Tangga ke Surga

Refleksi Pastoral
Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC.

Pada suatu malam, aku memimpin pendalaman Kitab Suci di sebuah lingkungan. Aku bertemu dengan seorang ibu, yang adalah ketua lingkungannya. Wajahnya tetap memantulkan kegembiraan dari sanubarinya walaupun ia baru saja berdukacita karena anaknya tercinta telah dipanggil Tuhan. Aku memimpin Misa pelepasan jenasahnya di Rumah Duka Oasis Lestari. Ungkapan kata-kata yang indah tentang puteranya itu sungguh menyentuh hatiku : “Puteraku yang baru saja dipanggil Tuhan sudah membentuk kehidupan rohaniku dan suamiku. Dia adalah malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan Yesus kepada kami. Karena kami sangat mencintainya, kami tidak terus menerus dirundung kesedihan, tetapi semakin tekun dalam pelayanan Tuhan seperti yang ia cita-citakan selama ia masih hidup di dunia ini”

Ia menikah pada tahun 1988 dan dikarunia seorang anak-anak laki pada tahun 1990. Dua tahun kemudian, ia sangat sedih dan sempat marah kepada Tuhan karena ia mengalami keguguran anak kedua yang diimpikannya. Keguguran janinnya disebabkan penyakit ‘Toksoplasma”. Toksoplasma : penyakit yang diakibatkan oleh sebuah parasit yang dapat menyebabkan keguguran dan kecacatan pada janin. Tiga Tahun kemudian, tepatnya tanggal 23 Desember 1993, ia diliputi kegembiraan karena dianugerahi lagi seorang anak laki-laki. Kegembiraan itu hanya dapat dialami selama dua minggu karena dokter memvonis bahwa puteranya itu mengidap kelainan jantung bawaan. Dinding serambi jantungnya tidak ada sehingga jantung sebelah kirinya lebih kecil. Ada penyumbatan saluran peredaran darah dari jantung ke paru-paru. Jantung puteranya itu harus segera dioperasi kalau tidak dioperasi ia hanya bisa bertahan hidup selama dua bulan saja. Ia bertanya kepada Tuhan : “Kenapa hal ini terjadi pada kami ? Salah kami apa ? Kami tidak berbuat jahat terhadap orang lain !”

Lima tahun berlalu, Tuhan masih memberikan kehidupan pada puteranya itu secara ajaib tanpa menjalani operasi. Lagi-lagi terjadi kejadian yang tak dimengertinya. Puteranya itu tiba-tiba jatuh di sekolah. Dokter mengatakan bahwa ia menderita ‘absesrable’ (penimbunan nanah) di otak, bisa tumor, bisa ‘hydrocepallus’ (akumulasi cairan yang berlebihan di otak), bisa cairan biasa yang membesar yang menekan syarafnya sehingga ia menjadi seperti seorang yang menderita ‘stroke’. Ia harus segera menjalani operasi. Kalau ia terlambat menjalani operasi, nyawanya mungkin tidak akan tertolong. “Aduuuuuuuuh…. Tuhan Yesus. Betapa beratnya beban hidup anakku ini ? Aku tak sanggup menanggungnya”, keluhnya. Namun, anaknya itu tidak mengeluh atas setiap penyakit yang ditanggungnya. Ketabahan anaknya itu menguatkannya. Akan tetapi, keinginan anaknya untuk bisa menjadi seperti anak lainnya membuatnya mengelus dada : “Mama aku juga mau main bola basket dan sepak bola seperti koko (kakak) dan teman-temanku”. Ia hanya mengatakan : “Tuhan, sungguh aku tidak sanggup. Biarlah aku yang menderita, tetapi jangan anakku”. Puji Tuhan operasi anaknya berhasil. Ia harus dirawat di rumah sakit selama tiga puluh hari. Selama anaknya dirawat di rumah sakit, ia dan suaminya terus menerus mendoakan doa ‘Bapa Kami’, ‘Salam Maria’, dan Rosario serta tak henti-hentinya menyanyikan lagu-lagu rohani.

Beban berat kehidupan itu membuatnya, suaminya, dan puteranya itu semakin mengandalkan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menunjukkan mukjijat-Nya. Setelah tiga puluh hari di rumah sakit, ia diperbolehkan pulang. Dalam perjalanan pulang, puteranya itu tiba-tiba berkata kepada papanya : “Papa cepetan donk dibaptis, masa mau begini terus, setiap kali ke gereja kami menerima komuni, sedangkan papa cuma duduk di kursi. Kapan kita sama-sama menerima Komuni”. Pertanyaan puteranya itu membuatnya rela belajar agama dan dibaptis. Sejak saat itu, ia dan suaminya aktif melayani di lingkungan. Ia akhirya menjadi pengurus lingkungan dan gereja.

Karena sering mengalami sesak nafas, puteranya itu pada tanggal 10 April 2011 dibawa ke rumah sakit. Dokter menyarankan agar ia dibawa ke Malaysia untuk mendapatkan operasi jantung. Puteranya menolaknya : “Aduuuuh…. mama kan sudah berkali-kali aku bilang, mama dan papa tak usah repot-repot mencari penyembuhan. Karena Tuhan Yesus mengijinkan aku sakit, biarlah Dia yang menyembuhkan dan mengurus aku. Mama ..... Mama.... setiap orang itu pasti meninggal dunia, tinggal menunggu waktu saja, tidak ada orang yang akan hidup selamanya, kita tidak tahu kapan kita meninggal dunia, dan tidak usah takut deh….. kalau Yesus bilang kita harus meninggalkan dunia ini, yaaa kita terima saja”. Sejenak ia terdiam karena terkesima dengan kata-katanya yang begitu dalam. Tanggal 29 April 2011 puteranya menghembuskan nafas terakhir pada usia tujuh belas tahun dalam iringan doa ‘Aku Percaya’, ‘Bapa Kami’, dan ‘Salam Maria’.

“Adakah nilai dibalik dukacita ?”, tanyaku. Dibalik duka selalu menanti harta yang tak ternilai dan abadi. Penghiburan Tuhan menjadi nyata justru dalam dukacita. Dukacita merupakan kesempatan berdiam diri dihadapan Tuhan. Berdiam diri membuatku mengenal Tuhan lebih baik melalui pergumulan denganNya dalam doa. Sabda-Nya menjadi penghiburan abadi karena Ia telah berjanji untuk mengakhiri air mata : “Dan Ia akan menghapus segala air mata mereka, dan maut tak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Wahyu 21:4). Surga merupakan suatu tempat sukacita selama-lamanya : “Dan orang yang dibebaskan Tuhan akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, kedukaan dan keluh kesah akan menjauh” (Yesaya 35:10). Karena itu, jangan sia-siakan air mata anda tertumpah di kedalaman makam, tetapi jadikan air mata anda sebuah tangga menuju surga di mana Tuhan rindu untuk memberikan penghiburan sempurna. Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar: