Homili Minggu Biasa XVII - Tahun C - 2010


Bacaan:
Kej 18:20-32
Kol 2:12-14
Luk 11:1-13

Homili

Saudara dan saudariku
Dalam bacaan-bacaan hari ini, paling tidak dalam bacaan I dan Injil, kita dapat belajar sesuatu mengenai doa dan bagaimana kita harus bertekun dalam permohonan yang kita anggap benar dan sesuai dengan kehendak Allah. Dalam bacaan I tadi kita mendengar sebuah kisah yang bagi saya sangat menarik karena nampaknya Abraham sebagai manusia ternyata lebih benar dan berbelaskasih dari pada Allah sendiri. Kisah ini bagi saya berbicara mengenai sesuatu yang terdalam di dalam diri kita.

Seringkali di dalam kehidupan ini, kita tidak melibatkan Allah dalam segala hal karena kita merasa dapat mengatasi beberapa situasi hidup kita dengan kekuatan sendiri. Akibat dari sikap yang demikian, maka akan sulit bagi kita untuk menerima kegagalan atau penderitaan yang tak beralasan. Singkatnya, jika mengharapkan sesuatu yang baik terjadi, maka itu harus terjadi.

Tetapi seringkali kita mengharapkan bahwa apa yang baik yang kita harapkan itu tidak mesti akan terjadi. Terkadang kita harus belajar untuk memahami kehendak Allah....bahwa Allah terkadang membiarkan sesuatu yang buruk terjadi atas diri kita supaya kita belajar rendah hati.

Dalam bacaan I tadi kita mendengar bahwa Abraham sangat yakin dengan apa yang ia mohonkan kepada Allah. Ia memohon supaya Allah tidak menjatuhkan hukuman kepada atas orang yang benar bersamaan dengan orang yang jahat. Ia katakan: ”Jauhilah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang yang benar bersama-sama dengan orang gasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Masakan Hakin segenap bumi tidak menghukum dengan adil? Akhirnya Tuhan mendengarkan permohonan Abraham.

Saudara dan saudariku
Keyakinan iman Abraham ini hendaknya juga kita miliki dalam doa-doa harian kita. Terkadang kita terus bertekun dalam doa-doa yang nampaknya mustahil. Apa yang kita mohonkan itu benar.... tetapi memang kita harus bertekun. Dalam bacaan I tadi juga Nampak bahwa Abraham terus bertekun dengan mengadakan penawaran kepada Allah. Ia yakin bahwa apa yang Ia minta itu baik di hadapan Allah.

Bagaimana dengan kita? Seringkali kita mudah putus asa. Kita merasa Allah seakan tidak menjawab doa kita. Akibatnya kita berhenti memohon. Terkadang kita butuh ketekunan, artinya tawar menawar dengan Allah agar situasi hidup kita berubah. Dengan kata lain, kita harus ’mendesak’ atau mendorong’ agar Allah mengabulkan permohonan kita. Ada suatu singkatan yang menarik dalam bahasa Inggris.

Mendorong: PUSH : Pray until something happen.

Dalam bacaan Injil hari ini, penginjil Lukas mengajarkan untuk tetap bertekun dalam doa-doa kita dan jangan mudah putus asa. Allah menghendaki agar kita terus meminta dengan sikap rendah hati atas apa yang butuhkan. Dari bacaan I tadi kita tahu intensi doa yang nampaknya tidak akan ditolak oleh Allah adalah momohon kasih dan pengampunan. Nah...memohon kasih dan pengampunan inilah yang menjadi inti doa Bapa Kami, sebagaimana kita dengar dalam bacaan Injil hari ini.

Berkaitan dengan itu, pertanyaannya adalah sikap doa seperti apakah yang paling pas ketika mendoakan Bapa Kami? Ada yang merentangkan tangan dan ada yang terkatub. Mana yang kiranya paling pas?

Semua sikap itu bisa dibenarkan tetapi coba kita lihat inti dari doa Bapa Kami itu. Intinya adalah permohonan atas belaskasih dan pengampunan dari Allah. Dan sikap batin yang paling tepat adalah menyadari kehinaan kita, dkl sikap rendah hati. Karena itu, sikap doa yang pas adalah seperti Bunda Maria, dengan tangan terkatub di dada. ”Ungkapan fiat Maria yang terkenal: ”Aku ini hamba Tuhan, terjadilah pada-Ku menurut perkataan-Mu itu?”.

Pertanyaannya mengapa imam kok merentangkan tangan? Dasarnya itu ada dalam kitab Kel 17 dalam kisah tentang orang Israel yang berperang melawan orang Amalek. Dalam ayat 11 dikatakan: “dan terjadilah, apabila Musa mengangkat tangannya, lebih kuatlah Israel, tetapi apabila ia menurunkan tangannya, lebih kuatlah Amalek.” Nah...imam merentangkan tangan karena ia adalah pemimpin umat yang pada saat itu bertindak seperti Musa yang berdoa bagi kebutuhan umat. Tetapi sebagai umat, hendaklah kita menyampaikan permohonan itu dengan sikap doa seperti Bunda Maria.; dengan tangan terkatub di depan dada seperti bunda Maria.

Saudara dan saudariku...
Marilah di dalam perayaan ekaristi ini kita memohon apa saja yang kita butuhkan...memohon dengan penuh iman. Marilah kita memohon dengan tekun sampai kita mendapatkan. Semoga Roh Kudus menganugerahkan kita iman dan ketekunan.

Tidak ada komentar: