Tuhan Memegang Tanganku

Sharing Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Hari itu merupakan hari yang melelahkan sekali. Konseling memenuhi agendaku pagi itu. Tak lama kemudian seorang ketua lingkungan memintaku membawa seorang ibu yang sangat sederhana ke rumah sakit karena pendarahan hebat. Suaminya bekerja sebagai buruh pabrik di Cikarang dan seminggu sekali baru pulang ke rumah. Setelah menyelesaikan urusan dengan rumah sakit itu, aku harus mengirim sembako bagi umat yang membutuhkan. Pada siang harinya aku memimpin Misa pelepasan jenasah seorang bapak yang aku kenal di Bandung pada waktu aku masih frater. Dalam keadaan lelah, godaan manusiawi muncul dalam diriku : “Apakah orang-orang yang aku layani ini nanti masih mengingat aku ketika aku sudah rapuh karena penyakit menggerogotiku dan tidak mempunyai apa-apa lagi untuk ditawarkan kepada mereka ?” Aku pun tertidur di meja kerjaku. Tuhan muncul dalam mimpiku sore itu. Ia menepok bahuku : “Jangan pikirkan apakah orang mengingat apa yang engkau lakukan supaya semangat pelayananmu tidak goyah !”. Mimpi itu mengambil bebanku. Kejernihan pikiran spiritualku dipulihkan. Aku sadar bahwa iblis ingin membunuh antusiasme dalam pelayananku dengan menyodorkan perntanyaan apakah yang aku lakukan ini ada artinya. Aku kini hanya ingin melayani sesamaku sebaik-baiknya agar mereka mengalami diri berharga di mata Tuhan. Kalaupun ada yang mengingatku, itu adalah bonus dan bukan tujuan pelayananku.

Bonus dari Tuhan itu datang saat itu juga. Sepasang suami istri dari Paroki Santa Maria Tangerang ingin bertemu denganku. Mereka berjualan kain di pasar Cikupa. Aku menikahkan mereka lima tahun silam. Aku membantunya dalam persiapan upacara pernikahan mereka karena sang istri adalah satu-satunya yang beragama katolik sehingga tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Keterlibatanku dalam persiapan upacara pernikahan mereka rupanya mengesankan mereka sehingga mereka sudah bertahun-tahun mencoba dengan berbagai cara untuk menemukan keberadaanku. Mereka ingin menyampaikan kabar gembira kepadaku bahwa sang suami telah menjadi katolik seperti dijanjikannya sebelum pernikahan. Kami dipenuhi dengan kegembiraan sehingga tidak terasa kami ngobrol selama dua jam. Kesaksian tentang pergumulan iman sang istri menjadi fokus obrolan kami.

Ia lahir dan bertumbuh di dalam keluarga yang sangat sederhana, tanpa ayah. Ayahnya meninggal dunia ketika adiknya yang ketujuh lahir ke dunia karena penyakit komplikasi. Ia tidak mengalami indahnya masa remaja karena harus membantu ibunya membuat kue untuk dijajakan keliling. Dalam kesulitan hidup, ia bersyukur dianugerahi seorang ibu yang tulus dan tegar dalam berjuang untuk menghidupi dan menyekolahkan ketujuh anaknya. Krisis moneter pada tahun 1998 membuat ekonomi keluarganya semakin sulit. Pada waktu itu, ia duduk di kelas dua SMP. Jualan kuenya terus merugi. Ibunya terpaksa mengkontrakkan rumahnya untuk menopang kehidupan keluarganya. Hasil dari kontrakan rumahnya tidak mencukupi kebutuhan keluarganya. Tanpa sepengetahuan ibunya, ia bekerja setelah pulang sekolah, seperti tanpa malu-malu menawarkan diri untuk membersihkan rumah tetangganya. Tuhan memberkati hatinya yang tulus. Ia mendapatkan beasiswa, yaitu bebas biaya sekolah sejak SMP sampai lulus universitas. Refleksinya dari petualangan imannya sangat indah : “Tuhan selalu membantu umat-Nya yang berserah diri kepadaNya. Ketika badai menerjang kehidupan dan hidup sudah berada dalam jurang, Dia senantiasa memegang tangan kita. Ia menopang semua beban berat kita. Dia adalah Bapa yang peduli terhadap anak-Nya. Karena itu, jangan kuatir akan hari esok karena Dia mempunyai rencana yang indah dan terbaik bagi kita”.

Iman dan harapannya sedang dipertajam dengan kesabaran. Ia belum dikaruniai anak walaupun usia pernikahannya sudah menginjak lima tahun. Kista sepanjang 3,5 cm menjadi penghambat kehamilannya. Ia menjalani operasi laparascopy (operasi tanpa sayatan). Walaupun paska operasinya sudah berlangsung satu tahun, tanda-tanda kehamilan belum tampak padanya. Ia tetap percaya akan rencana terbaik Tuhan. Hadiah yang terindah adalah suaminya menjadi seorang katolik setelah mengikuti persiapan yang panjang. “Aku yakin bahwa Tuhan akan memberikan anak supaya dididik dalam jalan-Nya pada keluarga katolik. Harapanku akan terwujud ketika aku tetap beriman. Buah kesabaran adalah sukacita”, katanya penuh keyakinan.

Tuhan pada waktunya akan meratakan jalan kehidupan . Kehidupan yang sulit tiba-tiba terasa mudah. Kebuntuan tiba-tiba ada jalannya. Aku merasakan beban hidupku diangkat dan hidupku pun ringan. Aku adalah harta kesayangan Tuhan sehingga Ia mengurapiku dengan minyak : “Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak ; pialaku penuh melimpah” (Mazmur 23:5). MinyakTuhan adalah kasih-Nya yang membersihkan karat-karat kehidupan, seperti penderitaan dan kesulitan, sehingga jalan menuju kehidupan yang lebih baik semakin hari akan semakin lebih mudah atau lebih licin. Tetaplah berpegang pada iman, tidak menyerah dengan keadaan, maka cita-cita dan harapan akan menjadi kenyataan. Berkat Tuhan akan mengikuti sepanjang masa. Pelayanan kepada sesama merupakan ungkapan syukur atas apa yang diterima dari Tuhan, tanpa mengharapkan untuk diingat karena semuanya adalah milik-Nya. Itulah kunci kebahagiaan. Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar: