Bacaan
Why 11:19a, 12:1.3-6a.10ab;
1Kor 15:20-26;
Luk 1:39-56
Homili
Allah kadang memberikan inspirasi kepada umat beriman untuk menerima suatu suatu pernyataan iman sebagai suatu kebenaran, sebelum gereja mengeluarkan suatu pernyataan resmi mengenai hal itu. Contohnya bisa kita lihat mengenai dogma tentang Maria yang diangkat ke surga.
Pada tanggal 1 November 1950, Paus Pius XII mengeluarkan suatu dogma – ajaran resmi gereja tentang Maria diangkat ke surga, dengan kata-kata berikut ini: “Bunda Allah yang tak bercela, perawan Maria, setelah mengakhiri hidup di dunia ini, diangkat dengan jiwa dan raganya ke dalam kemuliaan surgawi”
Pernyataan resmi gereja ini tentunya mengundang banyak pro dan kontra. Akan tetapi, pernyataan ini hanya merupakan suatu penegasan dari apa yang telah lama diyakini oleh umat beriman. Pada permulaan abad 7, Perayaan ini sudah dikenal di dalam gereja, baik gereja barat maupun gereja timur. Juga ada data yang membuktikan bahwa sejak awal abad 4 umat beriman sudah menerima keyakinan iman bahwa Maria diangkat ke ke surga. Jadi di sini kita bisa lihat bahwa ternyata dalam kehidupan sehari-hari, keyakinan umat beriman kadang-kadang mendahului suatu pernyataan resmi gereja.
Saya ambil contoh lain. Di dalam kongregasi kami ada tokoh yang dikenal sebagai pahlawan orang kusta yaitu Pater Damian. Oleh gereja dia masih diakui sebagai Beato, tetapi kalau di Flores orang sudah menyebutnya sebagai Santo. Rumah Sakit Kusta di Lembata, disebut sebagai Rumah Sakit Kusta Santo Damian. Santo Subito = Segera digelarkan Kudus.
Iman umat kadang mendahului apa yang ditetapkan oleh gereja secara resmi. Kalau kita renungan, dogma tentang pengkatan Maria ini memang tidak punya dasar dalam KS, tetapi mengapa Gereja bisa mengeluarkan pernyataan yang demikian?
Adalah pantas dan layak bahwa Maria yang dikandung tanpa noda dosa asal, diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Juga sangat masuk akal kalau Allah memuliahkan Maria sedemikian besar karena Ia telah melahirkan Putera Allah. Perayaan hari ini juga merupakan suatu bukti bahwa kita juga menghormati Maria sebagai ibu kita dan sebagai Murid Kristus yang pertama.
Seorang anak yang menolak ibunya berarti menolak dirinya sendiri. Akibatnya, bukan kebahagiaan dan keyakinan diri yang ditemukannya, melainkan hanya penderitaan dan kesulitan yang susul menyusul. Kita tentu ingat kisah legenda tentang Malingkundang. Seorang anak yang menolak ibunya. Akibatnya dia mendapat musibah.
Dibawah kaki salib, Yesus menyerahkan ibu-Nya kepada kita. Kita diberi Maria, seorang ibu yang melambangkan Gereja itu sendiri - maka Gereja juga sering disebut sebagai ‘Bunda Gereja’- seorang ibu yang selalu siap sedia mendengarkan keluh kesah dan kesulitan kita. Menolak ibu rohani ini akhirnya juga sama dengan menolak jatidiri kita sendiri sebagai pengikut Yesus. Sebab, melalui ibu itu pula Yesus dilahirkan di tengah-tengah Gereja. Melalui dia, Yesus dibesarkan seperti kita manusia dan suatu saat membebaskan kita dari ketakutan akan sengsara dan maut.
Sosok ini, Maria, memang dipermasalahkan oleh banyak orang, juga oleh berbagai Gereja. Namun aneh, semakin Maria dipermasalahkan, justru semakin banyak yang terbantu oleh doa-doanya.
St. Yohanes Maria Vianey pernah berkata: “Meskipun Maria, sejak diangkat ke surga, hidup bahagia dan mulia, tetapi ia tidak akan beristirahat sampai akhir dunia.’ Mengapa? Karena semua anaknya di dunia ini memang belum bersatu dengannya. Itulah sebabnya, Maria selalu waspada, penuh perhatian terhadap kesengsaraan kita, ia berjaga, ia berdoa, ia menjadi pengantara”.
Begitu pula Hari Raya ini, Bunda Maria Diangkat ke Surga, muncul dan menjadi perdebatan banyak orang. Berbagai alasan dipakai, antara lain bahwa Kitab Suci tidak pernah membuktikan bahwa Maria memang diangkat ke surga. Akan tetapi, banyak juga yang lupa, atau sengaja lupa, bahwa seorang ibu takkan pernah berada jauh dari anaknya. Maria, bukan hanya ibu Yesus, tetapi juga murid-Nya! Ia yang telah melahirkan Yesus, kini menjadi milik Kristus!
Perayaan ini bukan berasal dari sebuah ajaran, tetapi dari sebuah penghormatan dan pengabdian. Perayaan ini adalah pujian Gereja sendiri kepada Sang Bunda yang sudah menolong begitu banyak orang yang harapannya hampir musnah. Gereja berpikir, bagaimana mungkin Bunda Maria tidak berada di surga, jika begitu banyak permohonan ternyata dikabulkan, begitu banyak mukjizat terjadi, begitu banyak orang diselamatkan dari keputusasaan, karena bantuan doanya?
Masih tentang St. Yohanes Maria Vianney, ia pun pernah menulis: “Di surga, Maria senantiasa memohon kepada Puteranya, dan seakan-akan berkata: “Jangan lupa akan rahim yang mengandung-Mu, jangna lupa akan akan hamba-Mu, akan sekutu-Mu dalam sengasara dan kemuliaan. Ingatlah akan keluh kesah ibu-Mu ini. Maka dari itu, demi kasih sayang yang Kau limpahkan kepadaku, berbelaskasihlah kepada anak-anak berdosa yang telah Kau serahkan kepadaku. Dan ingatlah Puteraku, ketika di Kana mereka kehabisan anggur dan Engkau membantunya, kini banyak anak-anakku kehabisan anggur juga: anggur damai jiwa, anggur hidup abadi, anggur kasih Ilahi dalam jiwa mereka, anggur sukacita. Ya Puteraku, hendaklah tergeraklah hati-Mu”
Sungguh mengharukan bahwa sampai detik ini pun, Bunda Maria masih begitu sibuk membantu kita agar terus berdoa kepada putranya, masih terus mendorong supaya kita jangan kehilangan semangat, masih gampang dijumpai di mana-mana memberi jalan keluar kepada yang kecewa dan putus asa!
Berkaitan dengan perayaan kita hari ini, st. Paulus mengatakan dengan yakin, bahwa semua orang yang menjadi milik Kristus akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Mula-mula Kristus sendiri sebagai buah sulung, dan sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya! Maria, Ibu kita yang demikian dekat dengan Yesus, puteranya, tentu sudah mengalami kemuliaan bersama puteranya.
Seperti kata-kata Elisabet, Maria memang terpuji di antara manusia. Ia disebut "penuh rahmat" (gratia plena), namun tak ingin menahan rahmat itu untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, ia selalu bersedia membagi-bagikan rahmat itu kepada semua orang. Di antara kita ini, juga ada orang-orang yang begitu mudah membagikan rahmat yang diterimanya dari Tuhan. Orang-orang ini disebut berbahagia karena tak mau menyimpan rahmat itu untuk dirinya sendiri, tapi selalu murah hati, mudah memberi, selalu punya hati; jika perlu, mereka mau kehilangan, supaya yang lain itu kebagian. Bagaimana dengan kita?
Kalau kita sendiri belum begitu, mari belajar dari Ibu yang penuh rahmat itu, yang senantiasa membagi rahmat yang telah ia terima dari Allah. Amin.

Tampilkan postingan dengan label Homili Hari Raya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Homili Hari Raya. Tampilkan semua postingan
Tubuh dan Darah Kristus

PENGAJARAN TENTANG EKARISTI
Hari ini kita merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Mengapa ada hari khusus untuk menghormati Tubuh dan Darah Kristus? Bukankah setiap kali kita merayakan ekaristi, kita juga merayakan misteri Tubuh dan Darah Kristus?
Sekilas tentang sejarah dari HR Tubuh dan Darah Kristus
Hari Raya ini dikehendaki oleh Yesus sendiri melalui St. Yuliana. Ia masuk biara pada tahun 1206 pada usia 13 tahun. Pada usia 16 tahun dia mulai mendapat anugerah penglihatan.
”Ia melihat bulan di langit; dan walau bulan bersinar terang gemilang, namun terdapat suatu noda hitam padanya!”
Ia tidak terbiasa dengan penglihatan semacam itu jadi ia pikir itu hanya imaginasi. Tetapi penglihatan itu datang lagi dan terus datang lagi. Akhirnya ia merasa bahwa penglihatan itu datang dari Tuhan.
Yesus sendiri yang menjelaskan penglihatan itu
“Engkau gelisah karena penglihatan itu. Sesungguhnya, Aku menghendaki agar ditetapkan suatu hari raya istimewa bagi Gereja Pejuang, sebab perayaan ini teramat penting, yaitu Hari Raya Sakramen dari Altar yang Mahamulia dan Mahakudus. Pada masa sekarang, perayaan akan Misteri ini hanya dilakukan pada hari Kamis Putih. Tetapi, pada hari itu, teristimewa Sengsara dan Wafat-Ku yang direnungkan. Sebab itu, Aku menghendaki suatu hari lain dikhususkan, di mana Sakramen Mahakudus dari Altar akan dirayakan oleh segenap umat Kristiani!
Yesus sendiri menyebutkan 3 alasan mengapa dirayakan hari khusus untuk menghormati Tubuh dan Darah-Nya. Pertama, agar iman akan Sakramen Mahakudus diperteguh, terutama apabila orang-orang jahat menyerang misteri ini di kemudian hari. Kedua, agar umat beriman diperkuat dalam mencapai kesempurnaan melalui kasih mendalam dan sembah sujud kepada Sakramen Mahakudus. Ketiga, agar supaya dengan hari raya ini dan dengan cinta kasih yang ditujukan kepada Sakramen dari Altar, silih dilakukan bagi penghinaan dan kurangnya rasa hormat terhadap Sakramen Mahakudus.”
Paus Urbanus IV menerbitkan Bulla Transiturus pada tanggal 8 September 1264, di mana setelah mengagungkan kasih Juruselamat kita dalam Ekaristi Kudus, ia memaklumkan agar Hari Raya Corpus Christi dirayakan setiap tahun pada hari Kamis sesudah Hari Raya Tritunggal Mahakudus.
Sejak tahun 1970, Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus dirayakan pada hari Minggu sesudah Hari Raya Tritunggal Mahakudus.
Saudara dan saudariku
Berkaitan dengan pesta yang kita rayakan hari ini, hal yang patut kita renungkan adalah bagaimana sikapku terhadap Sakramen Ekaristi?
Kan 898 – Umat beriman kristiani hendaknya menaruh hormat yang sebesar-besarnya terhadap Ekaristi mahakudus, dengan mengambil bagian aktif dalam perayaan Kurban mahaluhur itu, menerima sakramen itu dengan penuh bakti dan kerap kali, serta menyembah-sujud setingggi-tingginya; ….
Nah…berkaitan dengan anjuran tersebut di atas, muncul beberapa keprihatinan berikut ini:
• Berkaitan dengan sikap sejumlah umat dalam mengikuti ekaristi: datang terlambat pulang lebih cepat.
• Fenomena lain terlihat pada waktu liturgi sabda: umat tidak menerima pewartaan sabda secara utuh karena asyik ngobrol, aktivasi hp secara diam-diam, beri makan anak, dll.
• Fenomena lain terlihat dari cara orang berpakaian ke gereja.
• Banyak orang tidak memahami Ekaristi. Mereka beranggapan bahwa ekaristi adalah suatu peristiwa biasa yang duaniawi. Ingat ekaristi yang dirayakan dengan secara dingin akan menghalangi orang untuk mengalami kehadiran Allah.
• Padahal Secara hakiki, Misa Kudus merupakan liturgi resmi Gereja di mana perayaan misteri Paskah Kristus - yakni penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya dihadirkan kembali dalam rasa syukur dan sekaligus mendatangkan penebusan, pengudusan dan keselamatan secara nyata.
Saudara dan saudariku
Hari ini saya tidak bicara tentang teologi Ekaristi, tetapi saya hanya ingin menceritrakan sebuah kisah tentang Misteri Ekaristi sebagaimana yang dialami oleh Catalina, seorang stigmatis dan visioner. Semoga kisah ini juga membuat kita untuk semakin bersikap hormat dan menghargai ekaristi.
Sekilas tentang Catalina
Katya (Catalina), tidak sampai tamat dari sekolah menengah atas, dan tidak pernah studi kitab suci. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan teologis, tetapi ia menuliskan dengan lancar, tanpa adanya kesalahan teologis, beratus-ratus halaman berisikan ajaran-ajaran teologis dan komentar biblis yang mendalam, yang menurutnya didiktekan kepadanya oleh Kristus.
Tulisan-tulisan ini didiktekan kepada Katya dalam bahasa Spanyol (meski terkadang juga dalam bahasa-bahasa lain seperti Latin, Polandia, Italia dan Yunani; bahasa-bahasa yang tidak dimengerti Katya).
Terlebih lagi mencengangkan betapa indah tata bahasa dan ritme dalam bahasa aslinya, Spanyol, dan betapa kebenaran-kebenaran teologis yang mendalam diungkapkan dengan kesederhanaan yang tepat.
Terkadang, pesan yang disampaikan singkat dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja untuk menuliskannya. Di lain waktu, pesan-pesannya jauh lebih panjang, kadang kala dibutuhkan hingga nyaris satu jam untuk menuliskannya. Ia menulis tanpa berhenti, tanpa mengubah satu kata pun, terkadang hingga 14 halaman sekaligus.
Pesan-pesan yang didiktekan oleh Yesus disusun menjadi delapan buku. Pada tanggal 2 April 1998, kedelapan buku tersebut mendapatkan Imprimatur dari Uskup Agung Cochabamba, Mgr René Fernández Apaza, yang adalah salah seorang dari banyak saksi yang ikut menyaksikan secara langsung bagaimana Katya menulis tanpa referensi dari material apapun.
Salah satu pesan Yesus kepada Catlina adalah: “Apa yang ditulis tanganmu yang dibimbing oleh tangan-Ku akan tetap, diulang dan diperkuat oleh suara-suara lain hingga memenuhi Bumi…” [“The Great Crusade of Love”, Pesan 22]
Buku-buku tulisan Catalina itu dipersembahkan, pertama kepada alm Paus Yohanes Paulus II, sebagai rasul Evangelisasi baru. Catalina mengatakan, dari teladan hidup beliaulah, kami umat awam, belajar mengenai iman, keberanian dan kesalehan. Juga dipersembahkan kepada para imam. Catalina menulis, para imam sebagai tali pusat antara Tuhan dan manusia, yang menyampaikan rahmat Ilahi melalui pengampunan dan konsekrasi Ekaristi.
Saudara dan saudariku.
Peristiwa yang dialami oleh Catalina terjadi pada tanggal 25 Maret. (ada yang tahu, hari raya apa pada saat itu)
Pada malam sebelumnya ia menerima sakramen tobat sebagai persiapan perayaan ekaristi pada keesokan harinya.
Keesokan harinya ia datang agak terlambat. Iringan arak-arakan petugas liturgi sudah keluar dari sakristi.
Bunda Maria menampakan diri kepadanya dan mengatakan: “hari ini adalah hari pelajaran bagimu; dan aku ingin engkau memperhatikan dengan saksama sebab semua yang engkau saksikan hari ini, semua yang engkau alami pada hari ini, harus engkau bagikan kepada segenap umat manusia”
Hal pertama yang ia saksikan adalah suatu paduan suara yang sangat indah dan merdu yang bernyanyi seakan dari kejauhan. Terkadang musik datang mendekat dan kemudian menjauh seperti suara angin.
Ritus Tobat
Pada waktu ritus tobat, santa Maria mengatakan: “dari lubuk hatimu, mohonlah pengampunan Tuhan atas segala kesalahanmu karena telah menyakiti-Nya. Dengan demikian, engkau akan dapat berpartisipasi dengan pantas dalam hak istimewa ini, yakni ikut ambil bagian dalam misa kudus”
Terlintas dalam pikiran Cataliana: ”saya kan dalam keadaan berahmat. Saya kan baru mengaku dosa semalam.’
Bunda Maria menjawab: ”Apakah engkau pikir bahwa engkau tidak menyakiti Tuhan sejak tadi malam? Mari, aku ingatkan engkau beberapa hal....
Lintani kesalahannya…..
Pagi, tadi ketika pembantumu meminta sesuatu dari Anda, dan karena anda sudah terlambat, anda menjawab dengan tergesa-gesa dan tidak dengan cara yang baik”
“Engkau tiba pada menit-menit terakir ketika prosesi selebran menuju altar telah dimulai…dan engkau akan ikut ambil bagian dalam misa tanpa persiapan terlebih dahulu….?
Catalina: “Ya Bundaku…engkau tak perlu lagi mengingatkan aku akan lebih banyak hal lagi, sebab saya bisa mati karena sedih dan malu.
Bunda Maria: ”“mengapa kalian semua harus tiba di saat-saat terakhir? Kalian seharusnya tiba lebih awal agar kalian dapat berdoa dan memohon Tuhan mengutus Roh Kudus-Nya agar Roh Kudus menganugerahi kamu roh damai dan membersihkan kalian dari roh duniawi, kekuatiran, masalah, distraksi agar kalian dapat mengalami saat yang begitu sakral. Tetapi engkau tiba nyaris perayaan hendak dimulai, dan ikut ambil bagian dalam misa seolah misa adalah peristiwa yang biasa, tanpa ada persiapan rohani. Misa adalah anugerah teragung. Engkau akan mengalami saat ketika Allah yang mahatinggi memberikan anugerah-Nya yang teragung, dan engkau tidak menghargainya.”
Gloria
Ketika saat Gloria dinyanyikan, Bunda Maria mengatakan:
“Muliakanlah dan luhurkanlah Allah Tritungal Mahakudus dengan segenap kasihmu, dalam kesadaran diri sebagai makhluk ciptaan Tritunggal” …….
Saat liturgi sabda, Santa Maria mendiktekan sebuah doa dan memintanya mengulangi doa ini: “Tuhan, pada hari ini aku hendak mendengarkan sabda-Mu dan menghasilkan buah berlimpah. Kiranya Roh Kudus-Mu mempersiapkan ladang hatiku agar sabda-Mu dapat tumbuh dan berkembang di dalamnya. Tuhan, murnikanlah hatiku agar tertuju kepada-Mu”
Lebih lanjut santa Maria mengatakan: “Aku ingin engakau mendengarkan dengan saksama bacaan-bacaan dan seluruh homili imam. Ingatlah bahwa Kitab Suci mengatakan bahwa Sabda Allah tidak akan kembali tanpa menghasilkan buah. Apabila engkau mendengarkan dengan saksama, sesuatu dari semua yang telah engkau dengarkan akan tinggal padamu …….
Berusahalah untuk mengingat sepanjang hari, sabda yang berkesan bagimu. Terkadang, itu dapat berarti dua ayat, terkadang bacaa dari seluruh Injil, atau mungkin hanya satu kata saja. Resapkanlah sabda itu sepanjang hari maka ia akan menjadi bagian darimu, sebab dengan demikianlah caranya untuk mengubah hidup seseorang, dengan membiarkan Sabda Tuhan mengubahmu”
Katakan kepada Tuhan, bahwa engkau ada di sini untuk mendengarkan sabda-Nya, bahwa engkau rindu ia berbicara kepada hatimu pada hari ini”
Setelah itu, Catalina lalu mengucapkan doa syukur kepada Tuhan karena telah memberikan kesempatan kepadanya untuk mendengarkan sabda-Nya.
Dia juga memohon ampun atas sikap keras hati selama bertahun-tahun dan karena mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa mereka harus pergi ke gereja pada hari minggu karena demikianlah diperintahkan oleh gereja.
Ia juga memohon ampun karena selama itu ia menghadiri misa hanya karena memenuhi kewajiban, dan dia percaya bahwa dengan itu dia sudah bisa diselamatkan. Dia tidak pernah memberi perhatian pada bacaan-bacaan Kitab Suci atau homili imam.
Persembahan
Ketika tiba saat untuk persembahan, Santa Maria mengatakan: “berdoalah seperti ini (dan ia mengulanginya) ‘Allah, aku persembahkan segala keberadaanku, segala milikku, segala kemampuanku. Aku letakan semuanya ke dalam tangan-tangan-Mu ubalah aku, ya Allah yang Mahakudus, malalui jasa-jasa Putera-Mu…..
Aku berdoa bagi keluargaku, bagi para penderma, bagi setiap anggota apostolate kami, bagi semua orang yang menentang kami, bagi mereka yang mempercayakan diri mereka kepada doa-doaku yang miskin…ajarilah aku untuk meletakan hatiku di atas tanah di hadapan mereka, agar jalan mereka berkurang beratnya…..”
Tiba-tiba dia melihat beberapa figur yang tidak ia lihat sebelumnya, mulai berdiri. Seolah dari sisi setiap orang yang hadir di gereja saat itu, muncullah seorang yang lain. Segera gereja itu di penuhi oleh makhluk-makhluk muda yang menawan. Mereka mengenakan jubah yang sangat putih dan bersih; mereka mulai bergerak di lorong tengah gereja menuju ke altar
Bunda Maria mengatakan: “lihatlah, mereka adalah malaikat pelindung dari setiap orang yang ada di sini. Inilah saat di mana para malaikan pelindung kalian menyampaikan persembahan dan doa-doa kalian di hadapan altar Tuhan”
Perarakan itu begitu indah. Kaki mereka yang telanjang tidak menyentuh lantai, tetapi seakan meluncur.
Sebagian dari malaikat pelindung itu membawa sesuatu serupa mangkok emas dengan sesuatu di dalamnya, yang tampak bersinar cemerlang dengan cahaya putih keemasan.
Santa Maria mengatakan: “lihatlah mereka adalah para malaikat pelindung dari orang-orang yang mempersembahkan misa dengan banyak intensi, mereka yang sadar akan makna perayaan ini, mereka yang mempunyai sesuatu untuk dipersembahkan kepada Tuhan.
Lebih lanjut Bunda Maria mengatakan: “persembahkanlah penderitaan, sakit, harapan, kesediahan, sukacita kalian. Haturkanlah permohonan-permohonan kalian. Ingatlah bahwa misa mengandung nilai yang tak terhingga. Sebab itu, bermurah hatilah dalam persembahan dan dalam permohonan”
Selanjutnya di belakang para malaikat yang pertama, datanglah malaikat-malaikat lain tanpa sesuatu pun di tangan mereka. Mereka datang dengan tangan kosong.
Santa Maria mengatakan: “mereka adalah para malaikat dari orang-orang yang meski hadir di sii, tetapi tidak pernah mempersembahkan apapun. Mereka tidak mempunyai minat untuk mengalami setiap saat liturgis dalam misa, sehingga para malaikat mereka tidak mempunyai persembahan untuk dihaturkan di hadapan altar Allah”
Di akhir prosesi, datang pula malaikat-malaikat lain yang tampaknya sedih, dengan tangan mereka terkatub dalam doa, tetapi mata mereka terarah ke bawah.
Maria: “mereka ini adalah para malaikat pelindung dari orang-orang yang ada di sini, namun tidak menghendakinya. Yakni orang-orang yang merasa terpaksa datang, yang datang kemari karena kewaiban, tanpa kerinduan untuk ikut ambil bagian dalam Misa Kudus. Malaikat mereka maju dengan sedih hati sebab mereka tidak mempunya sesuatu yang dihaturkan di hadapan altar, selain doa-doa mereka (para malaikat) sendiri.
Lebih lanjut Bunda Maria mengatakan: “janganlah mendukakan Malaikat Pelindungmu…mohonlah banyak-banyak. Mohonlah demi pertobatan orang berdosa, demi perdamaian dunia, demi sanak saudaramu, demi sesama, demi mereka yang meminta doamu. Mohonlah banyak-banyak, tidak hanya untuk dirimu sendiri, melainkan juga untuk semua orang.
“ingatlah persembahan yang paling menyenangkan Tuhan adalah ketika kalian mempersembahkan diri kalian sendiri sebagai korban bakaran agar Yesus, dengan turun-Nya ke dunia, dapat mengubah kalian melalui jasa-jasa-Nya sendiri…”
Prefasi
Ketika saat akhir dari prefasi, ketika semua umat menyanyikan “kudus, kudus, kuduslah Tuhan…..tampaklah beribu-ribu malaikat dalam suatu garis diagonal: ada yang kecil dan ada yg besar, ada yang bersayap lebar dan bersayap kecil….mereka semua mengenakan jubah putih seperti alba para imam atau misdinar.
Semuanya berlutut dengan tangan terkatub dalam doa dan menundukan kepala dalam suatu sikap yang hormat
Terdengar suara musik yang merdu, seolah ada begitu banyak paduan suara yang berpadu dalam harmoni dalam beragam suara. Semuanya bermadah sesuara dengan umat: “kudus, kudus, kudulah Tuhan….
Tibalah saat konsekrasi. Ini adalah saat yang paling mengagumkan dari semua mukjiat yang di alami oleh Catalina.
Apa yang dilihat oleh Catalina?
Di belakang uskup agung, tanpak suatu himpunan besar orang, juga dalam suatu garis diagonal. Mereka mengenakan jubah serupa dengan jubah para malaikat pelindung, tetap penuh warna warni yang amat lembut. Mereka semua berlutut juga dan bernyanyi: “kudus-kudus, kudus….
Bunda Maria mengatakan: ‘mereka adalah santo-santa, beato dan beata di surga. di antara mereka terdapat juga jiwa dari sanak saudara dan anggota keluarga kalian yang telah menikmati hadirat Tuhan.
Setelah itu, Catalina melihat Bunda Maria. Ia ada di sana, tepat di sebelah kanan Uskup… posisinya agak setapak ke belakang. Ia sedikit melayang di atas lantai, berlutut di atas suatu bantalan yang amat indah, transparan sekaligus bercahaya seperti kristal.
Santa Maria dengan tanganya terkatub dalam doa, memandang dengan penuh perhatian dan hormat kepada selebran. Maria berbicara dari sana kepada Catalina, tetapi tanpa suara, langsung ke hatinya, tanpa memandangnya”
Bunda Maria lalu berkata: “mengapa kamu merasa aneh bahwa saya berdiri agak ke belakang? demikianlah seharusnya… sekalipun begitu besar kasih Puteraku kepadaku, tetapi Ia tidak memberiku martabat seperti yang Ia berikan kepada seorang imam, yakni dapat mendatangkan Puteraku dalang tangan-tanganku setiap hari, seperti yang dilakukan oleh tangan-tangan imamat-Nya. Karena itu, aku merasakan hormat mendalam bagi seorang imam dan bagi segala mukjizat yang Tuhan selenggarakan melalui imam. Hal itu membuat aku berlutut di sini.
Pada saat itu, Catalina hanya bisa mengatakan: “ya Tuhanku, betapa tingginya martabat imamat yang Engkau limpahkan atas jiwa-jiwa imamat. Dan kita, bahkan mungkin sebagian dari mereka tidak menyadarinya”
Lalu, di depan altar tampaklah bayang-bayang manusia berwarna abu-abu dengan tangan terikat.
Santa Maria mengatakan: “mereka adalah jiwa-jiwa di api penyucian yang menantikan doa-doa kalian agar dibebaskan. Janganlah berhenti berdoa bagi mereka. Mereka berdoa bagi kalian, tetapi mereka tidak dapat berdoa bagi diri mereka sendiri.
Lebih lanjut Maria mengatakan: “banyak orang pergi mencariku ke mana-mana, di tempat-tempat ziarah di mana aku menampakan diri. Itu baik, sebab segala rahmat yang mereka terima dari sana. Tetapi tidak dalam penampakan manapun, juga tidak di tempat manapun aku hadir lebih lama (sepanjang waktu) dari pada di dalam misa kudus. Kalian akan mendapatiku di kaki altar di mana ekaristi dirayakan. Di kaki tabernakel, …..
Pada saat konsekrasi, Catalina melihat bahwa celebran diliputi oleh suatu cahaya adikodrati antara putih dan emas melingkupinya. Cahaya itu semakin bertambah kuat seputar wajahnya, sehingga Catalina tidak dapat melihat wajahnya.
Ketika celebran menunjukkan hosti, catalina melihat ada tangan yang ditandai bekas paku..dari tangan itu memancar cahaya yang berlimpah. Itu adalah Yesus. Dialah yang merenugkuh tubuh-Nya di sekelilin celebran.
Hosti semakin bertambah besar…dan di atasnya tampak wajah Yesus yang mengagumkan, memandang umat-Nya.
Secara naluri, catalina hendak menundukkan kepala, tetapi bunda Maria mengatakan: “janganlah menunduk, tegakan kepalamu untuk memandang dan mengkontemplasikan Dia.
Tataplah mata-Nya dan ulangi doa ini: “Tuhan, aku percaya, aku menyembah, aku berharap, dan aku mengasihi Engkau. Aku memohon pengampunan bagi mereka yang tidak percaya, yang tidak menyembah, yang tidak berharap dan yang tidak mengasihi Engkau.
Setelah itu, catalina menyaksikan peristiwa golgota terjadi di atas altar”.
Dan Santa Maria mengatakan: “Inilah mukjizat dari segala mukjizat. Inilah yang kukatakan kepadamu bahwa Tuhan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada saat konsekrasi, setiap umat dibawa ke kaki kalvari, pada saat penyaliban Yesus terjadi”
Dapatkah seorang membayangkan hal ini? Mata kita memang tidak dapat melihatnya, tetapi kita semua ada di sana tepat pada saat Yesus disalibkan. Dan Yesus berdoa kepada Bapa-Nya, tidak hanya bagi mereka yang hendak telah menyalibkan-Nya tetapi bagi kita semua: ‘Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan”
Bapa Kami
Bapa saat hendak mendaraskan Bapa Kami, Yesus berbicara untuk pertama kalinya sepanjang perayaan itu. Ia mengatakan: “Tungguh, Aku menghendaki kalian mendoakannya dengan hikmat. Pada saat ini, Aku menghendaki kalian memikirkan seseorang atau orang-orang yang telah melakukan kesalahah terbesar dalam hidupmu, agar engkau dapat memeluk mereka erat-erat dan mengatakan kepada mereka dari lubuk hatimu ‘dalam nama Yesus, aku mengampunimu dan memberikan damaiku kepadamu’
Salam Damai
Pada saat salam damai, catalina melihat di antara sebagian (tidak semua) orang yang saling memeluk satu sama lain, suatu cahaya yang amat kuat menempatkan diri di antara mereka.
Ketika Celebran menyantap komuni kudus, Santa Maria mengatakan: “inilah saatnya untuk berdoa bagi celebran dan para imam.
Bunda Maria lalu mendiktekan sebuah doa: “Tuhan, berkatilah mereka, kuduskanlah mereka, tolonglah mereka, murnikanlah mereka, kasihilah mereka, peliharalah mereka dan topanglah mereka dengan kasih-Mu.
Bunda Maria menghendaki agar kita mendoakan semua imam di seluruh dunia pada saat itu.
Catalina merasa sedih begitu banyak umat menuntut dari para imam, tetapi tidak pernah berdoa bagi mereka.
Catalina menulis: ”Tuhan menghendaki umat dalam kawanan, yang dipercayakan Tuhan kepada imam, berdoa bagi imam mereka dan membantu dalam pengudusannya. Suatu hari, apabila kita telah berada di dunia yang lain, kita akan mengerti betapa mengagumkan yang telah Tuhan lakukan dengan memberikan bagi kita, imam-imam untuk membantu menyelamatkan jiwa kita…
Saat komuni, ketika Catalina hendak maju, Yesus berkata kepadanya: “tunggu sebentar, Aku ingin engkau mengamati sesuatu..
Tiba-tiba dia merasakan dorongan batin untuk melihat seseorang yang menyambut komuni di lidah dari tangan imam… muncullah bagi satu kilasan cahaya yang amat putih keemasan, menembusi pertama-tama pungung orang itu dan lalu melingkupi punggungnya, pundaknya dan kepalanya.
Orang itu adalah orang yang sebelum misa pagi itu, membuat pengakuan atas dosa-dosanya....dia datang ke kamar pengakuan dulu.
Yesus mengatakan: “begitulah sukacitaku memeluk suatu jiwa yang datang dengan hati yang bersih menyambut-Ku”
Nah…betapa kita kehilangan kesempatan ini karena menyambut komuni dalam keadaan berdosa baik kecil maupun besar.
Janganlah kita memiliki keberanian untuk menyambut Yesus setiap saat dengan hati yang kotor.
Berkat Penutup
Kalau di paroki kita, sebelum berkat penutup banyak umat yang sudah keluar.... tanda salib juga dibuat dengan tidak hormat karena pingin cepat-cepat selesai.
Dalam penglihatan Catalina, Bunda Maria mengatakan: “perhatikanlah…berhati-hatilah… banyak dari kalian membuat tanda kuno dan bukannya Tanda Salib. Ingatlah bahwa berkat ini dapat menjadi berkat yang terakhir yang kalian terima dari tangan seorang imam. Kalian tidak tahu apakah setelah meninggalkan tempat ini, kalian akan meninggal atau tidak. Kalian tidak tahu apakah kalian beroleh kesempatan untuk menerima berkat dari imam lain.
Tangan-tangan yang telah dikonsekrasikan itu memberikan kalian berkat dalam nama Tritunggal Mahakudus. Sebab itu, buatlah Tada Salib dengan hormat, seolah itulah yang terakhir dalam hidupmu.”
Saudara dan saudariku
Betapa banyak kita kehilangan kesempatan yang berharga untuk mengalami kasih Allah karena tidak mengikuti Ekaristi dengan baik.
Banyak orang juga menghindari misa pada hari Minggu dan Hari Raya karena alasan yang remeh.
Kita punya banyak waktu untuk belajar, bekerja, bermain, beristirahat tetapi tidak punya waktu setidaknya pada hari Minggu untuk ikut misa.
Setelah Berkat Penutup, Yesus meminta Catalina untuk tinggal sedikit lebih lama sesudah misa. Yesus berkata: “Janganlah bergegas pergi begitu Misa selesai, tinggallah beberapa saat bersama-Ku. Nikmatilah dan biarkanlah Aku menikmati kebersama denganmu.
Yesus: “Aku rindu menyelamatkan ciptaan-Ku, sebab saat pembukaan pintu surga telah diserapi dengan begitu banyak sakit…..Ingatlah bahwa bahkan tak seorang ibu pun pernah memberi makan anaknya dengan dagingnya sendiri. Aku telah melampaui tindakan kasih yang ekstrim itu demi menganugetahi jasa-jasa-Ku kepada kalian semua”
Hari Raya Kristus Raja

Kristus Raja Semesta Alam
Tonny Blikon, SS.CC
Bacaan
Daniel 7:13-14
Why 1;5-8
Yoh 18:33b-37
Homili
Saudara dan saudariku yang terkasih!
Sedikit sejarah dari perayaan hari ini, dimulai pada tahun 1925. Gereja memperkenalkan pesta ini sebagai protes terhadap sekularisme dari dunia modern pada waktu itu. Setelah PD I ada suatu kesombongan dan keinginan untuk menguasai seluruh dunia ini dan kalau bisa memimpin seluruh umat manusia. Dunia seakan mengalami krisis kepemimpinan. Gereja lalu memperkenalkan sesuatu yang sebenarnya sudah lama diakui oleh umat yaitu Kristus adalah Raja.
Menarik kalau kita menyimak bacaan-bacaan hari ini. Bacaan I hari ini yang diambil dari kitab Daniel yang ditulis dua abad sebelum kedatangan Kristus di dunia, berbicara kepada kita perihal Putera Manusia yang memperoleh dari BapaNya kuasa dan kedaulatan atas semua manusia, bangsa dan bahasa. Ia menjadi raja atas segala raja dan tuan atas kemuliaan. Kerajaannya tidak akan berakhir.
Hari ini kita dipanggil untuk menyembah Allah kita. Pesta-pesta lain menyangkut Kristus Tuhan yang kita rayakan sepanjang tahun, mengingatkan kita semua tentang apa yang dibuat Kristus kepada kita, tetapi hari ini kita diingatkan tentang apa yang harus kita buat untukNya sebagai imbalannya.
Berbeda dengan raja dari kerajaan dunia ini, yang mengharapkan kesetiaan orang-orangnya untuk mati demi dirinya dan demi bangsanya bila itu diperlukan, raja kita, Kristus, mati untuk kita agar kita menjadi anggota yang bebas dalam kerajaanNya. Sebagai jawaban Ia mengharapkan dan mendesak agar kita hidup untukNya. Hal itu dapat kita lakukan dengan menjalankan penuh iman kehidupan kristiani kita setiap hari.
Sungguhkah kita setia kepada Kristus? Apakah kita menjadi warga yang pantas dari kerajaanNya di dunia, sehingga langkah kita mengarah ke kerajaanNya yang kekal di surga? Jawaban kita adalah jawaban atas pertanyaan: sungguhkah kita mencintai Allah dan sesama kita? Hanya kita sendiri dapat memberi jawabannya dan kita sendiri yang mendapat ganjarannya, entah kebahagiaan atau penderitaan kekal sebagai akibat lanjut dari jawaban positif atau negatif terhadap pertanyaan yang menentukan di atas.
Saudara dan saudariku
Kalau kita perhatikan, bacaan-bacaan yang diambil pada hari raya Kristus Raja ini menekankan keagungan Kristus dan peranNya sebagai raja setelah Ia menang atas dosa dan maut. Keagungan-Nya sebagai raja akan tampak pada hari kedatanganNya yang kedua, satu kedatangan yang menghibur orang yang percaya serta mengancam musuh-musuhNya.
Kita tahu bahwa ketika masih hidup di atas dunia ini, Yesus memperkenalkan cinta Allah Bapa. Dengan cintaNya yang abadi Ia rela menyerahkan hidupNya bagi kita. Ia mengalahkan kematian dan melanjutkan kasihNya kepada kita di surga. Ia mendirikan kerajaan mesianis dan menjadikan kita anggota-anggotanya. Kepada kita diberikan kuasa (kita diangkat menjadi imam) untuk melayani Allah dengan satu ibadat yang benar, karena Ia telah menyertakan kita. Sebenarnya hanya Yesus sebagai imam Agung yang sanggup memberikan pelayanan yang sepadan kepada Bapa. (Bacaan II minggu yang lalu mengatakan: ”Tetapi Kristus, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, dan sekarang ia hanya menantikan saatnya, di mana musuh-musuh-Nya akan dijadikan tumpuan kaki-Nya) Tetapi ia mau mengikutsertakan kita dalam tugas pelayanan itu.
Kalau kita baca kutipan lebih lanjut dari bacaan kedua tadi, kita melihat bahwa St. Yohanes mengingatkan kita para pengikut Kristus dan juga lawan-lawanNya bahwa Kristus akan datang dalam kemuliaan dan kuasaNya dan menuntut pertanggungjawaban setiap orang. Ini merupakan hiburan bagi kita semua. Pada suatu hari kelak kita akan berdiri di hadapan Kristus dan pada saat itu karya-karya hidup kita akan dibentangkan. Pada saat itu kita akan melihat pikiran, perbuatan serta perkataan kita sebagaimana yang sebenarnya. Di dunia ini prasangka, kesombongan dan keakuan kita masih dapat membungkus kesalahan kita dan kita membesar-besarkan kebajikan-kebajikan kita.
Di dunia ini, kesombongan dan kebohongan masih bisa kita lakukan. Di dunia ini manusia berusaha untuk mencari ’kekuatan dan kekuasaan’ dengan ilmu hitam, susuk, dll....tetapi di hadapan pengadilan yang Maha Kuasa kita akan melihat diri kita sebagaimana adanya. Di hadapan pengadilan Allah, anda tidak bisa mengandalkan kekuatan susuk atau black magic-mu.
Pada minggu yang lalu, bacaan-bacaan berbicara tentang Kedatangan Yesus yang kedua (kiamat) dan saya bertanya: apakah anda mengharapkan bahwa saat itu terjadi ketika anda masih hidup? Banyak yang dengan jujur mengatakan tidak. Mengapa, karena takut.
Saudara dan saudariku.
Kita berterima kasih karena saat yang mendebarkan itu belum juga tiba. Masih ada waktu buat kita untuk menata hati nurani dan mengatur hidup kita sebaik-baiknya. Pesta hari ini memberikan kesempatan bagi kita untuk melihat bagaimana hubungan kita dengan Kristus. Apakah kita adalah anggotaNya yang setia yang selalu siap menjalankan hukumnya? Apakah kita selalu bersyukur kepadaNya karena Ia telah membuka surga bagi kita dan menunjuk jalan untuk sampai ke sana dan setiap hari membantu kita? Jika demikian kita bisa berharap dengan bantuan dan rahmatNya kesetiaan dan syukur kita akan tetap berlanjut.
Tetapi sebaliknya jika tidak, maka hendaknya kita mengakui pada diri sendiri, dan kepada Kristus, bahwa kita telah jauh dari kepercayaan dan tidak tahu bersyukur atas cinta dan kasihNya yang abadi. Kita masih memiliki kesempatan untuk membereskan semuanya sebelum tiba saat pengadilan. Yesus selalu siap mengampuni kita.
Ebiet G. Ade, menuangkannya dengan sangat indah dalam lagunya: ”Masih ada waktu”
Kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu
Entah sampai kapan, tak ada yang bakal dapat menghitung
Hanya atas kasih-Nya, hanya atas kehendak-Nya
Kita masih bertemu matahari.....
Saudara dan saudariku...
Kita mesti bersyukur karena kita masih diberi waktu.
Hari ini raja kita memanggil kita untuk berbalik kepadaNya yang mencintai kita dan membebaskan kita dari dosa-dosa oleh darahNya. Ia wafat di kayu salib agar kita memperoleh hidup. Ia siap melupakan segala kesalahan kita pada masa lalu, asalkan kita kembali kepadaNya dan memohon ampun.
Pada hari ini, hari peringatan Kristus Raja, marilah kita bersyukur kepadaNya atas segala penghinaan dan penderitaan yang Dia tanggung demi kita. Manakala kehidupan kristiani menantang kita, janganlah kita lupa, betapa sepelenya itu jika dibandingkan dengan hidup Kristus di dunia ini. Kalau Ia sudah melakukan pengorbanan yang begitu besar buat kita, maka tidak salahlah kalau kepada kita sendiri diminta untuk sedikit membuat pengorbanan demi diri kita sendiri. Kebutuhan kita sendiri akan mengilhami tindakan kita, namun rasa syukur kita kepada Kristus akan menggerakkan kita untuk melaksanakan tugas kita sendiri.
Marilah kita dalam hari-hari hidup kita yang sisa, berjanji untuk menjadi warga-Nya yang setia dan warga yang tahu bersyukur. Ia telah menjadikan kita anggota kerajaan-Nya di dunia, yaitu Gereja, dan Ia pun menyiapkan tempat untuk kita di dalam kerajaan-Nya yang kekal. Semoga tidak ada orang yang begitu yang mau mengorbankan kebahagiaan yang kekal hanya saja karena keterikatannya pada barang-barang dunia yang fana, black magic dll......
Saya akan mengakhiri renungan ini dengan Mzm 29:10-11: “TUHAN bersemayam sebagai Raja untuk selama-lamanya. TUHAN kiranya memberikan kekuatan kepada umat-Nya, TUHAN kiranya memberkati umat-Nya dengan sejahtera”.
Amen.
Hari Raya Semua Orang Kudus
Bacaan: Why 7:2-4.9-14 1Yoh 3:1-3 Mat 5:1-12a
By Fr. Tonny Blikon, SS.CC
Pengantar
Hari ini adalah hari raya Hari Raya semua orang kudus. Kita berkumpul di sini pada perayaan ini berarti kita mau merayakan realitas dari misteri keselamatan. Suatu realitas yang kita akui dengan bangga dalam syahadat kita : ‘Aku percaya akan persekutuan para kudus". Mereka adalah orang-orang yang kepadanya Yesus mengatakan: “berbahagialah yang suci hatinya sebab mereka akan memandang Allah"
Merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus adalah suatu kesempatan baik bagi kita untuk memuji dan memuliahkan Allah akan rahmat kekudusan yang telah Ia berikan kepada gereja. Juga merupakan kesempatan baik untuk menghormati secara khusus semua orang yang telah menjadi pahlawan iman.
Di antara semua orang kudus, ada yang diakui secara resmi oleh gereja masih ada begitu banyak orang kudus yang tidak dikenal karena nama mereka tidak tertera dalam kalender liturgi. Mereka mungkin tidak dikenal karena tidak pernah melakukan suatu karya mujikzat atau tidak pernah ada penampakan diri dari mereka. Mereka hanyalah orang-orang biasa sama seperti kita tetapi mereka memiliki sesuatu yang luar biasa yaitu cinta dan kesetiaan kepada Allah serta kemurahan hati kepada sesama.
Dan ini tentu ini merupakan sesuatu dorongan bagi kita yang notabene adalah manusia yang biasa sama seperti mereka untuk melakukan yang terbaik bagi Allah dan sesama agar kita pun kelak dapat masuk surga. Semoga hidup kita merupakan suatu persembahan yang berharga bagi Allah dan sesama.
Homili
Mengapa harus ada hari khusus untuk memperingati semua orang kudus? Kalau kita perhatikan kalender liturgy, sepanjang tahun selalu saja ada orang kudus yang diperingati atau dirayakan. Misalnya, 28 Januari, St. Thomas Aquinas; 10 Mei, St. Damian; 27 Agustus, Sta. Monika, 28 Agustus, St. Agustinus, 1 Okt St. Theresia dari kanak-kanak Yesus, dll… Lantas mengapa ada hari yang dikhususkan untuk merayakan pesta semua orang kudus? Saya kira ada 2 alasan
1. Selain para kudus yang kita kenal dan kita rayakan pada hari-hari khusus, masih ada banyak bahkan miliaran orang kudus yang tidak sempat dirayakan secara khusus atau tidak ada dalam penanggalan resmi gereja. Misalnya….semalam saya coba membaca buku ini: ‘Lives of the Saints” dan saya menemukan bahwa pada tanggal 9 Februari ada pesta St. Miguel Febres Cordero, orang pertama Equador yang diakui kekudusannya. Dia dikanonikasikan pada tahun 1984 walaupun pestanya tidak masuk dalam kalender liturgi romawi.
Orang-orang Kudus yang dikanonisasikan itu hanyalah semacam ‘puncak gunung es’ yang muncul ke permukaan. Kelihatannya kecil, tetapi sebetulnya sangat besar. Artinya, para orang kudus yang diakui oleh gereja adalah semacam ‘puncak gunung es dari kekudusan kristiani dari begitu banyak umat kristiani yang nama mereka tidak pernah disebutkan di dalam kalender liturgi. Mereka mungkin tidak dikenal karena tidak pernah melakukan suatu karya mujikzat atau tidak pernah ada penampakan diri dari mereka. Mereka hanyalah orang-orang biasa sama seperti kita tetapi mereka memiliki sesuatu yang luar biasa yaitu cinta kepada Allah dan kemurahan hati kepada sesama.
Boleh jadi diantara mereka adalah para orang tua dan nenek moyang kita, mereka yang hidupnya baik….mereka yang mungkin mati karena mempertahankan kebenaran, Tibo, CS misalnya… Atau mungkin Paulus Ong Ngi (rasul Pulau Bangka)siapa tahu? Karena itu perayaan hari ini lebih dikenal sebagai pesta para orang kudus yang tidak dikenal. Mereka yang disebutkan dalam bacaan pertama hari ini: “suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.”
2. Perayaan hari ini juga memberikan kita pandangan sekilas tentang apa yang akan kita alami kelak. Mereka yang kita rayakan hari ini adalah orang-orang biasa sama seperti kita. Bagaimana kita sekarang, begitulah mereka dulu pernah hidup. Dan bagaimana keadaan mereka sekarang, itulah harapan kita akan masa depan.
Siapa sih di antara kita yang tidak mau menikmati kebahagiaan kekal? Kita semua tentu mau…tapi sayang bahwa untuk mencapai kepenuhan hidup bersama para kudus di surga tidak terjadi secara otomatis. Yesus berkata: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” (Mat 7:21). Lantas bagaimana caranya kita menjalani kehendak Allah itu dalam hidup sekarang ini?
Jawabannya ada dalam bacaan Injil hari ini. Sabda Bahagia adalah semacam peta yang diberikan Yesus kepada kita para pengikut-Nya untuk mencapai kebahagiaan di Surga. Orang-orang kudus yang kita rayakan hari ini adalah mereka yang telah dengan susah payah mencobai menekuni sebuah jalan hidup yang sulit sebagaimana ditawarkan oleh Injil hari ini. Perayaan hari ini juga merupakan suatu undangan bagi kita untuk mengikuti cara hidup yang ditawarkan oleh sabda Bahagia ini.
Saudara dan Saudariku
Sabda Bahagia menawarkan kepada kita suatu cara hidup. Sabda Bahagia merupakan suatu undangan bagi kita untuk hidup miskin di hadapan Allah, untuk menangis bersama mereka yang menangis, untuk bersikap lemah lembut dan rendah hati dan untuk merasa lapar dan haus akan keadilan. Sabda Bahagia menandang kita untuk menjadi orang yang ‘berbela rasa”, untuk menjadi orang yang suci dan bersih hati, untuk menjadi pembawa damai bagi sesama.
Beberapa minggu yang lalu saya bersama beberapa orang menonton film tentang kisah hidup dan kepahlawahan Pater Damian, seorang konfrater kami yang baru di kanonisasikan pada tanggal 11 Oktober yang lalu. Selesai menonton salah seorang memberi komentar seperti ini: “Sulit ya…untuk menjadi kudus”…. Memang sulit tapi hidup semacam itu pernah dijalani oleh seorang manusia sama seperti kita. Seorang Damian, yang punya banyak kekurangan di dalam dirinya….
Saudara dan saudariku.
Hari ini kita diundang untuk menelusuri jejak langkah hidup para kudus. Hari ini kita diundang untuk menjalani hidup sebagaimana ditawarkan oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Memang berat tetapi kita harus percaya dan berjuang bahwa kita bisa. Kita juga bisa memohon bantuan para kudus melalui doa-doa mereka agar kita dibimbing dan dikuatkan untuk berani hidup sebagai orang Kristen yang sejati.
St. Agustinus pada awalnya merasa bahwa Sabda Bahagia yang kita dengar hari ini adalah suatu cara hidup yang tidak mudah. Tetapi ketika dia membaca…membaca dan merenungkan bacaan Injil hari ini, dia berkata: “Kalau semua orang kudus telah menjalani hidup semacam ini, mengapa saya tidak”. Saya mau mengajak kita semua untuk menjadikan pernyataan ini sebagai ungkapan kesungguhan kita untuk mengejar kekudusan di dalam hidup ini: “Kalau semua orang kudus telah menjalani hidup semacam ini, mengapa saya tidak”.
Semoga nantinya, setelah kehidupan di dunia sekarang ini, kita pun mendengar Sabda Yesus yang menggembirakan kita: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Mat 25:21). Amin.
By Fr. Tonny Blikon, SS.CC
Pengantar
Hari ini adalah hari raya Hari Raya semua orang kudus. Kita berkumpul di sini pada perayaan ini berarti kita mau merayakan realitas dari misteri keselamatan. Suatu realitas yang kita akui dengan bangga dalam syahadat kita : ‘Aku percaya akan persekutuan para kudus". Mereka adalah orang-orang yang kepadanya Yesus mengatakan: “berbahagialah yang suci hatinya sebab mereka akan memandang Allah"
Merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus adalah suatu kesempatan baik bagi kita untuk memuji dan memuliahkan Allah akan rahmat kekudusan yang telah Ia berikan kepada gereja. Juga merupakan kesempatan baik untuk menghormati secara khusus semua orang yang telah menjadi pahlawan iman.
Di antara semua orang kudus, ada yang diakui secara resmi oleh gereja masih ada begitu banyak orang kudus yang tidak dikenal karena nama mereka tidak tertera dalam kalender liturgi. Mereka mungkin tidak dikenal karena tidak pernah melakukan suatu karya mujikzat atau tidak pernah ada penampakan diri dari mereka. Mereka hanyalah orang-orang biasa sama seperti kita tetapi mereka memiliki sesuatu yang luar biasa yaitu cinta dan kesetiaan kepada Allah serta kemurahan hati kepada sesama.
Dan ini tentu ini merupakan sesuatu dorongan bagi kita yang notabene adalah manusia yang biasa sama seperti mereka untuk melakukan yang terbaik bagi Allah dan sesama agar kita pun kelak dapat masuk surga. Semoga hidup kita merupakan suatu persembahan yang berharga bagi Allah dan sesama.
Homili
Mengapa harus ada hari khusus untuk memperingati semua orang kudus? Kalau kita perhatikan kalender liturgy, sepanjang tahun selalu saja ada orang kudus yang diperingati atau dirayakan. Misalnya, 28 Januari, St. Thomas Aquinas; 10 Mei, St. Damian; 27 Agustus, Sta. Monika, 28 Agustus, St. Agustinus, 1 Okt St. Theresia dari kanak-kanak Yesus, dll… Lantas mengapa ada hari yang dikhususkan untuk merayakan pesta semua orang kudus? Saya kira ada 2 alasan
1. Selain para kudus yang kita kenal dan kita rayakan pada hari-hari khusus, masih ada banyak bahkan miliaran orang kudus yang tidak sempat dirayakan secara khusus atau tidak ada dalam penanggalan resmi gereja. Misalnya….semalam saya coba membaca buku ini: ‘Lives of the Saints” dan saya menemukan bahwa pada tanggal 9 Februari ada pesta St. Miguel Febres Cordero, orang pertama Equador yang diakui kekudusannya. Dia dikanonikasikan pada tahun 1984 walaupun pestanya tidak masuk dalam kalender liturgi romawi.
Orang-orang Kudus yang dikanonisasikan itu hanyalah semacam ‘puncak gunung es’ yang muncul ke permukaan. Kelihatannya kecil, tetapi sebetulnya sangat besar. Artinya, para orang kudus yang diakui oleh gereja adalah semacam ‘puncak gunung es dari kekudusan kristiani dari begitu banyak umat kristiani yang nama mereka tidak pernah disebutkan di dalam kalender liturgi. Mereka mungkin tidak dikenal karena tidak pernah melakukan suatu karya mujikzat atau tidak pernah ada penampakan diri dari mereka. Mereka hanyalah orang-orang biasa sama seperti kita tetapi mereka memiliki sesuatu yang luar biasa yaitu cinta kepada Allah dan kemurahan hati kepada sesama.
Boleh jadi diantara mereka adalah para orang tua dan nenek moyang kita, mereka yang hidupnya baik….mereka yang mungkin mati karena mempertahankan kebenaran, Tibo, CS misalnya… Atau mungkin Paulus Ong Ngi (rasul Pulau Bangka)siapa tahu? Karena itu perayaan hari ini lebih dikenal sebagai pesta para orang kudus yang tidak dikenal. Mereka yang disebutkan dalam bacaan pertama hari ini: “suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.”
2. Perayaan hari ini juga memberikan kita pandangan sekilas tentang apa yang akan kita alami kelak. Mereka yang kita rayakan hari ini adalah orang-orang biasa sama seperti kita. Bagaimana kita sekarang, begitulah mereka dulu pernah hidup. Dan bagaimana keadaan mereka sekarang, itulah harapan kita akan masa depan.
Siapa sih di antara kita yang tidak mau menikmati kebahagiaan kekal? Kita semua tentu mau…tapi sayang bahwa untuk mencapai kepenuhan hidup bersama para kudus di surga tidak terjadi secara otomatis. Yesus berkata: “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga” (Mat 7:21). Lantas bagaimana caranya kita menjalani kehendak Allah itu dalam hidup sekarang ini?
Jawabannya ada dalam bacaan Injil hari ini. Sabda Bahagia adalah semacam peta yang diberikan Yesus kepada kita para pengikut-Nya untuk mencapai kebahagiaan di Surga. Orang-orang kudus yang kita rayakan hari ini adalah mereka yang telah dengan susah payah mencobai menekuni sebuah jalan hidup yang sulit sebagaimana ditawarkan oleh Injil hari ini. Perayaan hari ini juga merupakan suatu undangan bagi kita untuk mengikuti cara hidup yang ditawarkan oleh sabda Bahagia ini.
Saudara dan Saudariku
Sabda Bahagia menawarkan kepada kita suatu cara hidup. Sabda Bahagia merupakan suatu undangan bagi kita untuk hidup miskin di hadapan Allah, untuk menangis bersama mereka yang menangis, untuk bersikap lemah lembut dan rendah hati dan untuk merasa lapar dan haus akan keadilan. Sabda Bahagia menandang kita untuk menjadi orang yang ‘berbela rasa”, untuk menjadi orang yang suci dan bersih hati, untuk menjadi pembawa damai bagi sesama.
Beberapa minggu yang lalu saya bersama beberapa orang menonton film tentang kisah hidup dan kepahlawahan Pater Damian, seorang konfrater kami yang baru di kanonisasikan pada tanggal 11 Oktober yang lalu. Selesai menonton salah seorang memberi komentar seperti ini: “Sulit ya…untuk menjadi kudus”…. Memang sulit tapi hidup semacam itu pernah dijalani oleh seorang manusia sama seperti kita. Seorang Damian, yang punya banyak kekurangan di dalam dirinya….
Saudara dan saudariku.
Hari ini kita diundang untuk menelusuri jejak langkah hidup para kudus. Hari ini kita diundang untuk menjalani hidup sebagaimana ditawarkan oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Memang berat tetapi kita harus percaya dan berjuang bahwa kita bisa. Kita juga bisa memohon bantuan para kudus melalui doa-doa mereka agar kita dibimbing dan dikuatkan untuk berani hidup sebagai orang Kristen yang sejati.
St. Agustinus pada awalnya merasa bahwa Sabda Bahagia yang kita dengar hari ini adalah suatu cara hidup yang tidak mudah. Tetapi ketika dia membaca…membaca dan merenungkan bacaan Injil hari ini, dia berkata: “Kalau semua orang kudus telah menjalani hidup semacam ini, mengapa saya tidak”. Saya mau mengajak kita semua untuk menjadikan pernyataan ini sebagai ungkapan kesungguhan kita untuk mengejar kekudusan di dalam hidup ini: “Kalau semua orang kudus telah menjalani hidup semacam ini, mengapa saya tidak”.
Semoga nantinya, setelah kehidupan di dunia sekarang ini, kita pun mendengar Sabda Yesus yang menggembirakan kita: “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Mat 25:21). Amin.
Hari Raya Tritunggal Mahakudus

B_Hari Raya Tritunggal Mahakudus
Bacaan
Ulangan 4:32-34; 39-40
Rom 8: 14-17
Mat 28: 16-20
Homily
Saudara dan saudariku
Dalam bacaan I hari ini kita mendengar cuplikan salah satu dari 3 wejangan terakhi Musa kepada bangsa Israel sebelum mereka memasuki tanah terjanji. Dalam wejangan itu kita mendengar bahwa umat Israel diperlakukan secara istimewah oleh Allah. Dengan cara yang menakjubkan Allah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir dan menjadikan mereka umat pilihan-Nya. Allah yang memperkenalkan diriNya kepada umat Israel adalah Allah yang menaruh perhatian terhadap nasib umatNya, Ia mendekati umatNya dan turun tangan secara aktif dalam menyediakan nasib yang layak bagi mereka.
Seringkali manusia membayangkan allah yang bersemayam jauh di atas awan, tertutup dalam kemuliaan dan kebahagiaanNya, tanpa minat apa-apa terhada nasib umat manusia dan cuma menuntut pelayanan dari pihak manusia, agar ia sendiri bisa hidup enak. Manusia hampir tidak bisa mengganggu Allah macam ini dengan permintaannya dan kalau ia mau agar permintaannya didengar dan dikabulkan, ia harus berseru dan berusaha setengah mati. (harus pakai pengeras suara).
Nah, berkaitan dengan latarbelakang gambaran allah semacam ini, pengarang buku Ulangan memperlihatkan dengan rasa heran dan kagum, bagaimana Allah Israel itu berbeda dari yang dibayangkan manusia. Ia membebaskan Israel. Ia melindungi mereka selama perjalanan melintasi padang gurun. Singkatnya Allah Israel, Allah kita, adalah Allah yang terbuka terhadap manusia, yang dekat, yang terlibat dengan perjuangan manusia.
Nah, ajaran Allah Tritunggal justru mau menekankan sikap dan sifat ini pada diri Allah yang kita hormati: Allah yang terbuka terhadap manusia, yang dekat, yang terlibat dengan perjuangan manusia.
Ketika agama kristen disebarkan ke dunia Hellenis (Yunani), orang kristen menemukan gambaran allah yang jauh dunia ini, tertutup dalam kemuliaanNya yang mahaagung dan tidak bisa berhubungan langsung dengan dunia kita dan dengan manusia. Hanya lewat pelbagai pengantara allah bisa dihubungi.
Karena itu pada abad-abad pertama ada beberapa bidaah (Arius dan Nestorius) mengajarkan bahwa Yesus Kristus dan Roh Kudus sebagai makluk rohani yang lebih rendah dari Allah dan sebagai jembatan yang harus menjembatani jurang mahalebar antara Allah dan manusia.
Pandangan ini justru ditolak oleh gereja. Dengan tegas Gereja menegaskan bahwa baik Putera maupun Roh Kudus adalah sehakekat dengan Allah Bapa, sama ilahi seperti Bapa. (satu hipotasis). Dengan demikian Gereja mengajar bahwa dalam diri Yesus dari Nasareth itu, Allah sendiri – bukan satu roh pengantara – sungguh tinggal bersama kita, berbicara kepada kita, memperkenankan Allah benar kepada kita. Dan dalam diri Roh Kudus, Allah mahatinggi berdiam di dalam hati kita, menjadi tamu kita, menguduskan kita dan mengangkat kita menjadi anak Allah.
Bangsa manakah yang mempunyai Allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan, Allah kita? (Ul 4:7).
Kemarin saya bertemu dengan seseorang dari Bogor dan dia bertanya: Rm punya facebook nda? Saya bilang...saya punya.... terus dia bercerita bahwa dia punya teman seorang Rm di Katedral Bogor... melalui facebook itu dia menulis gagasan-gagasan dan inspirasi. Kebetulan orang itu punya Blackbarry, jadi dia langsung buka: dan saya sempat baca status rm itu: ”Allah yang tremendous dan fascinated”
Saudara dan saudariku
Dalam bacaan II, kita melihat bahwa Allah Tritunggal bukan suatu rahasia aneh yang tidak punya arti apa-apa untuk hidup iman kita. Sebaliknya iman kristen dan pelaksanaannya secara menyeluruh ditentukan oleh Allah Tritunggal.
Kita bisa lihat seperti ini: Kita menjadi kristen lewat permandian berarti Allah Roh Kudus datang, berdiam di dalam hati kita. Dan sama seperti dalam diri Allah sendiri Roh mempersatukan Bapa dan Putera, begitu juga Roh Allah di dalam hati kita mempersatukan kita dengan Yesus Kristus. Sebagai saudara-saudari dari Kristus kita menjadi anak-anak Allah Bapa, dan Roh Kudus sendiri mendorong kita memanggil Allah, pencipta langit dan bumi, sebagai Bapa kita.
Dan karena kita begitu erat dipersatukan dengan Allah Tritunggal, karena kita seakan-akan menjadi anak dalam keluarga Allah, kita juga menjadi ahliwaris kemuliaan Allah, sekaligus ahliwaris hidup abadi yang tidak dapat binasa.
Saudara dan saudariku
Hidup dalam iman kristen berarti dipersatukan dengan Kristus oleh Roh Kudus. Kita memanggil Allah Bapa dan dalam ketaatan yang sudah ditanamkan Roh Kudus di dalam diri kita, kita – sema seperti Kristus – mempersembahkan seluruh hidup kita kepada Allah, Bapa kita. Hal ini paling nyata dalam perayaan Ekaristi: sebagai umat kita dipersatukan dengan Kristus, kepala kita, oleh Roh Kudus, dan bersama Kristus kita memuliakan Allah Bapa, membawakan puji syukur dan seluruh hidup kita sebagai kurban hidup kepada Allah.
Teks Injil hari ini menyebut tiga pribadi Allah dengan namaNya masing-masing. Setiap orang yang ingin masuk ke dalam Gereja, dibaptis dalam nama Allah Tritunggal dan bersatu dengan ikatan Allah Tritunggal.
Dogma mengenai Allah Tritunggal tetap merupakan misteri iman yang hanya bisa diterima dengan iman. Dan tentu yang lebih penting pada kesempatan perayaaan ini, hati dan pikiran kita hendaknya menyadari perihal apa yang telah dan sedang dikerjakan oleh masing-masing pribadi Allah bagi hidup kita.
Pertama, kita memandang Allah Bapa sebagai Pencipta yang membiarkan kita turut serta mengambil bagian dalam kasih penyelenggaraanNya. Kita menjadi putera dan puterinya.
Kedua, kita memandang Allah Putera sebagai gambaran Allah yang paling nampak dan jelas untuk kita. Dialah yang datang ke tengah dunia, turut serta merasakan dan mengalami nasib kita, dan Dialah yang mewahyukan rahasia keselamatan yang dikerjakan Allah Bapa buat kita. Melalui Dia kita turut mengambil bagian dalam kehidupan Allah Tritunggal.
Ketiga, kita memandang Allah Roh Kudus sebagai karunia cinta kasih antara Bapa dan Putera, yang telah datang dan hidup di dalam Gereja dan di dalam setiap pribadi anggota Gereja, dengan tujuan memenuhi hati kita dengan cinta yang benar kepada Allah, serta menuntun jalan hidup kita menuju kehidupan kekal.
Dengan memandang seperti ini, mestinya kita bersyukur dan berterimakasih kepada Allah, karena cintaNya yang selalu menyertai langkah hidup kita.
Tony Blikon, SS.CC
Hari Raya Pentekosta

Bacaan
Kis 2:1-11
Gal 5:16-25
Yoh 15:26-27.16:12-15
Renungan:
Saudara dan Saudariku
Saya akan mengawali renungan kali ini dengan sebuah kisah imajinatif:
Ada seorang anak yang merayakan ulang tahun... (Sebut saja namanya Aurelia). Meskipun umurnya belum masih muda, tetapi pada ulang tahun kali ini dirayakan secara meriah karena sekaligus untuk mensyukuri kelulusannya. Dia mendapat banyak hadiah. Ketika tiba saatnya bagi dia untuk membuka semua hadiah yang ia terima, dia mulai merobek sebuah bingkisan dengan berbagai macam jenis lipatan. Ketika dia membuka bungkusan pertama, dia mengamati hadiah itu untuk beberapa lama, setelah itu dia menyingkirkan dan membuka hadiah yang kedua. Dari semua hadiah itu dia merasa tidak ada yang ia butuhkan karena semua hadiah yang diberikan sudah ia miliki. Dia tidak terlalu bahagia dengan semua hadiah yang ia terima. Hal yang yang ia butuhkan sebenarnya cinta dan bukan barang.
Saudara dan saudariku
Hari ini kita merayakan pentekosta. Pentekosta disebut juga sebagai hari kelahiran gereja. Pada hari itu, para murid menerima Roh Kudus. Tidak seperti Aurelia yang menerima hadiah ulang tahunnya tadi, Roh Kudus tidak memberikan kepada para rasul, barang. Tetapi Roh Kudus membangkitkan apa yang sebenarnya sudah ada dalam diri para rasul.
Analoginya begini: 2 hari yang lalu.... udara terasa panas sekali...sekali sehingga salah satu pohon puring saya di atas dek pastoran, nampak layu. Juga karena tidak disiram selama beberapa hari. Akhirnya saya membawa turun, menggantikan pot dan media dan menyiramnya. Hari sabtu kemarin bunga itu sudah tampak segar sehingga saya mengembalikan ke posisinya. Air yang saya siram....itu ibarat ’roh’ bagi tanaman itu... air itu membangkitkan daya hidup yang sebenarnya sudah ada pada tanaman itu.
Demikian pun yang terjadi dengan para rasul pada hari Pentekosta. Roh Kudus hanya membangkitkan daya rahmat yang sebenarnya sudah Allah berikan kepada mereka. Dan terjadilah suatu yang menakjubkan. Mereka saling berbagi – demi kelangsungan komunitas kecil yang baru terbentuk.
Paulus dalam 1Kor 12: 4-7 mengatakan: ”Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.
Dalam bacaan-bacaan hari ini kita dapat menangkap dan memahami bagaimana pengaruh Roh Allah itu yang mampu merobah hidup dan hati manusia, khususnya hidup orang beriman:
Dalam bacaan pertama, kita mendengar pengaruh Roh Kudus itu bagi para rasul. Mereka yang tadinya takut dan kehilangan semangat mengunci diri di ruangan tertutup, tiba-tiba berubah sama sekali. Mereka mulai berbicara dan menantang para pendengarnya untuk mengubah cara hidup dan dipermandikan.
Dalam bacaan kedua, St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia menyimpulkan apa artinya buah Roh. Dari pengalaman iman dan keterlibatan-nya dalam pewartaan, dia mensharingkan apa artinya pengalaman Roh. Dia mempertentangkan antara perbuatan daging dan buah roh. Buah-buah Roh itu ialah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Inilah kekayaan Roh Allah yang bisa terlihat dalam hidup kita orang Kristen. Paulus tidak mau menjelaskan Roh itu apa, tetapi kehadiran-nya justru dapat dirasakan dan dialami serta terung-kap dalam perbuatan baik yang disebutkan tadi.
Pentekosta adalah tawaran Roh Allah bagi kita. Roh itu merubah hidup murid-murid pertama. Roh itu terpancar dalam perbuatan orang-orang kristen, Roh itu kekuatan, pembela dan penghibur kita di masa penuh tantangan dan kesulitan.
Saudara dan saudariku….
Bagi saya menarik kalau kita melihat bagaimana gereja awal itu terbentuk. Sangat sederhana. Mereka tidak punya harta benda gereja, tidak punya bagunan, tidak punya uang. Yang ada hanyalah orang. Itupun jumlahnya tidak banyak. Sekalipun kecil, tetapi punya semangat. Mereka bersatu dalam doa dan pelayanan.
Bagaimana dengan yang terjadi di lingkungan-lingkungan di paroki kita. Ada lingkungan yang besar.... tetapi hanya sedikit orang yang berkumpul. Yang punya semangat hanya segelintir orang.
Oleh karena itu, Bapa Uskup dalam kunjungan pastoral mencanangkan comunitas basis gerejani sebagai cara hidup menggereja. Comunitas itu harus kecil jumlahnya supaya orang saling mengenal satu sama lain. Ada kedekatan satu sama lain.
Saudara dan saudariku….
Semalam…. Ketika merenungkan bacaan-bacaan hari ini saya teringat akan sebuah lagu…..
Bind us together Lord… bind us together with chord that cannot be broken. Bind us together Lord, bind us together Lord. Bind us together with love.There is only one God…. There is only one king… there is only one body… that is why I sing….
Kita meminta Tuhan untuk menyatukan kita dengan cinta-Nya agar kita saling peduli satu sama lain. Apalagi di tengah krisis global yang tengah melanda dunia sekarang ini. Ingat Pesan Bapa uskup kita: "Pastikan bahwa tidak ada seorangpun di antara kita yang tidak punya sesuatu untuk dimakan"
Saudara dan saudariku.
Kita memang belum punya Gedung Pastoral. Keuangan kita mungkin pas-pasan belum cukup untuk memulai membangunan…. Tetapi kita punya umat dengan berbagi pontensi yang kita miliki. Semoga Roh Kudus yang kita terima pada hari Pentekosta ini membangkitkan semangat kasih dan pelayanan serta hidup menggereja di dalam diri kita.
Berkaitan dengan hidup menggereja, kita bisa belajar dari cara hidup jemaat perdana. Dalam Kis 2:46: disebutkan salah satu kegiatan jemaat pada waktu itu: “Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati.”.
Nah…kebiasaan ini kita teruskan sampai sekarang dengan adanya Misa Lingkungan. Ingat... Ekaristi diadakan di rumah-rumah umat secara bergilir….
Ada lingkungan yang Sejak dicanangkan adanya misa lingkungan, tidak pernah ada misa lingkungan… kecuali ada umat yang minta intensi… jadwal yang ditetapkan akhirnya hanya tetap tertulis tanpa dijalankan.
Mari kita membuka diri bagi semangat, gairah baru Roh itu agar kita pun diperbaharui, menunjukkan gairah baru lagi dan dapat menghayati hidup kristiani kita. Seperti pengalaman para murid, doa adalah tempat istimewa turunnya Roh. Maka kita beri tempat bagi doa dalam hidup, menanti dan berjaga-jaga agar Roh itu datang.

HARI RAYA KENAIKAN TUHAN YESUS
Bacaan
Kis 1:1-11
Ef 1:17-23
Mrk 16:15-20
Renungan
Saudara dan saudariku
Saya akan mengawali renungan ini dengan sebuah kisah imajinatif. Ketika Yesus baru saja naik ke surga, terjadilah percakapan berikut antara Yesus dan Malaikat Gabriel.
Gabriel: Tuhan, Engkau pasti sangat menderita ketika tergantung pada salib di bukit Golgota itu”
Yesus: Tepat sekali. Waktu itu saya sangat menderita sampai-sampai saya berteriak “Allah-Ku, ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Gabriel : Tetapi apakah umat manusia tahu bahwa Engkau begitu mencintai mereka sampai Engkau relah digantung pada salib?”
Yesus: Sampai sekarang cuma beberapa orang yang tahu bahwa saya mati untuk mereka.
Gabriel: Lalu apa yang telah Engkau perbuat supaya umat manusia tahu bahwa Engkau mencintai mereka sampai harus mati di kayu salib?
Yesus: Saya sudah memberitahukan kepada Petrus, Yakobus, Yohanes, Andreas dan murid-murid lainnya untuk menceritrakan kepada orang-orang lain bahwa saya mencintai mereka. Mudah-mudahan orang lain itu akan menceritrakan kepada orang-orang lain lagi sehingga semua orang di dunia tahu bahwa saya pernah mati di salib untuk menebus dosa-dosa mereka.
Gabriel: Tetapi bagaimana kalau mereka lupa, cape, sibuk atau tidak berminat? Saya kira Tuhan harus punya rencana lain.
Yesus: (kaget dengan ide Gabriel ini…. Dia menatap dalam mata Gabriel, dan berkata) Gabriel, sampai sekarang saya belum mempunyai rencana yang lain. Hingga saat ini Saya masih percaya dan menggantungkan harapan-Ku pada mereka.
Saudara dan saudariku yang terkasih!
Pesan dari dialog imajinatif antar Yesus dan Malaikat Gabriel ini sangat jelas, yakni hingga saat ini Yesus masih tetap mempercayakan kepada kita murid-murid-Nya untuk memberikan kesaksian tentang cinta-Nya – membawa kabar keselamatan kepada seluruh umat manusia.
Dalam Injil hari ini, dikisahkan bahwa sebelum Yesus terangkat ke surga, Dia memberikan amanat berikut kepada para murid-Nya: ”Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mrk 16:`15-16).
Amanat Yesus ini menyadarkan kita kembali akan misi Gereja untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa. Kegiatan misi (pewartaan) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan gereja. Seorang penulis – Emil Bruner – pernah berkata: ”Gereja ada dan hidup karena misi seperti api ada dan kelihatan karena terbakar” Dengan kata lain, Gereja akan berhenti berada apabila ia tidak lagi memberikan kesaksian tentang imannya kepada orang lain. Gereja tidak lagi dapat hidup apabila ia berhenti melakukan karya misi. Karena itu tepatlah kalau dikatakan bahwa misi adalah jantung dari kehidupan gereja.
Saudara dan saudariku
Untuk menjadi utusan Tuhan (misionaris) kita tidak harus pergi ke luar negri, meninggalkan orang tua – ke negara-negara lain untuk mewartakan Injil. Itu sudah dilakukan oleh para misionaris yang datang ke negara kita pada abad-abad yang lalu. Kita patut bersyukur kepada mereka. Tetapi untuk kita sekarang ini, tugas mewartakan Injil bisa kita jalankan di tempat di mana kita berada. Salah satunya adalah dengan bersedia menjadi pengurus di lingkungan.
Bicara tentang keterlibatan awam dalam hidup menggereja, minggu yang lalu, saya menyempatkan diri – memberikan semacam sedikit pembekalan kepada para calon pengurus lingkungan St. Petrus, St. Paulus, St. Barnabas – yang rencananya sebentar lagi akan mekar.
Pada kesempatan itu memberikan sedikit dasar-dasar dari dokumen gereja tentang pentingnya keterlibatan kaum awam dalam hidup menggereja.
• Vat II, (LG 31) Gereja memandang dirinya sebagai communio, persekutuan umat Allah. Oleh karena itu, semua umat beriman, mempunyai tugas dan tanggung jawab menurut peran, fungsi dan kharismanya masing-masing untuk ikut mengembangkan gereja.
• Gereja tidak identik dengan kaum berjubah.... Perkembangan gereja tidak lagi tugas dan monopoli kaum berjubah, tatapi tugas dan tanggung jawab semua umat katolik.
• Tugas dan tanggung jawab ini telah kita terima waktu pembaptisan. Pada saat krisma, kita diutus untuk melaksanakan tugas itu.
• Vat II Ad Gentes no 21: Gereja tidak sungguh-sungguh hidup sepenuhnya, dan bukan tanda Kristus yang sempurna di tengah masyarakat, selama tidak ada kehadiran aktif dari kaum awam.
Saudara dan saudariku
Yesus tidak punya rencana lain untuk mengembangkan paroki St. Odilia – Citra Raya ini. Dia mempercayakan semuanya itu kepada kita.
Selain terlibat dalam kehidupan menggereja, kita juga diajak untuk terlibat dalam kehidupan bermasyarakat.
Berkaitan dengan keterlibatan dalam hidup bermasyarakat ini, saya punya sebuah kisah.
Pada suatu hari ada seorang GURU memanggil 5 orang muridnya dan berkata: “Sekarang kalian saya utus untuk pergi mencari lebih banyak orang lain untuk mengikuti kita”.
Kelima orang itu langsung berangkat. Waktu terus berlalu, minggu demi minggu telah lewat, bulan demi bulan berlalu…akhirnya mereka kembali satu per satu.
Murid yang pertama kembali membawa 500 orang pengikut. Sang guru heran dengan hasil yang diperoleh. Dia bertanya: “Bagaimana caramu sehingga bisa mendapatkan orang begini banyak?” Murid itu menjawab: “Saya mendatangi daerah-daerah kumuh. Di sana saya melihat penderitaan dan kemiskinan yang luar biasa. Saya berjanji akan membantu dan memenuhi segala kebutuhan mereka sehingga mereka mengikuti saya.
Sang guru menjawab: ”OK... Baik!”
Kemudian datanglah murid yang kedua dengan membawa sertanya 400 orang. Guru bertanya: ”Cara apa yang kamu gunakan untuk mendapatkan orang-orang ini?”
Murid itu menjawab: ”Saya bercerita tentang surga dan hal-hal yang akan mereka dapatkan jika mereka menjadi salah seorang dari kita.
Guru menjawab: ”OK... baik.
Lalu datanglah murid yang ketiga dengan membawa 300 orang. Sang guru bertanya: ”Cara apa yang kamu pakai untuk mendapatkan orang-orang ini?”
Murid itu menjawab: ”Saya tidak pernah memukul mereka tetapi saya berkata bahwa mereka semua akan masuk neraka jika mereka tidak mengikuti cara hidup kita. Awalnya tidak banyak yang percaya sampai akhirnya saya melakukan sebuah mukjizat.”
”Wah...mujizat apa itu”, tanya sang guru. Murid itu menjawab: ”Saya mengutuk seekor babi yang sedang terkena virus. Babi itu langsung rebah dan mati seketika.” Hal inilah membuat mereka yakin sehingga mereka mengikuti saya”
Guru: ”Oh...begitu toh caramu.... baik!”
Kemudian datanglah murid yang keempat membawa sertanya 200 orang. Guru kembali bertanya: ”Cara apa yang kamu gunakan untuk mendapatkan orang-orang ini?”
Sang murid menjawab: ”Saya mendatangi orang-orang yang sederhana, tidak berpendidikan dan tidak tahu banyak tentang KS. Saya meyakinkan mereka dengan argument-argument saya dengan sedikit kutipan KS. Saya membutakan mereka dengan kepandaian saya.
Guru itu menjawab: ”Oh...gitu toh.... baik”
Akhirnya datanglah murid yang kelima dengan membawa hanya 12 orang pengikut baru.
Guru itu bertanya, ”Kenapa Kok kamu begitu lama.? Udah gitu, hasilnya hanya 12 orang lagi”.
Murid itu menjawab: ”Benih yang saya tanamkan tidak langsung tumbuh dan berbuah.... sehingga saya harus menunggu saat yang tepat. Sementara saya menunggu saya tinggal bersama dengan orang-orang ini. Saya menjadi sahabat mereka, mencoba memberikan contoh hidup sesuai dengan ajaranmu. Sementara itu saya juga menemukan bahwa kebebasan nilai yang tertinggi bagi mereka. Memaksa mereka berarti tidak menghargai martabat mereka dan merusak nilai yang mereka pegang selama ini. Tetapi saya juga belajar bahwa mereka ternyata orang-orang yang suka membantu dan tidak takut berkorban. Saya lalu mengatakan tentang kesulitan-kesulitan jika mereka mau menjadi seorang salah satu dari kita, tetapi saya menekankan lebih pada kebaikan yang bisa mereka lakukan kepada Allah dan sesama jika mereka mau menjadi murid. Mereka nampaknya sangat terkesan dengan hal ini. Namun pada suatu ketika terjadi sesuatu yang menggocangkan sehingga akhirnya hanya 12 orang inilah yang setia dan mengikuti saya.
Sang guru lalu memuji murid yang terakhir ini.
Saudara dan saudariku
Keempat murid yang pertama, memanfaatkan kelemahan dan ketakutan orang. Betapa mudahnya kita mempengaruhi orang dengan menakuti-nakuti mereka.
Tetapi murid yang terakhir tadi menggunakan keutamaan-keutamaan / hal-hal baik dalam masyarakat sebagai pintu masuk pewartaannya. Dia juga mau bersahabat dengan mereka dan menunjukkan contoh hidup baik...sehingga orang terkesan.
Inilah cara menjadi misionaris yang harus ditempuh oleh setiap orang kristiani.
Saudara dan saudariku...
Pada hari raya kenaikan ini, marilah kita menyadari kembali akan hakekat gereja sebagai persekutuan yang bersifat misioner. Gereja tidak bisa hidup dan bertumbuh tanpa bermisi. Bermisi tidak hanya dilakukan oleh para misionaris yang diutus ke tempat lain. Setiap kita bisa menjadi misionaris. Pertama, terlibat penuh dalam kehidupan menggereja, baik pada tinggat paroki maupun terutama dalam lingkungan. Kedua, menyebarluaskan nilai-nilai yang ditawarkan oleh Yesus melalui teladan hidup kita. Amen.
Pastor Tonny Blikon, SS.CC
Renungan ini disampaikan pada Misa Kenaikan Tuhan Yesus
Paroki St. Odilia - Citra Raya
Langganan:
Postingan (Atom)