Selasa Pekan II 2010

Bacaan
1 Samuel 16:1-13.
Injil St. Mark 2:23-28.

Renungan
Manusia seringkali menilai orang berdasarkan apa yang bisa terindrai, tetapi Allah menilai berdasarkan apa yang ada di dalam hati orang. Dalam bacaan I tadi kita mendengar kisah tentang Daud yang diurapi menjadi raja atas Israel. Dalam kisah itu kita lihat bagaimana Allah bekerja. Kita mendengar bagaimana kesan nabi Samuel pertama ketika melihat Eliab muncul. Orangnya tinggi, ganteng, dan gagah. Pokoknya penampilan luarnya tidak mengecewakan, sehingga Samuel berpikir: “Sungguh, di hadapan Tuhan sekarang, berdiri yang diurapi-Nya”. Tetapi Tuhan menolak untuk mengurapi Eliab. Tuhan menilai orang bukan karena penampilan luarnya tetapi apa yang ada di dalam hatinya.

Dalam bacaan I tadi, Isai sampai menghadirkan semua anaknya ke hadapan Samuel, tetapi tak satu pun yang dipilih oleh Tuhan. Sampai-sampi Samuel bertanya: “inikah anakmu semuanya”? Masih ada satu yang belum hadir, yaitu dia yang paling muda, belum punya banyak pengalaman, orang yang tidak diperhitungkan di dalam keluarganya, sehingga dia disuruh untuk pergi mengembalakan kambing domba. Tetapi justru dialah ang dipilih oleh Allah.

Manusia seringkali menilai orang berdasarkan apa yang bisa terindrai. Ada orang yang kalau berdiri di depan cermin, membutuhkan waktu yang cukup lama. Tentu ada motivasi supaya penampilannya OK (kelihatannya cantik, cakep, dll). Ada yang sampai bawa cermin ke mana-mana supaya sedikit-sedikit lihat wajahnya, cantik nda ya hari ini? Kurang puas, lihat lagi….dan lagi….. Ini menunjukkan bahwa kita pun tanpa sadar seringkali mengukur orang berdasarkan penampilan luar. Bukan itu yang dilihat Allah. Allah melihat apa yang ada di dalam hati manusia.

Saya teringat akan pengalaman penilaian saya akan teman-teman seangkatan atau adik kelas waktu masih di Seminari Menengah. Ada yang wajahnya tidak terlalu meyakinkan sehingga pernah saya bertanya dalam hati, apakah orang model ini mau jadi imam? Sekarang ada sebagian dari mereka telah menjadi misionaris di Brasil, Afrika, dll. Sekali lagi, Tuhan menilai orang bukan berdasarkan apa yang dilihat oleh mata manusia, tetapi apa yang ada di dalam hati.

Saya yakin kita semua cukup mengenal diri kita sendiri. Dan saya yakin, kita lebih mengenal kekurangan kita daripada kelebihan yang ada di dalam diri kita. Bahwa lebih banyak dosa yang telah kita lakukan daripada kebaikan. Jika demikian, kita mungkin bertanya: mengapa Allah justru memilih saya dan bukannya orang lain?

Allah tidak hanya melihat dosa-dosa kita, tetapi Dia juga melihat kebaikan yang ada di dalam hati kita. Dia melihat potensi diri yang telah Ia letakan di dalam hati kita. Allah tidak melihat keadaan kita sekarang, tetapi keadaan kita nantinya. Allah percaya akan apa yang ada di dalam hati kita. Karena itulah Dia memilih kita. Ini adalah cara kerja Allah dan sangat mengagumkan direnungkan.

Tetapi sayang bahwa Setan pun melihat hal yang sama. Setan juga melihat kebaikan yang Allah letakan di dalam hati kita masing-masing. Dan karena Setan tahu rencana Allah atas diri kita masing-masing maka dia mencoba menyerang kita pada area-area di mana Allah justru mau berkarya melalui kita pada bidang itu.

Kita tentu ingat dosa-dosa yang telah dilakukan oleh Daud. Dia berzinah, dan sengaja membunuh Uria supaya bisa mendapatkan istrinya. Tetapi apa yang Allah katakan tentang Daud? “Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.” (Kis 13:22). Nah kalau kita lihat tentang dosa dan kesalahan yang telah dilakukan oleh Daud, kita mungkin bisa bertanya: bagaimana mungkin Allah memuji Daud sampai segitunya? Itu karena Allah tidak hanya melihat kekurangan Daud, tetapi apa yang ada di dalam hati Daud, yaitu bahwa Daud ingin melakukan kehendak Allah dengan sepenuh hati. Dan justru melalui kesalahannya, Daud akhirnya menyadari bahwa Dia hanya berharap pada kekuatan Allah jika ingin melakukan kehendak Allah.

Daud pada awalnya merasa bahwa dia bisa melakukan kehendak Allah dengan kekuatannya sendiri tetapi akhirnya dia menyadari melalui dosa dan kesahannya bahwa dia tidak bisa bersandar pada kekuatan sendiri. Awal dari kejatuhan kita adalah jika kita berpikir bahwa kita bisa berbuat baik atau bisa melakukan kehendak Allah dengan kekuatan kita sendiri. Kita hanya menghadap Tuhan, kalau kita butuh bantuan. Tetapi kalau kita merasa kita bisa melakukan, maka lupa akan Tuhan. Allah kadang membiarkan hal-hal terjelek terjadi dalam diri kita untuk mengajarkan kita untuk rendah hati. Dan kerendahan hati ini merupakan suatu sikap yang penting dan utama dalam melakukan kehendak Allah. Bukan berarti Allah mengendaki kita melakukan dosa, tetapi melalui dosa itu Allah ingin membawa kita kepada sesuatu yang lebih baik.

Dari sini kita bisa belajar bahwa jika ingin melakukan kehendak Allah, maka kita pun harus memohon rahmat kekuatan untuk bisa menjalankan kehendak Allah tersebut. Jika tidak maka kita akan seperti Daud, jatuh dalam berbagai kesalahan dan dosa. Kita juga belajar dari Daud, pentingnya sikap pertobatan.

Jika kita ingin melakukan kehendak Allah dan kita mohonkan kekuatan untuk itu maka Allah pasti akan memberikan rahmat-Nya agar kita mampu menjalankan kehendak-Nya tersebut. Allah akan membuka jalan bagi kita. Hal ini kita lihat dengan jelas dalam bacaan I tadi. Ketika Samuel diminta untuk pergi ke Bethlehem, bagaimana tanggapan Samuel? ”Samuel menjawab Allah: ”bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya maka ia akan membunuh aku” jawaban ini adalah tanggapan manusiawi. Kita cendrung kuatir atau bahkan takut. Kita harus belajar untuk percaya dan berharap kepada Allah dan tidak usah terlalu kuatir akan apa yang sebenarnya tidak ada. Allah akan membantu kita untuk mengatasi semuanya itu. Inilah hal yang mesti kita kembangkan dalam hidup ini.

Filipi 4:13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Tidak ada komentar: