Tuhan, semoga saya dapat melihat



Bacaan

Yer 31:7-9
Ibr 5:1-6
Mrk 10:46-52

Renungan

Saudara dan saudariku…..
Saya yakin banyak di antara kita yang tahu akan syair lagu berikut ini:

By the rivers of Babylon, there we sat down
Ye-eah we wept, when we remembered Zion.

When the wicked
Carried us away in captivity
Required from us a song
Now how shall we sing the lords song in a strange land.


Musik dari lagu itu memang bisa membuat kita bergoyang…tetapi kalau kita mencermati syairnya, ternyata lagu itu mengungkapkan kesedihan dan kepedihan hati yang teramat dalam dari bangsa Israel.
Arti dari syair lagu itu kira-kira seperti ini:

Di tepian sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Sebab di sanalah orang-orang yang menawan, menyiksa kita dengan meminta kita menyanyikan nyanyian sukacita. Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing? Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku! Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat engkau, jika aku tidak jadikan Yerusalem puncak sukacitaku!

Hal itu terjadi pada tahun 687 BC. Pada masa itulah Nabi Yeremiah hidup.

Nabi Yeremia pada awalnya menjelaskan bahwa peristiwa ini adalah sebagai akibat kesalahan umat terpilih sendiri yang tidak setia kepada Allah mereka, Allah yang sangat baik yang telah memberikan kepada mereka Tanah Terjanji sebagai tanah air mereka.

Dalam bacaan pertama hari ini kita mendengar kutipan nabi Yeremia yang mulai beralih dari pengutukan kepada penghiburan. Ia tengah berbicara kepada bangsa Israel dan menjanjikan kepada mereka bahwa Allah akan menuntun satu “sisa kecil” keluar dari pembuangan dan sekali lagi membentuk mereka di tanah air mereka. Allah tetap melakukan hal ini karena sekali pun mereka melupakan Dia, Dia tetap menjadi Bapa bagi bangsa Israel.

Saudara dan saudariku…
Kita lihat bahwa sekalipun umat Israel meninggalkan Allah, namun Allah tidak pernah meninggalkan mereka. Dia tetap memperhatikan mereka di tempat pembuangan. Ketika Ia melihat perubahan hati pada anak-anak mereka, lagi-lagi Dia menghantar mereka ke tanah air mereka agar mereka sekali lagi menjadi umat pilihan Allah.

Ajaran pertama yang harus kita petik dari sejarah biblis pada hari ini bahwa Allah senantiasa memikirkan dan merencanakan segala hal menyangkut hidup kita sejak dari kekal. Kita bukan sekedar sesosok kemanusiaan yang meraba-raba jalan dalam kegelapan di dunia ini, tetapi kita adalah seorang pribadi yang sangat penting di mata Allah. Kita adalah pribadi-pribadi dan untuk kita Allah sudah dari kekal merencanakan suatu kebahagiaan. Perhatian Allah selama belasan abad kepada umat kepilihanNya, seperti yang dilukiskan dalam Perjanjian Lama, hanyalah satu bagian kecil dari seluruh rencana Allah bagi kebahagiaan kekal kita semua. Sekalipun itu hanya sekelumit dari sejarah keselamatan Allah, namun darinya kita dapat belajar sangat banyak tentang perhatian Allah yang penuh cinta kepada kita semua. Jika Allah menaruh perhatian dan merencanakan begitu lama untuk kebahagiaan kekal kita, maka tentu kita sendiripun harus mempunyai minat yang besar untuk kebahagiaan kekal itu.

Kita orang kristen tentu sangat pantas untuk bernyanyi gembira, sebagaimana ajakan Yeremia, karena Allah yang penuh belas kasih dan cinta telah menyelamatkan kita. Ia telah menempatkan kita dalam jalan lurus menuju surga, jalan yang menjadi gampang oleh karena hidup, kematian dan kebangkitan PuteraNya yang tercinta, yang telah Ia kirimkan untuk kita agar membimbing kita kembali lagi kepada Bapa yang penuh kasih sayang.

Dan ajaran kedua bagi kita dari nubuat Yeremia ini adalah: Cinta Allah yang tidak ada batasnya, yang senantiasa siap dilimpahkannya kepada kita setiap kali kita membutuhkannya. Kebanyakan dari kita telah sering menyakitkan hati Allah dan barangkali ada yang sudah lama menjauhi Allah. Seperti umat kepilihan, kita tidak menghargai segala apa yang telah Ia buat dan sementara buat untuk kita. Kita tidak percaya kepadaNya dan mungkin malah beralih menyembah berhala kepada barang duniawi, menceburkan diri dalam ambisi dan kesenangan duniawi.

Namun kita berhadapan dengan Allah yang memiliki kasih dan pengampunan yang tak terbatas, Allah yang telah menghantar pulang bangsa Israel dari pembuangan, Apakah kita ragu-ragu bahwa Ia akan membebaskan kita dari pengasingan diri akibat dosa yang membebani kita? Ia selalu menanti kata-kata permohonan, pengampunan dari kita agar Ia menerima kembali kita dalam rangkulan kebapaanNya yang penuh kasih. Pada kenyataannya Ia selalu berseru agar kita kembali kepada jalan kebenaran. Dengan banyak cara Ia ingin mengatakan kepada kita bahwa Ia adalah Bapa kita dan kita adalah putera-puteriNya. Bacaan hari ini adalah salah satu dari panggilan kasihNya itu. Mungkin masih ada panggilan lain bagi kita. Namun satu yang tidak boleh kita lupakan ialah: masa depan kita yang abadi bergantung pada jawaban kita sekarang.

Dalam bacaan Injil hari ini kita mendengar kisah tentang Bartimeus yang disembuhkan oleh Yesus. Kisahnya terjadi di kota Yeriko. Dalam Injil kita lihat bahwa Yesus nampaknya beberapa kali melintasi daerah itu. Yeriko terletak di lintasan Galilea-Yerusalem. Besar kemungkinan Bartimeus sudah beberapa kali duduk di tepi jalan yang sama untuk meminta sedekah. Tetapi karena tidak banyak orang yang memperhatikannya maka ia tidak pernah tahu tentang Mesias dan perbuatan mukjizat yang dilakukan Yesus. Sekali pun demikian pada kesempatan terakhir Yesus lewat di Yeriko, ia memperoleh kesempatan untuk berkontak secara pribadi dengan Yesus dan meminta penyembuhan dari kebutaannya. Ia sungguh-sungguh menggunakan kesempatan ini walaupun ada rintangan. Iman dan kepercayaannya kepada Yesus sekian kuat sehingga tak seorang pun yang sanggup menghentikannya. Selagi ia mengajukan permohonan ia mengungkapkan imannya. Akhirnya yang diperolehnya bukan saja apa yang dimintanya yakni penyembuhan badaniah, melainkan hal rohani yakni bahwa dia menjadi pengikut Yesus yang penuh iman.

Saudara dan saudariku…..
Ada satu pesan rohani yang sangat mendalam dalam injil hari ini. Seperti Bartimeus kita barangkali tengah duduk di tepi jalan, tidak beralih langkah menuju hidup yang kekal. Kita buta terhadap kebutuhan kita yang sesunguhnya, kita terlalu asyik mengumpulkan sedekah yang dapat diberikan dunia ini. Dibandingkan dengan Bartimeus barangkali kita lebih patut dikasihani. Kalau Bartimeus sadar diri bahwa dia buta. Kita mungkin tidak sadar akan kebutaan rohani kita. Ada banyak hal di dunia ini yang bisa mengelabui pandangan kita atau membutakan kita akan apa yang lebih penting yaitu hidup kekal.

Tadi saya katakan bahwa mungkin Bartimeus lebih dulu sudah duduk di tepi jalan yang sama ketika Yesus lewat dan tidak menyadarinya. Demikian kita seringkali tidak menyadari akan kehadiran Yesus di dalam banyak peristiwa yang Ia lakukan untuk kita hingga hari ini. Misalnya melalui kegiatan-kegiatan di lingkungan atau di paroki. Sebentar lagi paroki kita akan mengadakan seminar tentang keluarga kristiani…. Paus Paulus VI mengatakan: “Panggilan hidup berkeluarga adalah sebuah jalan yang sulit dilalui untuk mencapai kekudusan”. Seminar ini boleh jadi merupakan kesempatan di mana Tuhan yang mahacinta berjalan…lewat di dekat kita…ia siap membantu kita….menyembuhkan kebutaan rohani kita…menyembuhkan luka-luka dan persoalan dalam hidup berkeluarga…tapi apakah kita mau menggunakan kesempatan ini? Apakah kita mau memperhatikan panggilan Tuhan…ketika ia tengah berjalan di depan kita?

Saudara dan saudariku….
Sangat mungkin bahwa Yesus pernah melihat Bartimeus duduk di jalan pada kesempatan perjalanan yang sebelumnya. Akan tetapi Yesus tidak dapat membantunya karena orang buta ini begitu asyik dengan pengumpulan sedekah dan tidak berminat pada pemberian yang lebih besar yaitu penyembuhan dari kebutaannya. Tuhan sering dekat dengan kita, rindu menyembuhkan kebutaan rohani kita. Tetapi seperti Bartimeus kita sering terlalu sibuk dengan pengumpulan barang duniawi dan tidak menaruh perhatian pada rahmat yang lebih besar yang lebih kita butuhkan.

Mungkin ada di antara kita yang baginya panggilan Yesus pada hari ini merupakan kesempatan yang terakhir. Apakah kita begitu tidak berminat dengan kebahagiaan abadi kita sehingga kita mengabaikan panggilan ini? Marilah kita berseru kepada Yesus, Putera Daud dan Putera Allah agar Dia memberi kita rahmat untuk dapat melihat kenyataan diri kita sekarang ini, kelebihan dan kekurangan kita. “Tuhan semoga aku melihat”.

Tidak ada komentar: