Homili Minggu Biasa XIX - Tahun C - 2010


Bacaan
Keb 18:6-9
Ibr 11:1-2,8-19
Luk 12:35-40

Renungan
Saudara dan saudariku
Saya yakin bahwa kebanyakan dari kita pernah naik pesawat. Biasanya, sebelum pesawat yang kita tumpangi ini mengudara, ada sebuah pengumuman yang kira-kiranya bunyinya seperti ini: "Para penumpang yang terhormat, selamat datang di pesawat boing 474. Pimpinan penerbangan ini adalah kapten Felix Supranto. Pesawat ini dilengkapi dengan 2 pintu; satu di bagian depan dan satu di bagian belakang. Pesawat ini dilengkapi juga dengan jendela darurat. Dua di kabin bagian depan, dan dua di kabin bagian tengah. Para penumpang yang terhormat, sesuai dengan peraturan penerbangan, para awak kami akan memperagakan bagaimana memakai dan melepaskan sabuk pengaman, bagaimana mengunci dan membukanya. kantong pelampung ada di bawah kursi anda dan hanya digunakan untuk pendaratan darurat di air."

Inti dari semuanya itu adalah mempersiapkan para penumpang untuk suatu kejadian yang tak terduga. Tetapi jika kita memperhatikan bagaimana sikap para penumpang ketika penjelasan itu diberikan, tidak semuanya memperhatikan dengan serius. Ada yang mungkin merasa sudah terbiasa sehingga tidak terlalu memperhatikan hal-hal semacam itu.

Saudara dan saudariku
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus ibarat seorang pramugara yang menjelaskan beberapa penting yang harus kita perhatikan berkaitan dengan ‘pesawat kehidupan’ di mana kita semua adalah penumpang di dalamnya. Ia mengatakan untuk senantiasa berjaga untuk sesuatu yang tak terduga. Yesus mengajak kita untuk senantiasa berjaga dan siap sedia selalu, bukan dengan ketakutan tetapi dengan iman dan harapan.

Saudara dan saudariku
Kehidupan ini terus berjalan ke depan...semakin bertambah umur kita semakin menyadari bahwa betapa hidup ini rapuh. Seringkali kita merasa hidup ini seakan diombang-ambingkan oleh banyak peristiwa hidup yang kita alami. Kadang goncangan itu begitu keras, sehingga merasa shock dan hampir kehilangan harapan. Situasi semacam itu tercermin dalam penggalan lagu berikut ini:

Di tengah ombak dan arus pencobaan
Hampir terhilang tujuan arah hidupku
Bagaikan kapal yang slalu diombang ambingkan
Seolah-olah mengatasinya tiada mampu.


Saya pernah mengalami ketika tahun 2005 ketika naik Adam Air dari Batam menuju Jakarta. Waktu itu hujan sangat deras dan cuaca sangat gelap. Tetapi pesawat itu tetap nekad terbang. Sampai pada ketinggian tertentu, pesawat itu seakan tidak punya kekuatan untuk menembusi awan yang begitu tebal. Akhirnya pesawat itu seakan jatuh...kira-kira 1-2 km ke bawah terus naik lagi. Semua penumpang termasuk saya seakan kehabisan napas....jantung terasa seakan copot. Iya...hidup ini bisa diambil dari kita dalam sekejab mata. Namun singkatnya dan kerapuhan hidup ini hendaknya membuat kita menyadari bahwa betapa hidup ini berharga.

Hidup ini adalah suatu anugera yang berharga tetapi diliputi dengan suatu ketidakpastian kapan akan berakir. Yesus sadar betul akan ketidakpastian hidup ini. Di dalam perumpamaan Injil tadi, Ia coba memberikan penekanan pada fakta bahwa fakta bahwa kematian bisa datang setiap saat. Bukan karena Allah mau menjebak kita seperti pencuri yang datang pada waktu yang tidak disangka-sangka. Yang mengambil merampas kehidupan dari kita adalah kematian dan bukan Allah.

Allah sebenarnya tidak menghendaki adanya kematian. Hal ini nampak jelas ketika kematian Lazarus, dimaka di katakan baha Yesus menangis. Mengapa Yesus menangis atas kematian Lazarus itu? Karena Ia tahu bahwa sejak awal mula, Allah tidak menghendaki kematian bagi manusia. Tetapi mengapa manusia harus mati? St. Paulus menjawab: Upah maut adalah dosa (Rom 6:23), tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Melalui Yesus, Allah menganugerahkan kehidupan kekal bagi kita.

Saudara dan saudariku
Ketidakpastian hidup ini jangan sampai membuat kita tidak mau menikmati hidup sekarang ini. Saya kira, semua kita ini menghendaki agar ketika kita mati, semua tugas dan karya yang ingin kita lakukan, semua sudah selesai. Tetapi kita tidak tahu apakah kita punya kesempatan untuk itu.

Beberapa bulan yang lalu, saya sempat misa arwah di Oasis untuk seorang ayah yang belum lama menikah. Ia meninggal dalam keadaan yang tak disangka-sangka. Baru saja ia kembali Badminton pada malam hari...sebelum mandi istirahat sebentar....eh...ternyata meninggal.... kita bisa membayangkan betapa sedihnya keluarga yang ditinggalkan itu.

Saudara dan saudariku
Kita tidak tahu apakah kita punya kesempatan untuk menyelesaikan semua tugas kita, setelah itu baru meningggal. Tetapi kita semua ini punya kesempatan untuk setia dalam tugas dan tanggung jawab kita setiap hari, seperti hamba dalam bacaan Injil tadi.

Saudara dan saudariku
Ada sebuah kisah, pada zaman dahulu hiduplah seorang badut dalam sebuah istana kerajaan. Tugasnya adalah untuk melawak..membuat orang terhibur dan tertawa pada acara-acara besar kerajaan. Sang raja senang sekali dan merasa terhibur atas lelucon-lelucon yang ia bawakan. Semuanya selalu baru. Pada sautu hari, sang badut ini melakukan suatu kesalaha yang besar yang menyebabkan bahwa ia harus dihukum mati. Ia melakukan perselingkuhan dengan seorang putri raja. Sebelum human mati itu dijalankan, sang raja memanggil dia dan berkata: ”saya mengingkat kembali lelucon-lelucon yang pernah engkau bawakan selama ini dan bagaimana engkau membuat saya terhibur dengan semuanya itu. Karena itu saya ingin supaya engkau memilih sendiri dengan cara apa engkau ingin dihukum mati.

Sang badut itu berpikir sebentar dan menjawab: ”Tuanku raja, jika ini berkenan kepadamu, saya memilih untuk mati pada umur tua.” Raja itu merasa lucu atas jawaban itu. Jawaban itu sendiri membuat raja tertawa sehingga akhirnya sang raja mengabulkan permohonan sang badut itu. Dia dibiarkan hidup dan terus bekerja di lingkungan istana.

Saudara dan saudariku
Banyak dari kita pasti ingin meninggal pada umur tua. Namun kita tidak tahu, apakah kita memiliki kesempatan untuk itu.

Kita semua ini adalah pelayan Tuhan. Dalam Injil tadi Yesus mengatakan: ”Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang”. Hamba yang setia dan bertanggung jawab tidak akan takut soal kapan tuannya itu akan datang. Hamba yang tidak setia melihat itu sebagai sebuah kemalangan, tetapi hamba yang setia melihat saat itu sebagai waktu yang baik.

Saudara dan saudariku
Saya mengajak kita untuk merenungkan perkataan Mother Teresa berikut ini: ”Kita tidak dipanggil untuk menjadi sukses, tetapi untuk setia

Saya mengakhiri renungan ini dengan sebuah kutipan: "Hidup Kristiani adalah seperti sebuah pesawat. Jika anda berhenti maka anda akan jatuh"

Tidak ada komentar: