Maria diangkat ke surga

Bacaan
Why 11:19a, 12:1.3-6a.10ab;
1Kor 15:20-26;
Luk 1:39-56

Homili
Allah kadang memberikan inspirasi kepada umat beriman untuk menerima suatu suatu pernyataan iman sebagai suatu kebenaran, sebelum gereja mengeluarkan suatu pernyataan resmi mengenai hal itu. Contohnya bisa kita lihat mengenai dogma tentang Maria yang diangkat ke surga.

Pada tanggal 1 November 1950, Paus Pius XII mengeluarkan suatu dogma – ajaran resmi gereja tentang Maria diangkat ke surga, dengan kata-kata berikut ini: “Bunda Allah yang tak bercela, perawan Maria, setelah mengakhiri hidup di dunia ini, diangkat dengan jiwa dan raganya ke dalam kemuliaan surgawi”

Pernyataan resmi gereja ini tentunya mengundang banyak pro dan kontra. Akan tetapi, pernyataan ini hanya merupakan suatu penegasan dari apa yang telah lama diyakini oleh umat beriman. Pada permulaan abad 7, Perayaan ini sudah dikenal di dalam gereja, baik gereja barat maupun gereja timur. Juga ada data yang membuktikan bahwa sejak awal abad 4 umat beriman sudah menerima keyakinan iman bahwa Maria diangkat ke ke surga. Jadi di sini kita bisa lihat bahwa ternyata dalam kehidupan sehari-hari, keyakinan umat beriman kadang-kadang mendahului suatu pernyataan resmi gereja.

Saya ambil contoh lain. Di dalam kongregasi kami ada tokoh yang dikenal sebagai pahlawan orang kusta yaitu Pater Damian. Oleh gereja dia masih diakui sebagai Beato, tetapi kalau di Flores orang sudah menyebutnya sebagai Santo. Rumah Sakit Kusta di Lembata, disebut sebagai Rumah Sakit Kusta Santo Damian. Santo Subito = Segera digelarkan Kudus.

Iman umat kadang mendahului apa yang ditetapkan oleh gereja secara resmi. Kalau kita renungan, dogma tentang pengkatan Maria ini memang tidak punya dasar dalam KS, tetapi mengapa Gereja bisa mengeluarkan pernyataan yang demikian?

Adalah pantas dan layak bahwa Maria yang dikandung tanpa noda dosa asal, diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Juga sangat masuk akal kalau Allah memuliahkan Maria sedemikian besar karena Ia telah melahirkan Putera Allah. Perayaan hari ini juga merupakan suatu bukti bahwa kita juga menghormati Maria sebagai ibu kita dan sebagai Murid Kristus yang pertama.

Seorang anak yang menolak ibunya berarti menolak dirinya sendiri. Akibatnya, bukan kebahagiaan dan keyakinan diri yang ditemukannya, melainkan hanya penderitaan dan kesulitan yang susul menyusul. Kita tentu ingat kisah legenda tentang Malingkundang. Seorang anak yang menolak ibunya. Akibatnya dia mendapat musibah.

Dibawah kaki salib, Yesus menyerahkan ibu-Nya kepada kita. Kita diberi Maria, seorang ibu yang melambangkan Gereja itu sendiri - maka Gereja juga sering disebut sebagai ‘Bunda Gereja’- seorang ibu yang selalu siap sedia mendengarkan keluh kesah dan kesulitan kita. Menolak ibu rohani ini akhirnya juga sama dengan menolak jatidiri kita sendiri sebagai pengikut Yesus. Sebab, melalui ibu itu pula Yesus dilahirkan di tengah-tengah Gereja. Melalui dia, Yesus dibesarkan seperti kita manusia dan suatu saat membebaskan kita dari ketakutan akan sengsara dan maut.

Sosok ini, Maria, memang dipermasalahkan oleh banyak orang, juga oleh berbagai Gereja. Namun aneh, semakin Maria dipermasalahkan, justru semakin banyak yang terbantu oleh doa-doanya.

St. Yohanes Maria Vianey pernah berkata: “Meskipun Maria, sejak diangkat ke surga, hidup bahagia dan mulia, tetapi ia tidak akan beristirahat sampai akhir dunia.’ Mengapa? Karena semua anaknya di dunia ini memang belum bersatu dengannya. Itulah sebabnya, Maria selalu waspada, penuh perhatian terhadap kesengsaraan kita, ia berjaga, ia berdoa, ia menjadi pengantara”.

Begitu pula Hari Raya ini, Bunda Maria Diangkat ke Surga, muncul dan menjadi perdebatan banyak orang. Berbagai alasan dipakai, antara lain bahwa Kitab Suci tidak pernah membuktikan bahwa Maria memang diangkat ke surga. Akan tetapi, banyak juga yang lupa, atau sengaja lupa, bahwa seorang ibu takkan pernah berada jauh dari anaknya. Maria, bukan hanya ibu Yesus, tetapi juga murid-Nya! Ia yang telah melahirkan Yesus, kini menjadi milik Kristus!

Perayaan ini bukan berasal dari sebuah ajaran, tetapi dari sebuah penghormatan dan pengabdian. Perayaan ini adalah pujian Gereja sendiri kepada Sang Bunda yang sudah menolong begitu banyak orang yang harapannya hampir musnah. Gereja berpikir, bagaimana mungkin Bunda Maria tidak berada di surga, jika begitu banyak permohonan ternyata dikabulkan, begitu banyak mukjizat terjadi, begitu banyak orang diselamatkan dari keputusasaan, karena bantuan doanya?

Masih tentang St. Yohanes Maria Vianney, ia pun pernah menulis: “Di surga, Maria senantiasa memohon kepada Puteranya, dan seakan-akan berkata: “Jangan lupa akan rahim yang mengandung-Mu, jangna lupa akan akan hamba-Mu, akan sekutu-Mu dalam sengasara dan kemuliaan. Ingatlah akan keluh kesah ibu-Mu ini. Maka dari itu, demi kasih sayang yang Kau limpahkan kepadaku, berbelaskasihlah kepada anak-anak berdosa yang telah Kau serahkan kepadaku. Dan ingatlah Puteraku, ketika di Kana mereka kehabisan anggur dan Engkau membantunya, kini banyak anak-anakku kehabisan anggur juga: anggur damai jiwa, anggur hidup abadi, anggur kasih Ilahi dalam jiwa mereka, anggur sukacita. Ya Puteraku, hendaklah tergeraklah hati-Mu”

Sungguh mengharukan bahwa sampai detik ini pun, Bunda Maria masih begitu sibuk membantu kita agar terus berdoa kepada putranya, masih terus mendorong supaya kita jangan kehilangan semangat, masih gampang dijumpai di mana-mana memberi jalan keluar kepada yang kecewa dan putus asa!

Berkaitan dengan perayaan kita hari ini, st. Paulus mengatakan dengan yakin, bahwa semua orang yang menjadi milik Kristus akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Mula-mula Kristus sendiri sebagai buah sulung, dan sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya! Maria, Ibu kita yang demikian dekat dengan Yesus, puteranya, tentu sudah mengalami kemuliaan bersama puteranya.

Seperti kata-kata Elisabet, Maria memang terpuji di antara manusia. Ia disebut "penuh rahmat" (gratia plena), namun tak ingin menahan rahmat itu untuk dirinya sendiri. Sebaliknya, ia selalu bersedia membagi-bagikan rahmat itu kepada semua orang. Di antara kita ini, juga ada orang-orang yang begitu mudah membagikan rahmat yang diterimanya dari Tuhan. Orang-orang ini disebut berbahagia karena tak mau menyimpan rahmat itu untuk dirinya sendiri, tapi selalu murah hati, mudah memberi, selalu punya hati; jika perlu, mereka mau kehilangan, supaya yang lain itu kebagian. Bagaimana dengan kita?

Kalau kita sendiri belum begitu, mari belajar dari Ibu yang penuh rahmat itu, yang senantiasa membagi rahmat yang telah ia terima dari Allah. Amin.

Tidak ada komentar: