Kesempatan Emas

Sharing Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

“Di hatiku ada gambar Allah”. Sebuah kalimat pendek yang penuh dengan kuasa spiritual. Allah menciptakan hatiku sesuai dengan hati-Nya. Hati-Nya dipenuhi dengan kasih. Hatiku pun harus dijiwai dengan kasih. Aku harus memberikan hatiku kepada Allah karena persembahan hati merupakan hak-Nya. Persembahan hati adalah persembahan kasih.

Ketika aku sedang menikmati permenunganku itu, sesesorang menelefonku untuk mendoakan temannya yang sudah tak sadarkan diri di rumah sakit. Aku mencoba menawar kepada Tuhan : “Tuhan, bolehkah aku melaksanakan pelayanan ini dua hari kemudian. Hari ini kan hari Sabtu malam. Aku harus mepersiapkan homili untuk Misa besok pagi di Gerejaku”. Aku memejamkan mataku lebih dalam lagi. Tampaklah Yesus di antara bintang-bintang kecil yang bertebaran. Ia menatapku dengan mata penuh permohonan : “Felix, Gerejamu yang sesungguhnya bukan gedung yang megah di mana setiap hari Minggu dibanjiri dengan ribuan umat. Gerejamu adalah kamar-kamar rumah sakit. Mimbarmu adalah ranjang-ranjang yang ditiduri dengan manusia yang tak berdaya. Teriakan dan tangisan mereka karena sakit, kegelisahan, dan ketakutan merupakan nyanyian pujian bagiKu. Kotbahmu adalah sentuhan tanganmu kepada mereka. Pesan dari renunganmu akan meresap dalam hati mereka karena mereka haus akan kekuatan-Ku lebih daripada banyak umat yang mungkin sekedar kewajiban datang ke Gereja”.

Hari telah larut malam aku menuju ke rumah sakit. Seorang ibu telah menungguku di di depan bangsal kamar-kamar perawatan. Wajahnya tampak lelah. Kelopak matanya membiru karena kurang tidur. Matanya memerah tak bercahaya karena terlalu banyak menumpahkan air mata. Ia telah mencurahkan seluruh tenaganya untuk menjaga suaminya yang sudah koma selama dua setengah bulan. Ia mengalami koma akibat pendarahan otak. Ibu itu merelakan apa yang ada untuk membiayai perawatan suaminya di ICU selama satu bulan. Kini suaminya dirawat di ruang biasa. Ia mengalami kelelahan, fisik, jiwa, dan pikiran. Selain merawat suaminya yang tak berdaya, ia harus juga memperhatikan ketiga anaknya. Pasti batinnya mengalami pertentangan : “Apakah ia harus menghabiskan semua kepunyaannya untuk pengobatannya suaminya, yang penyakitnya hampir tidak dapat disembuhkan, sedangkan ketiga anaknya masih membutuhkan banyak biaya ?” Aku terdiam sejenak setelah menyelami apa yang dipikirkan ibu itu. Aku bertanya kepada Tuhan : “Tuhan, apakah Engkau peduli kepada ibu ini, yang sedang berbeban berat dan jalannya sukar ? Ingatlah Tuhan, ketika suaminya sehat, ia adalah salah satu panitia pembangunan gereja-Mu”. Ternyata perhatian Tuhan kepadanya dapat dirasakannya. Apa yang tak pernah diperhitungkannya, itulah yang disediakan Tuhan baginya. Banyak umat Tuhan membantu menyelesaikan persoalannya. Ia tidak merasa menjadi miskin karena kemiskinan yang sejati bukan karena kehilangan harta benda, tetapi kehilangan kehangatan dan cinta. Ibu itu bahagia sekali ketika suaminya membuka matanya sebentar setelah dua bulan setengah terpejam ketika usai didoakan : “Romo, suamiku membuka matanya. Ia berterimakasih atas doa kita”. Kehangatan dan kasihnya kepada suaminya terasa sekali pada SMSnya tertanggal 19 Oktober 2011 pukul 07.49 : “Selamat pagi Romo. Aku dan anak-anak baik-baik saja. Terimakasih ya mo, beberapa hari yang lalu telah mendoakan suamiku. Aku mau mengabarkan bahwa hari ini suamiku pulang ke rumah. Mudah-mudahan ia merasa lebih hangat, tenang, dan nyaman di tengah keluarga. Mohon dukung doa terus ya mo, agar aku tetap kuat dan tegar. Aku memasrahkan semua ini kepada Tuhan, biarlah semua akan terjadi menurut kehendak-Nya. Aku akan menerima apa yang Tuhan berikan dengan hati yang tabah dan sukacita karena percaya akan penggenapan janji-Nya. Semoga Tuhan memberkati karya dan pelayanan Romo. Amin”. Ternyata kedatanganku di rumah sakit malam itu tercium oleh beberapa orang. Akhirnya, ada lima pasien yang mohon didoakan, yang herannya dua pasien itu belum katolik.

Pelayanan malam itu memberi pesan yang indah. Aku harus berbahagia ketika Tuhan Yesus menggunakan kehadiranku sebagai tanda kepedulian-Nya terhadap isak tangis anak-anak-Nya. Ia bukan Tuhan yang hanya menonton kesusahan umat-Nya, tetapi mengangkat kemuraman dan beban berat mereka melalui seluruh keberadaanku. Permasalahan dan penderitaan sesamaku merupakan kesempatan emas untuk membagikan jamahan kasih-Nya kepada mereka. Aku harus membuang sikap sok sibuk dan tidak peduli sehingga tidak kehilangan banyak kesempatan emas untuk melayani mereka yang membutuhkan kekuatan dari Tuhan : “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman” (Galatia 6:10). Aku yakin bahwa Tuhan akan mendatangkan kelimpahan, yaitu damai sejahtera, bagi yang mau menjadi saluran sentuhan kasih-Nya: : ”Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum” (Amzal 11:25). Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar: