka marilah kita bersama - sama memperbaharui hati, sikap, sifat dan perbuatan kita untuk Tuhan. Jadilah yang lemah tapi memiliki Iman yang kuat dan teguh. Karena Tuhan akan memilih yang lemah diantara yang kuat.
Amin. ( ry )
Selasa pekan 25 - 2009
Bacaan Lukas 8:19-21
Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya: "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau." Tetapi Ia menjawab mereka: "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.
Renungan
Siapakah yang lebih anda cintai di dalam hidup ini? Allah tidak pernah bermaksud agar manusia itu hidup seorang diri. Dalam kitab kejadian, kita bisa baca bahwa ketika Allah menjadi Hawa dari tulang rusuk Adam, Allah bersabda: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”. Dalam kehidupan ini Allah memberikan kita banyak sekali kesempatan untuk menjalin relasi dengan anggota keluarga, sahabat, tetaangga, rekan kerja, dll.
Dalam Injil hari ini, Yesus nampaknya tidak mengakui anggota keluarganya dan familinya tetapi sebagai manusia yang utuh Yesus pasti sangat mencintai ibu dan saudara-saudaranya. Ini satu hal yang tidak dapat diragukan. Selama hidupnya Yesus selalu mengajarkan kepada para murid-nya suatu pelajaran rohani mengenia kebenaran Kerajaan Allah. Dalam Injil hari ini, ketika banyak orang berkumpul di sekitar-Nya Yesus menunjukkan suatu yang mendalam tentang relasi yaitu relasi kita dengan Allah dan dengan semua orang yang menjadi milik Allah.
Saudara dan saudariku.
Inti dari kristianitas bukanlah sebuah doktrin ajaran iman, atau sebuah ketetapan atau hukum. Tetapi yang pertama dan terutama adalah menyangkut sebuah relasi – sebuah relasi yang didasarkan atas kepercayaan, cinta, komitmen, kesetiaan, keramahan, pengertian, belaskasih, saling membantu…dan masih banyak lagi yang bisa membuat orang bersatu dalam cinta kasih. Allah menawarkan kepada kita suatu relasi dengan diri-Nya. Dan relasi yang menyangkut hati, budi dan pikiran -. Hal ini bisa kita baca dalam 1 Yoh 4: 8.16 “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih, Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
Allah tidak pernah gagal, tidak pernah lupa, tidak pernah berbohong, dan tidak pernah mengecewakan kita. Cinta-Nya tetap teguh.
Allah akan tetap mencintai kita, apapun keadaan kita. Cinta-Nya kuat dan teguh, tak tergoncangkan. Tidak ada yang dapat memisah kita dari cinta Allah. Karena Allah adalah kasih maka Ia menciptakan kita untuk bersatu dengan Dia – Bapa, Putra dan Roh Kudus – Allah mengundan kita untuk masuk dalam persekutan kasih diri-Nya. Dalam 1 Yoh 3:1 kita baca ”Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah”. Itulah sebabnya dalam bacaan Injil hari ini Yesus menantang para pengikut-Nya untuk mengenal dan mengakui bahwa Allah adalah sumber dari segala relasi yang ada. Allah menghendaki agar segala macam bentuk relasi yang kita bangun harus di dasarkan atas cinta.
Yesus adalah cinta Allah yang menjelma menjadi manusia. Hal ini jelas kita baca dalam 1 Yoh 4: 9-10 ” Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
Itulah sebabnya Yesus menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang baik yang rela menyerahkan nyawaya untuk hidup domba-dombanya. Dan gembala yang senantiasa mencari dombanya yang hilang. Melalui salib Yesus-lah kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada para murid-Nya: barangsiapa melaksanakan kehendak Allah, dialah saudaraku, dialah saudariku, dialah ibuku.
Saudara dan saudariku.
Apakah kita ingin bertumbuh di dalam cinta dan persahabatan dengan Allah? Jika kita ingin maka biarlah hati kita terbuka akan karya Roh yang senantiasa mengubah hati, budi dan pikiran kita agar kita dimampukan untuk mencintai sebagaimana Yesus telah mencintai kita. Amen.
Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya: "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau." Tetapi Ia menjawab mereka: "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.
Renungan
Siapakah yang lebih anda cintai di dalam hidup ini? Allah tidak pernah bermaksud agar manusia itu hidup seorang diri. Dalam kitab kejadian, kita bisa baca bahwa ketika Allah menjadi Hawa dari tulang rusuk Adam, Allah bersabda: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja”. Dalam kehidupan ini Allah memberikan kita banyak sekali kesempatan untuk menjalin relasi dengan anggota keluarga, sahabat, tetaangga, rekan kerja, dll.
Dalam Injil hari ini, Yesus nampaknya tidak mengakui anggota keluarganya dan familinya tetapi sebagai manusia yang utuh Yesus pasti sangat mencintai ibu dan saudara-saudaranya. Ini satu hal yang tidak dapat diragukan. Selama hidupnya Yesus selalu mengajarkan kepada para murid-nya suatu pelajaran rohani mengenia kebenaran Kerajaan Allah. Dalam Injil hari ini, ketika banyak orang berkumpul di sekitar-Nya Yesus menunjukkan suatu yang mendalam tentang relasi yaitu relasi kita dengan Allah dan dengan semua orang yang menjadi milik Allah.
Saudara dan saudariku.
Inti dari kristianitas bukanlah sebuah doktrin ajaran iman, atau sebuah ketetapan atau hukum. Tetapi yang pertama dan terutama adalah menyangkut sebuah relasi – sebuah relasi yang didasarkan atas kepercayaan, cinta, komitmen, kesetiaan, keramahan, pengertian, belaskasih, saling membantu…dan masih banyak lagi yang bisa membuat orang bersatu dalam cinta kasih. Allah menawarkan kepada kita suatu relasi dengan diri-Nya. Dan relasi yang menyangkut hati, budi dan pikiran -. Hal ini bisa kita baca dalam 1 Yoh 4: 8.16 “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih, Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
Allah tidak pernah gagal, tidak pernah lupa, tidak pernah berbohong, dan tidak pernah mengecewakan kita. Cinta-Nya tetap teguh.
Allah akan tetap mencintai kita, apapun keadaan kita. Cinta-Nya kuat dan teguh, tak tergoncangkan. Tidak ada yang dapat memisah kita dari cinta Allah. Karena Allah adalah kasih maka Ia menciptakan kita untuk bersatu dengan Dia – Bapa, Putra dan Roh Kudus – Allah mengundan kita untuk masuk dalam persekutan kasih diri-Nya. Dalam 1 Yoh 3:1 kita baca ”Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah”. Itulah sebabnya dalam bacaan Injil hari ini Yesus menantang para pengikut-Nya untuk mengenal dan mengakui bahwa Allah adalah sumber dari segala relasi yang ada. Allah menghendaki agar segala macam bentuk relasi yang kita bangun harus di dasarkan atas cinta.
Yesus adalah cinta Allah yang menjelma menjadi manusia. Hal ini jelas kita baca dalam 1 Yoh 4: 9-10 ” Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
Itulah sebabnya Yesus menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang baik yang rela menyerahkan nyawaya untuk hidup domba-dombanya. Dan gembala yang senantiasa mencari dombanya yang hilang. Melalui salib Yesus-lah kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada para murid-Nya: barangsiapa melaksanakan kehendak Allah, dialah saudaraku, dialah saudariku, dialah ibuku.
Saudara dan saudariku.
Apakah kita ingin bertumbuh di dalam cinta dan persahabatan dengan Allah? Jika kita ingin maka biarlah hati kita terbuka akan karya Roh yang senantiasa mengubah hati, budi dan pikiran kita agar kita dimampukan untuk mencintai sebagaimana Yesus telah mencintai kita. Amen.
Kamis Pekan V Paskah_2009

Injil Yoh 15:9-17
Pada malam Perjamuan Terakhir, Yesus bersabda kepada para murid-Nya: “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu. Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.
Renungan:
Saudara dan saudariku.
Saya mulai renungan ini dengan pertanyaan:Jika anda diminta untuk memilih, siapakah Anda?
a. Anda adalah orang baik, yang melakukan kejahatan.
b. Anda adalah orang jahat yang melakukan kebaikan.
c. Anda adalah orang baik yang melakukan kehendak Tuhan.
Semua jawaban di atas dapat dibenarkan. (Jawaban a): kita adalah orang baik tetapi selalu jatuh dan melakukan kejahatan. Dengan itu kita menjauhkan diri dari Tuhan. (Jawaban b): Kita telah jatuh ke dalam dosa dan kejahatan, tetapi masih diberi kesempatan untuk berusaha berbuat baik. (Jawaban c): Digambarkan kerja sama antara manusia dan Allah sang pemberi kehidupan. Sejak awal mula manusia diciptakan baik adanya dan dia melakukan apa yang dikehdaki Tuhan.
Kita adalah orang baik yang melakukan kejahatan dosa. Dosa itu dilukiskan sebagai menjauhkan diri dari cinta Tuhan. Karena itu Yesus dalam bacaan Injil hari ini secara khusus mengajak kita sekali lagi untuk mencintai. Yesus katakan: ”Inilah perintah-Ku supaya kamu saling mengasihi”.
Saya sempat merenungkan...cinta seperti apakah yang kiranya Yesus maksudkan? Persoalan ini muncul karena pada zaman sekarang ini kita mengenal ada macam-macam cinta di mana semuanya itu terkait erat denan maksud dibalik tindakan mencintai.
Paling tidak ada 5 jenis cinta.
Pertama, Cinta Utilitarian. Artinya, kita mencintai seseorang karena orang itu berguna bagi kita. Kalau kita melihat essensinya, maka kita menemukan bahwa ini sebenarnya bukan cinta yang Yesus maksdukan karena dibalik semuanya itu, si pencinta lebih mementingkan diri sendiri.
Kedua, Cinta romantis. Dalam jenis cinta ini, kita mempunyai daya tarik kepada orang lain karena kebahagaan (ada unsur kenikmatan) yang ia berikan kepada kita. Kiranya cinta model ini pun tidak dimaksudkan oleh Yesus. Karena si pencinta hanya ingin mendapatkan kepuasan tertentu bagi dirinya. Dasar dari cinta model ini adalah perasaa. Dan cinta tidak bisa dibangun atas dasar perasaan karena perasaan itu dapat berubah-ubah setiap waktu. Cinta macam ini biasanya tidak bertahan.
Ketiga, cinta demokratis. Cinta model ini didasarkan atas kesamaan derajat, suku atau bangsa. Artinya, saya mencintai ornag itu karena ia sebangsa dengan saya. Motivasinya adalah saya mencintai ornag itu supaya saya pun dicintai.
Keempat, cinta kemanusiaan. Jenis cinta ini sangat abstrak karena tertuju pada kemanusiaan pada umumnya. Saya agak ragu kalau orang mengatakan bahwa dia mencintai kemanusiaan. Apa itu kemanusiaan? Orang yang demikian biasanya tidak mencintai siapapun. Cinta itu harus tertuju kepada orang tertentu dan bukannya pada suatu nilai yang sangat abstrack.
Kelima, Cinta Kristiani. Jenis cinta ini terangkum dapat perintah Yesus: ”Hendaknya kamu saling mencintai sebagaimana Aku telah mencintaimu”
Cinta macam apakah itu? Saya ingin mengajak kita untuk melihat bagaimana Yesus telah mencintai para murid-Nya, sehingga dengan ini kita bisa memahai cinta seperti apakah yang Yesus maksudkan.
Pertama, cinta Yesus kepada para murid-Nya adalah cinta yang tidak mementingkan diri sendiri / tanpa pamrih. Yesus tidak pernah memikirkan diri-Nya sendiri. Satu-satunya kerinduan Yesus adalah memberikan cinta-Nya sehabis-habisnya. Yesus berkata: ”aku datang supaya mereka memiliki hidup dan memilikinya di dalam kelimpahan” (Yoh 10:10).
Kedua, cinta Yesus kepada para murid-Nya adalah suatu pengorbanan. Tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi cinta Yesus kepada kita. Meskipun demi cinta, Ia harus mati..meskipun cinta itu harus berarti salib, tapi Yesus mau memberikannya. Seringkali kita membuat kekeliruan dengan memikirkan bahwa jika kita mencintai maka kita akan bahagia. Tidak…. Cinta itu bisa mendatangkan penderitaan bahkan sebuah salib.
Ketiga, cinta Yesus kepada para murid-Nya adalah cinta yang penuh pengertian. Yesus mengenal para murid-Nya satu per satu… dengan segala kelebihan dan kekurangan. Biasanya kita tidak akan mengetahui seseorang dengan sungguh kalau kita tidak pernah hidup bersama mereka. Dari pengalaman hidup kita mengalami bahwa jika kita hanya bertemu dengan orang-orang tertentu sewaktu-waktu maka hanya segi baik dari dirinya yang kita ketahui. Tetapi kalau kita sudah hidup bersama dengan dia… dalam satu comunitas, dalam satu keluarga… maka kita pun akan mengetahui kelemahan-kelemahan orang itu. Nah… Yesus hidup bersama para murid-Nya selama 3 tahun… dia tahu….tapi dia mencintai mereka apa adanya. (instermeso suami istri)... kepada orng yang penuh kekurangan itulah Yesus memitna kita untuk mencintai mereka dengan segala kelebihan dan kekurangan.
Keempat, Cinta Yesus kepada para murid-Nya adalah cinta yang mengampuni. Yesus tahu bahwa Petrus akan menyangkal Dia. Para murid akan lari meninggalkan Dia seorang diri… tetapi Dia mengampuni dan mencintai mereka. Lebih lagi… Yesus mengampuni mereka yang membunuh Dia…. Bagi Yesus… tidak ada kesalahan yang tidak bisa diampuni.
Cinta yang demikian pun harus kita jalan dalam kehidupan kelurga dan comunitas. Rumah Tangga adalah sebuah sekolah cinta dimana kita relajar untuk mencintai dan mengampuni. Kalau kita mencintai tapi tidak bersedia mengampuni maka cinta itu akan laya dan mati. Cinta yang abadi harus dibangun atas sikap rela memaafkan.
Semoga.
Doa:
Tuhan….Engkau memberi saya satu hati,
untuk menaru perhatian...
untuk merasa iba,
untuk merasa senang,
untuk merasa gembira,
untuk merasa cocok dan untuk merasa tersinggung.
Saya sering cepat tersinggung, cepat terluka, cepat kecewa dan karena itu juga cepat marah. Tetapi hidupku terjalin di dalam karakter hatiku yang demikian.
Karena itu saya mohon: Tuhan, sadarkan saya senantiasa bahwa:
Hidup tanpa cinta itu tak bermakna
Tugas tanpa cinta itu menyakitkan
Tanggungjawab tanpa cinta itu kasar
Keadilan tanpa cinta itu keras
Kebenaran tanpa cinta itu sinis
Kehormatan tanpa cinta itu sombong
disiplin tanpa cinta itu picik
Iman tanpa cinta itu fanatik
Keramahan tanpa cinta itu pura-pura
Milik tanpa cinta itu rakus
Kepintaran tanpa cinta itu licik.
Tuhan.... ajarilah kami mencintai sebagaimana Engkau telah mencintai kami..
Dibawakan dalam misa lingkungan St. Don Bosco - Tigaraksa
Kamis, Pekan IV Paskah - 2009

"Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya."
Bacaan : Yoh 13:16-20
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya. Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.
Renungan :
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana anda memperlakukan orang yang menyebabakan anda sakit hati atau sedih? Terutama mereka yang dekat dengan anda? Dalam perjamuan malam terakhir, Yesus menyampaikan sabda Injil hari ini. Yesus bicara soal kesetiaan dan ketidaksetiaan dalam suatu persahabatan. Yesus sudah tahu sebelumnya bahwa salah satu dari para murid-Nya akan mengkhianati Dia. Pengetahuan akan hal ini, bisa saja membuat Yesus mulai menjaga jarak terhadap murid itu, atau melakukan sesuatu supaya Ia jangan terjebak. Yesus bisa saja melakukan hal itu tetapi itu tidak Ia lakukan. Malahan Yesus menunjukkan cinta dan kesetiaan-Nya kepada para murid-Nya, bahkan ketika Ia sudah tahu bahwa salah satu dari mereka akan mencari kesempatan untuk mengkhianati sang Guru.
Yesus menggunakan ekspresi dari Mzm 41:10 yang menggambar suatu pengkhianatan yang dilakukan oleh seorang sahabat dekat. Ayat itu berbunyi: “Bahkan sahabat karibku yang kupercayai, yang makan rotiku, telah mengangkat tumitnya terhadap aku”. Pada zaman Yesus ”tindakan makan bersama dengan seseorang merupakan tanda persahabatan dan kepercayaan. Yesus menunjukkan tanda itu juga kepada Yudas, justru ketika Yudas sedang punya konspirasi untuk mengkhianati Gurunya. Ungkapan ”mengangkat tumitnya terhadap Aku” merupakan gambaran sikap yang brutal dan keji dari suatu penolakan.
Yesus mencintai para murid sampai akhir hidup-Nya. Dia menunjukkan kesetiaan-Nya bahkan sampai mati di kayu salib. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya Yesus membuka suatu relasi yang baru antara manusia dengan Allah. Yesus berkata: "barangsiapa menerima Aku, ia menerima Bapa yang telah mengutus Aku”. Hal ini diperluas lagi bagi orang-orang yang diutus oleh Yesus: ”barangsiapa menerima orang yang Ku-utus, ia menerima Aku.”
Kita mendapat tugas untuk bersaksi atas nama Yesus. Kita adalah murid dan utusan Yesus yang dipercayakan untuk berbicara dan bertindak atas nama Yesus (2 Kor . 5:20). “Kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.”. Ayat ini bisa kita terapkan bagi diri kita masing-masing.
Persoalannya adalah apakah anda siap untuk bersaksi atas nama Yesus? Apakah anda siap untuk dikhianati? Apakah anda siap mengalami penderitaan karena ditolak, ditentang?
Doa
Allah Bapa yang Mahakuasa. Engkaulah Allah yang kekal yang menerangi hati dan budi dari setiap orang yang menerima Engkau. Engkaulah sumber kegembiraan dari setiap hati yang mencintai Engkau. Engkaulah sumber kekuatan dari setiap kehendak yang mau melayani Engkau. Curahkanlah kami rahmat-Mu untuk mengenal dan mencintai Engkau dengan sungguh supaya kami dapat melayani Engkau dengan kebebasan yang sejati dalam nama Yesus Kristus Tuhan kami. (Doa dari St. Agustinus)
Rabu, Pekan IV Paskah 2009

Dalam keremangan hidup ini, membersitlah cahaya Kristus yang menerangi jalanku
Bacaan
Yoh 12:44-50
Tetapi Yesus berseru kata-Nya: "Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan. Dan jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya. Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman. Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan. Dan Aku tahu, bahwa perintah-Nya itu adalah hidup yang kekal. Jadi apa yang Aku katakan, Aku menyampaikannya sebagaimana yang difirmankan oleh Bapa kepada-Ku.
Renungan
Salah satu tanda bahwa orang percaya dan menerima Yesus adalah bahwa orang itu hidup dalam 'terang'. Yesus berkata: "Kamu adalah terang dunia..." (Mat 5:14). Terang yang kita pancarkan itu bukanlah dari diri kita sendiri. Terang itu berasal dari Yesus. Ibarat bulan yang menerima sumber cahayanya dari matahari dan memancarkannya, kita menerima cahaya hidup kita dari Yesus. Yesus adalah Matahari sejati yang tak akan terbenam.
Yesus mengatakan: "Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia." (Yoh 9:5). Bisa dibayangkan, bagaimanakah dunia ini jika tidak ada terang atau cahaya? Dunia ini pasti menjadi tempat yang menakutkan. Banyak orang takut berada di dalam kegelapan. Situasi gelap gulita seringkali dilihat sebagai situasi di mana godaan muncul atau situasi dimana setan ‘berkarya’. Kita dipanggil untuk membawa cahaya Kristus itu ke dalam dunia yang diliputi oleh kegelapan dosa.
Hidup kita hendaknya merupakan cahaya bagi orang lain. Mungkin ada yang takut untuk bersinar. Ia takut karena mungkin sinarnya tidak terlalu bercahaya. Takut kalau dibilang sok suci dll.
Teman-teman....saya mau mengajak kita untuk melihat suatu kenyataan ini. Jika seseorang di antara kita masuk suatu gedung gereja yang sama sekali baru bagi dia, maka saya yakin, setelah anda membuat tanda salib di depan pintu gereja, anda pasti lalu akan mencari sebuah lampu. Lampu itu adalah lampu tabernakel. Anda pasti akan berlutut ke arah lampu itu karena anda yakin bahwa di balik lampu itu atau di samping lampu itu ada tabernakel, tempat Yesus bersemayam.
Kalau kita perhatikan, sebuah lampu tabernakel biasanya bukanlah lampu yang terang benderang atau yang menyilaukan mata. Tetapi sebuah lampu yang redup..... bahkan terkesan nyaris padam. Istilahnya: ”hidup segan mati tak mau”. Tapi ia mewartakan bahwa dibalik dirinya ada Yesus....sang Terang yang telah datang ke dalam dunia untuk memberikan terang kepada dunia.
kita mungkin merasa tidak berarti..... kita mungkin merasa bahwa ’cahaya’ kita tidak terlalu terang. Tetapi inilah suatu tantangan bagi kita. Setiap kita punya ’terang’ yang telah kita terima dari Yesus.
Doa:
Tuhan Yesus, kini saya datang kepada-Mu dengan apa adanya saya. Engkau telah meanggilku dengan namaku sendiri. Saya bersyukur kepada-Mu karena Engkau telah mempercayakan saya suatu tugas yang penting untuk membangun Kerajaan-Mu di dunia ini. Yesus... bantulah saya untuk mendengarkan suara-Mu sehingga saya dapat mengenal dan mengikuti kehendak-Mu. Buatlah hidupku semakin bercahaya bagi banyak orang. Amin.
Senin Pekan IV Paskah_2009

Bacaan: John 10:1-10
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal." Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka. Maka kata Yesus sekali lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka. Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.
Renungan:
Gambaran gembala dengan berpuluh-puluh ekor domba tidak kita kenal di Indonesia. Toh kalau ada biasanya hanya beberapa ekor saja. Tetapi saya yakin bahwa tidak sulit untuk memahami apa yang mau diungkapan dengan gambaran Yesus sebagai gembala yang baik.
Sedikit soal latar belakang kehidupan masyarakat Yahudi. Dalam dunia PL dan pada zaman Yesus profesi sebagai seorang gembala adalah suatu hal yang biasa dan umum. Seorang gembala bertugas mengembalakan kawanan ternak yang dipercayakan kepadanya. Ketika pagi hari ia harus mengeluarkan mereka dari kandang dan menuntun mereka ke padang rumput. Pada siang hari ia menuntun mereka ke sumber air. Setelah itu ia kembali membimbing kawanan domba ke padang rumput…. Pada petang hari ia membawa kawanan ternaknya kembali ke kadang. Kandang ini biasanya terletak di pinggir kampung. Ada seorang penjaga yang berjaga di sana pada malam hari.
Terkadang…ia harus menuntun mereka jauh…. Untuk mencari padang rumput yang lebih hijau dan segar….. mungkin karena padang rumput di sekitar desa sudah habis termakan…. Kalau memang demikian maka pada petang hari ia tidak sempat membawa mereka pulang ke rumah. Dalam situasi semacam itu ia biasanya ia mencari sebuah gua atau sebuah kandang yang disusun dari batu….. berbentuk lingkaran yang tingginya Kira-kira 4-5 meter dengan sebuah pintu kecil. Ia dan membawa kawanan dombanya ke dalamnya. Ia lalu berjaga sepanjang malam – untuk memastikan bahwa tidak ada binatang buas yang datang untuk memangsa domba-dombanya.
Saudara dan saudariku..
Kalau kita memahami bacaan Injil hari ini, di dalamnya Yesus berbicara tentang dua macam kandang ini. Pada bagian pertama, Ia berbicara tentang kandang yang berada di pinggir kampung. Pada pagi hari ketika sang gembala tiba di kandang untuk mengeluarkan kawanannya dan menuntun mereka ke padang rumput. Hal ini nampak dalam perkataan Yesus: “untuk dia penjaga membukakan pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya keluar. Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.”
Pada bagian yang kedua, Yesus berbicara tentang jenis kandang yang kedua..yaitu kandang yang berada jauh dari kampung, terbuat dari batu dan hanya mempunyai sebuah pintu masuk yang sempit. Sang gembala bisanya tidur di depan pintu yang sempit itu. Dengan itu tidak ada domba yang akan keluar dari kandang itu dan juga tidak akan ada binatang buas yang bisa masuk tanpa harus melewati tubuhnya. Dkl, tempat di mana penjaga itu berbaring adalah pintu dari kandang itu. Kalau binatang buas datang ia pasti tahu dan ia pasti akan berusaha untuk menyelamatkan domba-dombanya. Hal ini terungkap dalam kalimat: “akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia kan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput”
Saudara dan saudariku....
Ada dua hal yang bisa kita pelajari tentang seorang gembala dari dua jenis kandang ini. Jenis yang pertama, dikatakan “gembala mengenal domba-dombanya… mengenal mereka dengan nama mereka sendiri, memanggil mereka satu per satu. Dan dombo-dombanya mengikuti dia sebab mereka mengenal suaranya.” Hal ini mengandaikan bahwa ada banyak waktu yang dihabiskan bersama dengan domba-domba itu. Ada kedekatan, keakraban yang terjalin antara gembala dan domba-dombanya. Gembala tahu manakah domba yang berbulu bagus, mana yang kurang bagus…manakah yang rakus makannya dan mana yang tidak. Mana yang sehat dan mana yang sakit. Manakah yang harus digunting bulunya dll. Singkatnya ia mengetahui segala detail tentang domba-dombanya satu per satu. Hal ini mengungkapkan kesatuan… keakbraban, kedekatan antara seorang gembala dan domba-dombanya.
Intermeso: saya waktu kecil punya seekor kuda – warnanya putih sehingga saya kasih nama putih. Lantas karena saya juga punya nama marga – jadi kuda pun saya kasih nama marga sesuai dengan nama marga saya. Praktis sepanjang hari saya bersama dengan kuda itu. Biasanya kalau saya teriak namanya putih blikon…dia langsung meringkik karena ia mengenal suara saya. Tetapi kalau orang lain yang memanggil biasanya dia diam-diam saja. Ada keakraban, kesatuan yang terjalin antara saya dan kuda saya.
Itu gambaran pertama seorang gembala yang bisa kita pelajari dari jenis kandang yang pertama.
Gambaran gembala yang kedua sesuai dengan jenis kandang yang kedua adalah seorang gembala yang punya dedikasi dan pengabdian yang tinggi terhadap domba-dombanya. Ia tidur di depan pintu kandang… Kalau ada binatang buas yang mau memangsa kawanan domba, itu berarti bahwa binantang itu harus melewati tubuh sang gembala. Dengan ini kita bisa lihat bahwa seorang gembala adalah seorang yang mau mengorbankan hidupnya untuk kawanan dombanya.
Saudara dan saudariku
Dari dua gambaran ini, kiranya kita bisa memahami apa yang ada di dalam hati dan pikiran Yesus ketika Ia mengatakan “Akulah gembala yang baik”
Dengan ini Yesus sebetulnya mau mengatakan bahwa: relasi, kedekatan dan dedikasinya terhadap kita adalah seperti seorang gembala terhadap kawanan dombanya. Seperti seorang gembala – Yesus pun selalu bersama dengan kita. Yesus katakan: “Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Mat 20:28)
Seperti seorang gembala yang mengenal dombanya satu per satu, Yesus pun mengenal kita secara mendalam satu per satu. Ia tahu siapa di antara kita saat ini yang sedang patah semangat, yang lemah imannya, siapa di antara kita yang sering tidak taat mengikuti suaranya…. Ia tahu itu…….
Yesus berkata: “aku mengenal kerapuhanmu..aku mengenal pergumulanmu… aku mengenal kekurangamu, dosa-dosamu. Sekalipun demikian, Aku tetap berkata: cintailah aku sebagai adanya engkau – dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Jika engkau menungguh sampai engkau merasa sempurna baru lalu mencintai dan mendengarkan suara-Ku maka engkau tidak akan pernah mencintai Aku. Cintailah Aku sebagaimana adanya engkau”
Saudara dan saudariku
Apa yang dikatakan oleh Allah kepada bangsa Israel dalam Yes 43:1,4-5, itu juga dikatakan Yesus kepada kita satu per satu:
"Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku. Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,… Janganlah takut, sebab Aku ini menyertai engkau.”
Doa:
Tuhan Yesus, Engkaulah gembalaku. Engkau selalu membimbing aku ke tempat yang aman dan tentram. Semoga aku ragu akan bimbingan dan penyertaan-Mu dalam perjalanan hidupku. Dan semoga aku tidak menjauhkan diri dari cinta-Mu. Jagalah aku dengan aman di dalam perlindungan kasih-Mu.
Pastor Tonny Blikon, SS.CC
Renungan ini pernah disampaikan pada Minggu Paskah IV Tahun A di Paroki St. Odilia - Citra Raya - Tangerang
Sabtu, Pekan III_Paskah_2009

Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?
Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal
Bacaan
Yoh 6:60-69
Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: "Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya." Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Lalu Ia berkata: "Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya." Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" Jawab Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.
Renungan:
Membaca dan mencermati bacaan Injil hari ini, kita bisa bertanya, mengapa ada orang merasa sulit untuk menerima pernyataan Yesus. Mereka telah mengikuti Yesus karena kagun akan karya yang dilakukannya. Semua karya itu tentunya memperlihatkan kerahiman dan kemurahan hati Allah. Karya-karya Yesus yang membuat orang tertarik itu antara lain, menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, memberi makan 5000 orang dan masih banyak lagi. Sekalipun demikian banyak dari mereka tidak memahami Yesus ketika Ia mengungkapkan suatu pernyataan yang hanya bisa disampaikan oleh Allah sendiri. Yesus berkata "makan daging-Nya dan minum darah-Nya" (Yoh 6:51-59). Pernyataan ini membuat banyak orang itu menolak Dia. Yesus menyatakan diri-Nya ssebagai Roti dari surga yang memberikan kekuatan bagi kita dalam perjalanan menuju tanah terjanji yaitu surga. Yesus berkata dengan terus terang mengenai hal ini. Dengan pernyataan ini, Yesus dengan tegas membuat para pengikut-Nya harus memilih. Pilihannya adalah menerima perkataan itu sebagai sabda Allah atau menolak. Bahkan di antara para murid mengakui bahwa “perkataan itu keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya”. Ungkapan para murid ini berarti bahwa perkataan Yesus itu bukan saja sulit untuk dimengerti, tetapi juga sulit untuk diterima. Yesus lalu berkata kepada para murid-Nya “adakah perkatan itu menggoncangkan imanmu?” Di sini Yesus mau menguji iman dan loyalitas para murid-Nya. Yesus menjanjikan berkat yang melimpah dan kehidupan bersama Allah lepada para murid-Nya. Yesus meyakinkan para murid bahwa Bapa-lah yang telah mengundang orang-orang untuk percaya kepada Yesus meskipun ada percatan yang sulit: “tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengarunikannya kepadanya. Iman itu adalah statu anugerah Allah dan bukannya sebuah usaha manusia.
Iman yang sejati bukanlah iman yang buta dan bersikap masa bodoh melainkan iman yang mencari pengertian. Dalam istilah St. Anselmus “Fides Quarrens Intelectum est.”. Itulah sebabnya Allah mengaruniakan kepada kita Roh Kudus untuk menerangi mata hati kita, agar dapat mengerti tentang kebenaran dan hikmat Allah (Bdk Ef 1:17-18). Yesus memberikan sabda kehidupan-Nya dan Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya dan taat kepada percatan-nya. Pengakuan iman dan loyalitas Petrus yang terungkap dalam kalimat: “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi…….” Didasarkan atas relasi pribadi yang intim dengan Yesus. Pengakuan iman Petrus tidak didasarkan atas pengetahuannya tentang Yesus. Dia percaya kepada Yesus karena ia tahu bahwa ketika Yesus berbicara, di situlah Allah berbicara – ketika Yesus bertindak, di situlah Allah bertindak. Melalui anugerah iman ini, Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, yang kudus dari Allah (Mrk 8:29). Petrus menerima perkataan Yesus karena Ia menerima Yesus sebagai Putra Allah, penyelamat dunia.
Iman merupakan tanggapan pribadi atas pewahyuan diri Allah kepada kita. Iman adalah kunci untuk memahami dan mengalami karya dan tindakan Allah dalam hidup kita. Statu pertanyaan yang hendaknya kita renungkan berkaitan dengan bacaan Injil ini adalah; Apakah anda percaya, sebagaimana Petrus bahwa Yesus dapat mengubah hidupmu karena Ia memiliki perkataan hidup yang kekal? Berdoalah mohon “Tuhan tambahkanlah imanku” sehingga semakin hari kita semakin bertumbuh dalam relasi dengan Allah dan dalam memahami betapa Allah mencintaimu.
Doa:
Tuhan Yesus, pada-Mu adalah sabda kehidupan yang kekal. Bantulah aku untuk mengatasi segala rasa bimbang dan takut untuk hidup menurut perkataan-Mu. Semoga aku menerima perkataan-Mu dengan penuh iman dan kegembiraan. Hari ini saya menyerahkan hidup saya kepada-Mu. Jadilah Tuan atas hati, budi, pikiran, kehendak dan tindakan-tindakanku selama hari ini. Semoga tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi aku untuk dekat pada-Mu. Amin.
Jumad, Pekan III Paskah 2009

Gambar diambil dari https://www.1st-art-gallery.com
Bacaan:
Acts 9:1-20 Yoh 6:52-59
Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem. Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?" Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan?" Kata-Nya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat." Maka termangu-mangulah teman-temannya seperjalanan, karena mereka memang mendengar suara itu, tetapi tidak melihat seorang juga pun. Saulus bangun dan berdiri, lalu membuka matanya, tetapi ia tidak dapat melihat apa-apa; mereka harus menuntun dia masuk ke Damsyik. Tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tiga hari lamanya ia tidak makan dan minum. Di Damsyik ada seorang murid Tuhan bernama Ananias. Firman Tuhan kepadanya dalam suatu penglihatan: "Ananias!" Jawabnya: "Ini aku, Tuhan!" Firman Tuhan: "Mari, pergilah ke jalan yang bernama Jalan Lurus, dan carilah di rumah Yudas seorang dari Tarsus yang bernama Saulus. Ia sekarang berdoa, dan dalam suatu penglihatan ia melihat, bahwa seorang yang bernama Ananias masuk ke dalam dan menumpangkan tangannya ke atasnya, supaya ia dapat melihat lagi." Jawab Ananias: "Tuhan, dari banyak orang telah kudengar tentang orang itu, betapa banyaknya kejahatan yang dilakukannya terhadap orang-orang kudus-Mu di Yerusalem. Dan ia datang ke mari dengan kuasa penuh dari imam-imam kepala untuk menangkap semua orang yang memanggil nama-Mu." Tetapi firman Tuhan kepadanya: "Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel. Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku." Lalu pergilah Ananias ke situ dan masuk ke rumah itu. Ia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, katanya: "Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus." Dan seketika itu juga seolah-olah selaput gugur dari matanya, sehingga ia dapat melihat lagi. Ia bangun lalu dibaptis. Dan setelah ia makan, pulihlah kekuatannya. Saulus tinggal beberapa hari bersama-sama dengan murid-murid di Damsyik. Ketika itu juga ia memberitakan Yesus di rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah.
Renungan
Pertobatan Paulus dalam perjalanannya ke Damsyik merupakan sebuah kisah yang dramatis. Menarik kalau menonton film tentang pertobatan rasul bara bangsa ini. Bayangkan….. seorang pembunuh yang keji dihentikan dalam perjalanan oleh sebuah cahaya dari surga. Lalu terdengar suara dari surga. Suara ini mampu mengubah sang pembunuh itu. Seluruh hidupnya sejak saat itu berubah secara radikal.
Bagaimana dengan kisah pertobatanmu? Kisah pertobatan kita tentu tidak se-dramatis seperti yang dialami oleh Paulus. Boleh jadi ada seorang teman yang menegur kita atas kesalahan yang telah kita lakukan. Atau mungkin ada ayat kitab suci atau sebuah kotbah yang menyentuhmu. Jika kisah pertobatan kita difilmkan, mungkin kita sendiri tidak akan tertarik untuk menontonnya.
Bagamana kita bertobat itu mungkin tidak terlalu penting, tetapi yang penting bahwa kita bertobat. Allah sungguh mencintai setiap kita. Allah menghendaki setiap kita selamat dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1Tim 2:4). Bagi Allah setiap kisah pertobatan kita dihargai. Semuanya itu merupakan campur tangan Allah dalam kehidupan kita; suatu karya yang telah dikerjakan Allah bagi kita, bahkan sebelum kita dilahirkan: "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yer 1:5) Sebagaimana dalam kehidupan Paulus, Allah punya rencana yang unik, demikian pun dalam kehidupan kita masing-masing. Allah punya rencana yang agung bagi setiap kita.
Hendaklah kita juga ingat bahwa rencana Allah tidak selalu diawali dengan kisah yang dramatis sebagaimana yang dialami oleh Paulus. Setelah peristiwa itu, Paulus menyendiri selama 10 tahun. Dalam 10 tahun itu, mencari kehendak Tuhan atas dirinya. Seandainya Paulus .tidak melakukan hal itu, maka boleh jadi ia akan kembali kepada cara hidupnya yang lama. Bahkan setelah 10 tahun itu; selama perjalanan missionernya, Paulus selalu berusaha untuk mengejar kekudusan. Paulus tahu bahwa ia harus bertobat setiap hari agar bisa menjadi manusia yang berkenan kepada Allah. Demikian pun kita, pertobatan merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus. Kita harus bertobat setiap hari.
Setiap hari kita harus menjadi semakin dekat dengan Yesus daripada hari kemarin. Jika kita jatuh lagi dalam kesalahan yang sama, janganlah melihat ke belakang tetapi tetaplah mengarahkan hati kita kepada Yesus. Kejarlah selalu tujuan hidupmu. Rasul Paulus sendiri membenarkan tentang hal ini: “….., tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Fil 3:13-14). Tidak ada sesuatu pun yang perlu ditakuti. Allah akan beserta kita dalam setiap langkah hidup ini.
Doa
Tuhan Yesus…hari ini saya sekali lagi mempersembahkan diri kepada-Mu. Penuhilah saya dengan rahmat-Mu supaya dapat mengikuti Engkau dengan setia. Bantulah saya jika saya jatuh. Amen.
Kamis, Pekan III Paskah - 2009

Bacaan:
Yohanes 6:44-51
Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku. Hal itu tidak berarti, bahwa ada orang yang telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah yang telah melihat Bapa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal. Akulah roti hidup. Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Inilah roti yang turun dari sorga: Barangsiapa makan dari padanya, ia tidak akan mati. Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.
Renugan
Allah menawarkan kepada umat-Nya suatu kehidupan yang berkelimpahan, tetapi kita bisa saja kehilangan kesempatan itu. Hidup yang Allah tawarkan adalah kehidupan Allah sendiri- Hidup yang bertahan bukan hanya kehidupan sekarang ini tetapi bertahan sampai di kehidupan yang akan datang. Para rabbi mengatakan bahwa generasi yang mengembara di padang gurun, tidak akan mengambil bagian dalam kehidupan yang akan datang. Dalam kitab Ulangan tercatat bahwa bangsa israel yang menolak Allah tidak akan diizinkan untuk memasuki tanah terjanji. Para rabi meyakini bahwa orang-orang yang tidak diperkenankan memasuki tanah terjanji, juga tidak akan diperkenankan untuk memasuki kehidupan akhirat. Allah menyediakan bagi bangsa israel di padang gurun, manna dari surga. Manna itu merupakan simbol dari roti sejati yang turun dari surga yang Yesus akan berikan kepada para pengikut-Nya.
Yesus mengungkapkan suatu pernyataan yang hanya boleh disampaikan oleh Allah sendiri: Akulah roti yang turun dari surga yang dapat memuaskan kelaparan terdalam yang dialami oleh seorang manusia. Roti dari surga itu hadir dalam ekaristi yang Yesus bagikan kepada para murid-Nya pada perjamuan malam terakhir. Manna di padang gurun hanya membuat umat Israel bertahan sampai masuk tanah terjanji tetapi tidak dapat memberikan kehidupan kekal. Roti yang diberikan oleh Yesus, membuat kita mampu untuk masuk dalam kehidupan surgawi…. Bukan hanya itu saya tetapi roti itu memberikan kita kehidupan Ilahi yang berasal dari Allah sendiri.
Ketika kita menerima hosti kudus, kit menyatukan diri kita dengan Yesus Kristus, Tuhan kita. Dialah yang memperkenankan kita menyambut Tubuh dan Darah-Nya membuat kita layak untuk mengambil bagian dalam kehidupan Ilahi-Nya. St. Ignatius dari Antikia (35-107) mengatakan bahwa: “Hosti kudus merupakan obat untuk mengatasi kematian kekal dan memampukan kita hidup dalam Kristus selamanya. Makanan rohani ini merupakan penyembuh jiwa dan raga kita dan memberikan kita kekuatan dalam peziarahan kita menuju tanah surgawi.
Dalam bacaan Injil hari ini Yesus menawarkan kepada kita kehidupan surgawi itu sendiri. Tetapi kita bisa saja kehilangan kesempatan itu atau bahkan menolaknya. Menolak Yesus berarti menolak kehidupan kekal. Menerima Yesus sebagai roti dari surga kita akan mendapatkan kekuatan untuk hidup bukan hanya sekarang tetapi juga dalam kehidupan kekal.
Hari ini dalam ekaristi, ketika Anda menerima komuni kudus, apa yang anda harapkan anda terima? Apakah itu penyembuhan, pengampunan, penghiburan? Allah masih punya banyak hal yang bisa Ia berikan daripada apa yang bisa kita harapkan dari pada-Nya. Apakah anda lapar akan roti surgawi itu?
Doa:
Tuhan Yesus Kristus, Engkaulah roti hidup yang memberikan kehidupan kepada saya. Semoga saya selalu lapar akan Engkau, roti yang telah turun dari surga. Semoga dengan menerima-Mu saya mendapatkan kekuatan untuk mencintai dan melayani Engkau dengan sepenuh hati. Semoga semakin hari saya semakin hidup dalam damai dan kesatuan bersama Allah Tritunggal: Bapa, Putra dan Roh Kudus sampai kehidupan yang kekal. Amen.
Rabu, Pekan III Paskah 2009

Bacaan
John 6:35-40
Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya. Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.
Renungan:
Mengapa Yesus menyebut dirinya sebagai roti hidup? Orang-orang Yahudi tahu bahwa Allah berjanji akan memberikan mereka manna dari surga… agar mereka bisa bertahan dalam perjalanan menuju tanah terjanji. Roti / makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Kita tidak dapat bertahan hidup tanpa makanan.
Nah…apa itu hidup? Di sini Yesus maksud Yesus bukan hidup seperti yang kita miliki sekarang ini. Hidup yang Yesus maksudkan adalah hidup yang ada kaitan dengan Allah sebegai sumber kehidupan. Hidup yang sebenarnya adalah relasi dengan Allah yang hidup; suatu relasi yang didasari atas sikap pasrah, cinta, dan taat kepada Allah. Dalam diri Yesus Allah telah membuat kita mampu untuk menjalin relasi dengan Dia. Yesus mengajar kita untuk menyapa Allah sebagai ‘Bapa’. Yesus telah mengutus Roh Kudus, dan Roh itu memampukan kita untuk berseru ‘ya, Abba, Ya Bapa”.. nah…inilah hidup yang Yesus tawarkan kepada kita.
Pertanyaan yang muncul adalah: apakah kita puas dengan hidup yang sekarang ini? Atau kita rindu akan hidup yang ditawarkan Yesus.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengatakan 3 hal. Pertama, dia menawarkan diri-Nya sebagai makanan rohani yang akan menghasilkan kehidupan Allah di dalam diri kita. Kedua, Yesus menjanjikan suatu relasi yang langgeng…sehingga kita tidak perlu merasa kuatir dan takut dan cemas ditinggalkan oleh Allah. Ketiga, Yesus memberikan suatu harapan untuk mengambil bagian di dalam kebangkitan-Nya. Setiap orang yang percaya kepada Yesus akan dibangkitkan pada akhir zaman.
Doa:
Yesus…. Melalui kematian-Mu Engkau membawa kehidupan bagi kami dan memberikan harapan bagi kami yang berada dalam dosa. Berikanlah kami harapan yang tak tergoyahkan akan kehidupan kekal, dan kebahagiaan sejati karena mengalami cinta-Mu. Karuniakanlah kepada kami, iman yang teguh dan ketaatan dalam melakukan kehendak Bapa-Mu yang di surga. Amen.
Langganan:
Postingan (Atom)