Taburkan Kasih

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

“Camkan ini : Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Kor 9:6) sangat menyentuh permenunganku hari itu. Keinginan untuk menabur kasih tiba-tiba menggelora di dada. Aku meyakini pelayanan sebagai anugerah Tuhan yang menarik untuk dijalankan. Kemacetan jalan Serpong tidak membuatku stress. Suasana Misa untuk karyawan di sebuah kantor terasa nyaman. Doa disyukurinya sebagai sentuhan kasih Tuhan yang meringankan jiwa ditengah pejiarahan kehidupan yang berat. Aku memuji mereka : “Hari ini kalian memancarkan aura sukacita yang luar biasa sehingga Misa terasa indah”. Jawaban salah satu dari peserta: “Karena di mana kasihmu berada, di situ juga hatimu berada”.

Menaburkan kasih dari hati membangun kehidupan menjadi indah dalam segala hal. Dalam perjalanan pulang dari Katedral Jakarta, pukul 22.00 aku mendapatkan telefon untuk memberikan sakramen perminyakan suci kepada seorang bapak yang kondisinya sudah gawat di Rumah Sakit di Slipi. Ia menderita kanker hati. Aku memperkenalkan diri sebagai pastornya. “Pastor Katolik atau Pastor Protestan ?”, tanyanya. Tanpa segan-segan ia mengatakan sudah puluhan tahun tidak pergi ke gereja. “Walaupun tidak ke gereja, yang penting hatiku baik”, katanya. Aku memandang matanya, tanpa mengadilinya. Aku sentuh dahinya agar ia bisa mengalami kasih ilahi. Ia memejamkan matanya menikmati kelegaan.

Ia kemudian mensharingkan alasan mengapa ia sudah lama tidak beribadah di gereja. Semuanya bersumber pada kekecewaan. Seluruh perjalanan hidupnya dipenuhi dengan kekecewaan. Ia lahir dari keluarga katolik. Ia menerima pembaptisan sejak bayi. Ketika ia masih kanak-kanak, keluarganya sangat saleh. Mereka sangat aktif dalam kegiatan paroki. Kebahagiaan itu lenyap seketika seperti terbawa angin puting beliung ketika ia duduk di kelas enam Sekolah Dasar. Orangtuanya bercerai dan masing-masing telah menikah dengan pasangannya yang baru. Ia diasuh oleh kakek dan neneknya yang renta. Tidak mempunyai orangtua sungguh menyakitkan hatinya. Ia tidak tahu ke mana harus mengadu dan berlindung ketika persoalan datang. Sebutan “anak tukang kawin” sudah dimateraikan kepada dirinya. Orangtuanya tidak pernah mengambilkan raport kenaikan kelas, tetapi diwakili oleh tetangganya. Gereja yang diharapkan melindunginya, dianggapnya telah menyingkirkannya juga. Ia menjadi anggota misdinar (Putera Altar), tetapi tidak pernah mendapatkan tugas. Ia malu untuk menanyakannya kepada pembimbingnya. Ia berkali-kali gagal berpacaran. Semua pacarnya meninggalkannya bukan karena kesalahan, tetapi mereka takut bahwa sifat orangtuanya akan menurun kepadanya. Ia akhirnya menikah dengan seorang wanita yang mau menerima dirinya apa adanya, tetapi Tuhan tidak mengaruniai mereka anak. Ia menjadi manusia yang sangat minder. Ia berusaha menghindari pertemuan dengan siapa saja karena takut diketahui latar belakang keberadaannya. Kekecewaan yang tersimpan lama mungkin telah menyebabkan kanker hati. Satu-satunya yang membuatnya berarti adalah panti asuhan di mana ia menjadi salah satu pengurusnya. Setiap Sabtu sore ia mengunjungi anak-anak tersebut. Kemanjaan anak-anak tanpa orangtuanya itu membuat ia merasa dibutuhkan. Kehausan anak-anak akan kasih membuatnya ingin hidup lama. Setelah terjadi keheningan sejenak, ia memegang tanganku : “Romo, aku akan menemui engkau ketika aku keluar dari Rumah Sakit ini. Aku telah kembali ke gereja”. Setitik kasih sangat berarti baginya yang sejak lama tidak mengalaminya.

Setitik kasih yang ditaburkan dengan iman akan mengubah segalanya. Setitik kasih yang ditaburkan akan tertanam di hati sesama dan pada waktunya akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih indah daripada yang ditaburkan. Tuhan akan terus menaburkan kasih-Nya kepada umat yang mau memberikan kasih yang ada padanya. Semakin banyak kasih ditaburkan, semakin kasih itu melimpah di dalam dirinya agar kasih-Nya semakin mengalir lagi ke banyak tangan-tangan manusia : “….Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Kor 9:8). Taburkan kasih pada setiap kesempatan, maka hidup anda akan bermakna karena membawa jiwa dapat merasakan Tuhan. Jadilah saksi akan ‘kasih’ dengan tetap sederhana di tengah kelimpahan dan tidak bermental meminta-minta ditengah kekurangan, maka hidup anda akan bahagia karena tidak diperbudak oleh iblis bloon ‘keserakahan’. Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar: